Senin, 25 Juli 2022 13:14 WIB

Apakah Gangguan Pendengaran Berpengaruh pada Prestasi Siswa?

Responsive image
1513
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Sumber daya manusia yang berkualitas dapat dicapai dengan melakukan proses belajar yang maksimal. Hal yang harus diutamakan dalam proses belajar adalah mengupayakan anak agar dapat menerima dan menyerap segala informasi yang diajarkan secara optimal. Penangkapan rangsangan belajar dapat menggunakan satu atau lebih dari kelima indera yang kita miliki. Ada 5 (lima) macam indera yang digunakan manusia untuk menerima informasi dari luar yaitu indera penglihatan 75%, indera pendengaran 13%, indera perabaan 6%, indera penciuman 3%, dan indera pengecap 3%.

Gangguan pendengaran merupakan defisit sensorik yang paling sering pada populasi manusia, mempengaruhi lebih dari 250 juta orang di dunia. Di dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75 - 140 juta di antaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada bayi, terdapat 0,1 - 0,2% menderita tuli sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 1 - 2 bayi yang menderita tuli.

Berdasarkan hasil Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di 7 (tujjuh) provinsi tahun 1993-1996, prevalensi ketulian 0,4% dan gangguan pendengaran 16,8%. Penyebabnya, infeksi telinga tengah (3,1%) presbikusis (2,6%), tuli akibat obatototoksik (0,3%), tuli sejak lahir / kongenital (0,1%) dan tuli akibat pemaparan bising. Data yang didapat dari BKIM Kota Semarang pada November 2007 yang dilakukan pada anak-anak usia sekolah dasar, dari 467 siswa kelas 1 yang diperiksa telinganya ditemukan sebanyak 29,55% siswa mengalami gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh serumen obsturan, Otitis Media Kronik Supuratif (OMKS) 1,28% dan Sensory Neural Hearing Loss (SNHL) unilateral 0,21 %.

Akibat dari gangguan pendengaran meliputi ketidakmampuan menginterpretasikan percakapan, sering menyebabkan penurunan kemampuan berkomunikasi, keterlambatan kemahiran berbahasa, kerugian ekonomi dan pendidikan, isolasi sosial dan kecacatan.

Gangguan pendengaran mengakibatkan anak sekolah sulit menerima pelajaran, produktivitas menurun dan biaya hidup tinggi. Ini dikarenakan, telinga mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Menurut kajian, mendengar dapat menyerap 20% informasi, lebih besar dibanding membaca yang hanya menyerap 10% informasi. Di Indonesia, gangguan pendengaran dan ketulian saat ini masih merupakan satu masalah yang dihadapi masyarakat. Menurut National Information Center for Children and Youth with Disabilities, anak dengan kurang pendengaran mengalami kesulitan untuk mempelajari kosakata, tata bahasa, kata perintah, ungkapan, dan aspek lainnya dari komunikasi verbal dibandingkan dengan anak normal.

Dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu mendengar. Sedangkan orang yang kurang dengar adalah seseorang yang biasanya dengan menggunakan alat bantu mendengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengarannya. Pada umumnya anak tunarungu memiliki inteligensi normal atau rata-rata, akan tetapi karena perkembangan inteligensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, maka anak tunarungu akan menampakkan inteligensi yang rendah disebabkan oleh kesulitan memahami bahasa. Anak tuna rungu akan mempunyai prestasi lebih rendah jika dibandingkan dengan anak normal atau mendengar untuk materi pelajaran yang diverbalisasikan.

Kita ketahui tentunya sumber daya manusia yang berkualitas dapat dicapai dengan melakukan proses belajar. Penangkapan rangsangan belajar dapat menggunakan satu atau lebih dari kelima indra yang kita miliki. Dalam suatu penelitian yang ada menunjukkan bahwa indera pendengaran berperan sebanyak 13% dalam proses penangkapan informasi sebagai rangsang belajar. Metode belajar audiovisual mampu meningkatkan sekitar 40 % dalam penyerapan pengalaman belajar. Dalam proses belajar audiovisual ini, indera pendengaran memegang peranan penting di samping indera penglihatan.

Saat ini kesehatan telinga dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena pada umumnya manifestasi klinik gangguan telinga berjalan progresif dan tidak disadari oleh penderita. Keadaan ini juga ditambah dengan keadaan sosial ekonomi yang tergolong rendah pada masyarakat Indonesia yang mungkin berakibat pula pada rendahnya kesadaran akan pentingnya kesehatan telinga. Masalah kesehatan telinga yang paling sering dikeluhkan oleh masyarakat adalah gangguan pendengaran.

Tentunya kita ketahui bersama bahwa sebagian besar waktu siswa di sekolah digunakan untuk mendengar sehingga proses mendengarkan harus bisa dimaksimalkan mengingat waktu belajar siswa kebanyakan berada di sekolah. Telinga sebagai indera pendengaran memegang peranan penting sebagai langkah pertama dalam proses mendengarkan. Hambatan pada indera pendengaran akan menyebabkan siswa tidak dapat melanjutkan langkah-langkah selanjutnya pada proses mendengarkan yang nantinya akan mengganggu proses belajar. Gangguan proses belajar akan sangat mempengaruhi prestasi belajar anak.

Dari beberapa uraian di atas tentunya dapat kita ketahui bahwa pendengaran sangat mempengaruhi prestasi dalam belajar siswa, namun tentunya juga diperlukan sebuah penelitian yang lebih mendalam sebagai sarana yang dapat dijadikan sebuah acuan untuk menjaga pentingnya sebuah kesehatan pendengaran yang sangat berpengaruh pada prestasi belajar siswa.

 

Referensi :

Colin Mathers, Andrew Smith, Marisol Concha. Global Burden of Hearing Loss in The Year 2000. Global Burden of Disease 2000.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Telinga Sehat Pendengaran Baik.

Pujo Widodo, Muyassaroh, Yuslam Samihardja. Workshop; Peran BKIM Dalam Skrining Pendengaran Anak Sekolah. 2007.

Dwi Irmawati.  Hubungan Gangguan Pendengaran dengan Prestasi Belajar Siswa (Studi Kasus pada Siswa Kelas V SD di Kota Semarang). Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Tahun 2010.