Senin, 25 Juli 2022 14:59 WIB

Hipertensi Renovaskuler: Hipertensi pada Usia Muda

Responsive image
6230
dr. Herleni Kartika, SpPD - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Malam itu ruang Instalasi Gawat Darurat  Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Hoesin dipenuhi sesak pasien dengan berbagai kondisi. Salah satunya adalah seorang pasien yang diantar dalam kondisi penurunan kesadaran. Pasien seorang laki laki, sebut saja Tn. S, menurut para pengantar ditemukan tergeletak di kedai tokonya. Tidak ada riwayat sakit darah tinggi pada pasien berdasarkan keterangan istri dan pihak keluarga lain. Menurut istrinya, pasien tidak pernah mengeluh sakit kepala atau keluhan berat lain, hanya sesekali merasa mual dan capek. Namun saat diperiksa, didapatkan tekanan darah mencapai 230/120 mmHg. Dokter yang memeriksa menyatakan Tn S terkena stroke dan kemungkinan terjadi pecah pada pembuluh darah otak. Hal ini mengejutkan bagi keluarga Tn. S mengingat usia pasien yang belum lagi mencapai 30 tahun. Dokter menjelaskan bahwa kemungkinan darah tinggi atau hipertensi sudah lama terjadi namun tidak disadari karena tidak ada  gejala (asimptomatik). Pengaruh makanan, stress dan aktivitas fisik dapat memicu terjadinya komplikasi ke organ jantung dan pembuluh darah.

Hipertensi, berdasarkan etiologinya dibagi menjadi primer  dan sekunder. Sebagian besar hipertensi pada dewasa disebabkan oleh kondisi primer, hipertensi sekunder biasanya lebih sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Hipertensi sekunder adalah kondisi peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh penyebab dasar yang dapat diidentifikasi dan  dapat dimodifikasi. Penyebab hipertensi sekunder bisa berupa gangguan pada ginjal (penyakit parenkim ginjal atau penyakit vaskular ginjal), endokrin (hipotiroid, hipertiroid, sindrom cushing), obat-obatan dan hormon eksogen, kasus neurologi, obstructive sleep apnea, hipertensi sekunder yang berkaitan dengan stress akut, penyakit aorta, hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan, dan hipertensi sistolik terisolasi akibat peningkatan cardiac output.

Penyebab hipertensi sekunder yang paling sering ditemui terutama pada usia muda adalah hipertensi renovaskuler yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah ginjal. Kejadian hipertensi renovaskuler berkisar antara  5–10% hipertensi pada remaja dan dewasa. Hipertensi renovaskuler memiliki 3 bentuk sindrom klinis yaitu nefropati iskemik, hipertensi, dan aterosklerotis arteri renalis. Pemeriksaan penunjang renal angiography adalah baku emas untuk diagnosis stenosis arteri renalis. Pada hipertensi renovaskuler, hipertensi lebih disebabkan oleh iskemik ginjal atau stenosis arteri renalis. Diagnosis stenosis arteri renalis ditegakkan ketika pasien memiliki penyempitan 75% dari diameter arteri renalis atau penyempitan lumen lebih dari 50% dengan kondisi post stenotic dialisis.

Peningkatan tekanan darah (sistolik maupun diastolik) dapat meningkatkan risiko terjadinya atherosclerosis dan penyakit jantung koroner. Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan disfungsi endotel dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap protein lemak (lipoprotein) serta meningkatnya stress oksidatif dan radikal bebas.

Pengobatan berupa pemberian antihipertensi untuk mengontrol tekanan darah. The American College of Cardiology and the American Heart Association (ACC/AHA) menyarankan terapi farmakologis sebagai lini pertama pengobatan hipertensi renovaskuler. Obat-obatan yang menjadi pilihan pertama ACE inhibitor (ACEI) dan angiotensin reseptor blocker (ARB). Sedangkan calcium channel blocker (CCB), thiazid, beta blocker, dan hydralazine efektif membantu kontrol tekanan darah pada stenosis arteri renalis. ACEI dan ARB menghambat kerja angiotensin II yang akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan menyebabkan eksresi garam dan cairan. Namun pada pasien dengan ginjal yang hanya berfungsi unilateral atau lesi bilateral,  ACEI dan ARB menjadi kontraindikasi karena akan menyebabkan gangguan autoregulasi dan penurunan filtrasi glomerulus yang justru akan menyebabkan perburukan fungsi ginjal. Percutaneous angioplasty adalah terapi pilihan pada hipertensi renovaskuler terutama jika tidak dapat dikontrol dengan obat-obatan.

Menurut ACC/AHA revaskularisasi direkomendasikan pada penyakit arteri renal pada kondisi yaitu:

1)      pasien dengan hipertensi arteri renalis berulang, gagal jantung kongesti yang tidak diketahui penyebabnya, edema paru yang tidak diketahui penyebabnya,

2)      accelerated hypertension, hipertensi resisten, hipertensi malignan, atau hipertensi dengan pengecilan ukuran ginjal unilateral yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, serta hipertensi yang tidak respon pengobatan,

3)      pasien dengan hipertensi renovaskuler bilateral dan CKD progresif,

4)      pasien dengan hemodinamik signifikan dan angina unstable,

5)      asimptomatik bilateral atau solitary dengan hemodinamik signifikan,

6)      pasien insufisiensi ginjal dengan unilateral RAS,

7)     dalam angioplasty, pemasangan renal stent diindikasikan pada pasien dengan lesi aterosklerotik ostial.

Hipertensi  adalah faktor risiko mayor yang dapat menyebabkan komplikasi  penyakit pembuluh darah.  Hipertensi pada usia muda maupun semua kelompok umur harus dikendalikan tekanan darahnya dan faktor risiko lainnya untuk mencegah komplikasi pada jantung dan pembuluh darah. Target tekanan darah yang harus dicapai adalah <130/80 mmHG pada usia <65 tahun, dan <140/90 mmHg pada usia > 65 tahun. Selain obat  anti hipertensi yang tepat, diperlukan modifikasi gaya hidup yang lebih sehat antara lain: gaya hidup yang lebih aktif, menghindari obesitas (kegemukan), tidak mengkonsumsi alkohol, berhenti merokok, mengelola stress, dan membatasi konsumsi makanan siap saji atau makanan tinggi garam.

 

Referensi:

Kadir A. Hubungan Patofisiologi Hipertensi dan Hipertensi Renal. J Ilm Kedokt Wijaya Kusuma. 2018;5(1):15. doi:10.30742/jikw.v5i1.2

NAJAFI H, AKHTAR M, SERRY C, BATTUNG V. Renovascular Hypertension. Minn Med. 1965;48:383-389.