Senin, 25 Juli 2022 13:05 WIB

Perawat sebagai Preceptorship Mahasiswa Praktek

Responsive image
1956
Nyimas Sri Wahyuni, S.Kep, Ners, M.Kep, Sp.Kep.A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Preceptorship melibatkan hubungan antara preceptor yang lebih berpengalaman dan berpendidikan dengan preceptee yang masih baru atau yang memiliki pengalaman lebih rendah (Edwards & Connett, 2018; Quek & Shorey, 2018). Kebutuhan akan proses bimbingan selama di rumah sakit sangatlah tinggi. Dibutuhkan perawat yang tidak hanya cakap dalam bertindak namun juga mampu mengendalikan serta menjadi role model bagi preceptee.

Workshop INSC yang diadakan tanggal 13 November 2018 Dr. Mustafa M. Bordrick, menjelaskan tentang preceptorship. Beliau menjelaskan bahwa mahasiswa keperawatan yang sedang belajar di rumah sakit adalah ibarat seseorang yang akan melangkah ke sebuah perahu dan membutuhkan tangan yang menjulur memberikan bantuan agar tidak goyah saat melangkah. Beliau melanjutkan bahwa setiap perawat merupakan seorang preceptor, bukan hanya CI yang ditunjuk. Beliau menyebutkan bahwa di Saudi Arabia, hampir seluruh perawat telah mendapatkan sertifikat preceptorship. Dimana tidak lain tujuannya adalah dapat membantu preceptee yang baru baik dalam kepercayaan diri ataupun keterampilan dalam tindakan sehingga kepuasan pasien meningkat. Perawat harus berlomba-lomba mengajarkan ilmu apa yang mereka ketahui kepada preceptee, karena dengan hal itu, kita dapat mempertahankan mereka yang sudah terjun ke dalam profesi kita, begitu pula meningkatkan kemampuan perawat muda yang akan menjadi generasi penerus kita.

Faktor yang memiliki pengaruh positif dalam hubungan preceptor-preceptee

1.      Kualitas preceptor

Konsistensi dalam kualitas preceptor akan menjamin kesuksesan dan kepuasan dalam proses preceptorship (Quek & Shorey, 2018). Adanya pelatihan preceptorship akan mampu menciptakan suasana preceptorship yang baik. Selain itu juga, proses bimbingan yang tidak hanya melibatkan tindakan namun juga pendekatan psikologis sehingga memunculkan emosi postif dari preceptee.

2.      Perbedaan tingkat pendidikan preceptor dan preceptee

Adanya rasa kurang nyaman ketika perawat muda atau mahasiswa perawat dipasangkan dengan preceptor dengan pendidikan tinggi. Quek & Shorey (2018) menyatakan bahwa preceptee lebih terbuka dengan preceptor yang berpendidikan diploma dibandingkan dengan yang berpendidikan Magister.

3.      Perbedaan intergenerasi

Adanya perbedaan usia, budaya serta suku menjadi salah satu hal yang dapat memberi pengaruh negatif dalam hubungan preceptor dan preceptee (Quek & Shorey, 2018). Adanya perbedaan dalam pribadi preceptee dengan preceptor akan memunculkan keseganan dan kesulitan dalam berkomunikasi. Selain itu, hal tersebut akan menggiring pada perasaan tidak terbuka kepada preceptor. Preceptee membutuhkan waktu lebih banyak untuk membiasakan diri, selain membiasakan diri dengan lingkungan RS yang baru ditemuinya.

Faktor yang memiliki pengaruh positif dalam hubungan preceptor-preceptee

1.      Keramahan

Adanya kenyamanan dari preceptor dapat meningkatkan koping dari diri preceptee. Sebagaimana diketahui, mulai dari hari pertama preceptee terjun ke pasien, emosi yang didapat lebih banyak emosi negatif, seperti rasa tida tertolong, cemas, agitasi, takut, bingung dan merasa sulit (Mlinar Relji?, Pajnkihar, & Fekonja, 2019). Dengan adanya energi positif dari keramahan preceptor, hal ini akan membuat preceptee semakin percaya diri.

2.      Empati

Empati menunjukkan bagaimana preceptor memahami preceptee terutama saat mereka berada pada tingkat stress yang tinggi (Quek & Shorey, 2018). Selain itu, Natan, Qeadan dan Egbaria (2014) menyebutkan bahwa dukungan merupakan hal yang harus dimiliki seorang preceptor. Dukungan seperti ini sangat dibutuhkan oleh preceptee dalam mengembangkan kemampuan dirinya baik dalam melakukan tindakan maupun meningkatkan kopingnya dalam menyelesaikan masalah.

3.      Kompatibilitas psikologis

Seorang preceptor yang mampu berpasangan dengan berbagai tipe kepribadian akan meningkatkan kepuasan dalam preceptorship. Adanya perbedaan yang mampu disatukan oleh seorang preceptor juga dapat menajdi bahan pelajaran bagi preceptee ketika ia ditempatkan dalam suasan kerja nanti (Quek & Shorey, 2018)

 

REFERENSI :

Edwards, K., & Connett, G. (2018). Evaluation of a regionally based preceptorship programme for newly qualified neonatal nurses. Journal of Neonatal Nursing, 24(4), 225–228. https://doi.org/10.1016/j.jnn.2018.04.002

Mlinar Relji?, N., Pajnkihar, M., & Fekonja, Z. (2019). Self-reflection during first clinical practice: The experiences of nursing students. Nurse Education Today, 72(February 2018), 61–66. https://doi.org/10.1016/j.nedt.2018.10.019

Natan, M. Ben, Qeadan, H., & Egbaria, W. (2014). The commitment of Israeli nursing preceptors to the role of preceptor. Nurse Education Today, 34(12), 1425–1429. https://doi.org/10.1016/j.nedt.2014.04.011

Quek, G. J. H., & Shorey, S. (2018). Perceptions, Experiences, and Needs of Nursing Preceptors and Their Preceptees on Preceptorship: An Integrative Review. Journal of Professional Nursing, 34(5), 417–428. https://doi.org/10.1016/j.profnurs.2018.05.003