Senin, 25 Juli 2022 12:46 WIB

Konsep Etik Keperawatan Critical Care

Responsive image
45562
Tri Yuni Wulandari, S.Kep, Ners - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Kode etik merupakan persyaratan profesi  yang memberikan penentuan dalamm mepertahankan dan meningkatkan standar pofesi. Kode etik menunjukkan bahwa tanggung jawab terhadap kepercayaan masyarakat telah diterima oleh professi  (Kelly, 1987). Dalam keperawatan kode etik tersebut bertujuan sebagai penghubung antara perawat dengan tenaga medis,  klien, dan tenaga kesehatan lainnya, sehingga tercipta kolaborasi yang maksimal.

Etik merupakan prinsip  yang menyangkut benar atau salah dan tindakan apa yang akan dilakukan. Etika keperawatan merefleksikan bagaimana seharusnya perawat berperilaku,  apa yang harus dilakukan perawat terhadap kliennya dalam memberikan pelayanan keperawatan kritis.

Perawat professional tentu saja memahami kode etik atau aturan yang harus dilakukan, sehingga dalam melakukan suatu tindakan keperawatan mampu berpikir kritis untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai prosedur yang benar tanpa ada kelalaian.

Maksud dan Tujuan Aspek Etik dalam Critical Care

Secara umum, tujuan kode etik keperawatan adalah sebagai berikut (kozier, erb, 1990):

·           Sebagai aturan dasar terhadap hubungan perawat dengan perawat, pasien, dan anggota tenaga kesehatan lainnya.

·           Sebagai standar dasar untuk mengeluarkan perawat jika terdapat perawat yang melakukan pelanggaran berkaitan kode etik dan untuk membantu perawat yang tertuduh suatu permasalahan secara tidak adil.

·           Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan dalam memasuki jajaran praktik keperawatan professional

·           Membantu masyarakat dalam memahami perilaku keperawatan professional.

Dalam penerapan pengetahuan etik di area critical care terdapat delapan asas dalam keperawatan yaitu :Autonomi (otonomy), Non Malefiecence (tidak mencelakakan ), Beneficence (kemurahan hati), Justice (perlakuan adil),Fidelity (setia, menepati janji), Veracity (kebenaran, kejujuran), Confidenciality (kerahasiaan), Accountability (akuntabilitas).

Hak – hak pasien haruslah dihargai dan dilindungi, hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebahagiaan, kebebasan, privacy, self determination, perlakuan adil dan integritas diri. Dilema moral masih mungkin terjadi apabila prinsip moral otonomy dihadapkan dengan prinsip moral lainnya seperti Rule of Double Effect (RDE) yaitu apabila suatu tindakan untuk memberikan kenyamanan berdasarkan prinsip beneficence   tetapi sekaligus memiliki resiko terjadinya perburukan sehingga berlawanan dengan prinsip non maleficence.Contoh : pemberian morphin sulfat untuk mengendalikan rasa nyeri hebat yang terjadi pada pasien pendeita cancer stadium akhir yang beresiko akan memberikan efek depresan yang dapat menekan pusat pernafasan pasien.

INFORMED CONCENT

Informed concent adalah suatu proses komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Bila dilihat dari aspek hokum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih kearah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/IX/2008 tentang persetujuan tindakan medis.

Menurut Haneef Khan (2010) informed concent merupakan persetujuan tindakan medis terhadap suatu hal yang dapat dilakukan pada dirinya, informed concent dinyatakan valid jika memenuhi 3 elemen yaitu: pasien harus kompeten atau sadar untuk menyetujui, pasien harus diberikan informasi yang adekuat sehingga mampu mengambil keputusan, dan pasien pada saat pengambilan keputusan harus bebas dari ancaman atau paksaan.

Namun, pada beberapa keadaan, persetujuan tindakan tersebut tidak diperlukan. Sebagai contoh keadaan darurat yang tidak membutuhkan persetujuan tindakan dan pasien dapat melepaskan haknya untuk memberikan persetujuan tindakan dengan menyatakan ia tidak menginginkan informasi mengenai rencana terapi atau prosedur (Morton, 2009).

DILEMA ETIK

a.       Pulang Paksa

Pulang paksa adalah istilah yang digunakan apabila pasien tidak mau lagi melanjutkan / menjalani rawat inap lebih lama dan minta dipulangkan, tetapi secara medis belum cukup stabil untuk menjalani perawatan dirumah.

b.       Do Not Resuscitate (DNR) : Holding / With Drawal

With holding adalah menunda terapi atau bantuan hidup pada pasien yang dianggap sudah tidak punya harapan hidup lagi, sedangkan with drawal artinya menghentikan bantuan hidup pada pasien yang biasanya terpasang alat bantu penunjang kehidupan seperti ventilasi mekanik, alat pacu jantung, dll. Keputusan melakukan ini harus dikomunikasikan dengan keluarga setelah tim medis mendiskusikannya dengan team lain.

c.       Euthanasia

Kematian pada umumnya disepakati sebagai berhentinya kehidupan, meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak ,pernafasan dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.

Kematian sebenarnya bukanlah suatu titik waktu, melainkan merupakan suatu tahapan waktu, dimulai dari kematian klinis, kemudian kematian otak, kematian biologis dan akhirnya kematian seluler. Pada kematian klinis ditemukan berhentinya fungsi kardiovaskuler dan pernapasan, yang kemudian akan diikuti oleh kematian otak, kecuali apabila dilakukan resusitasi dan berhasil. Otak tidak dapat hidup lagi dalam waktu 6 sampai 10 menit tanpa oksigen. Kematian otak juga bertahap,  biasanya dimulai pada korteks serebri, kemudian disusul oleh serebelum (otak kecil) dan diakhiri dengan kematian batang otak.

Apabila terjadi kematian korteks serebri tanpa kematian pusat sirkulasi dan pernafasan, maka terjadilah keaadaan ketidak sadaran yang permanen, tetapi kardiovaskuler dan pernapasan masih tetap berfungsi (persisten vegetative state)

Setelah semua bagian otak berhenti bekerja maka terjadilah kematian biologis, suatu kematian yang permanen. Selanjutnya dimulailah kematian seluler, yang berbeda-beda waktunya bagi masing masing jenis jaringan. Kapankan seseorang dapat dinyatakan mati, apa kriterianya dan bagaimanakah prosedur penentuannya. Ketika pasien belum dapat dinyatakan mati, dokter melakukan tindakan secara aktif menghentikan kehidupannya, maka ia dapat dinyatakan sebagai melakukan pembunuhan. Sebaliknya apabila pasien sudah dapat dinyatakan mati,  tetapi dokter masih melakukan tindakan terapetik maka ia dapat dinyatakan melanggar professi karena melakuka ntindakan medic pada mayat.

 Pengakuan atas hak otonomi pasien sedemikian kuat, sehingga tidak hanya hak hidup, hak atas informasi dan hak memperoleh layanan yang layak saja yang dituntut, melainkan juga hak untuk mati secara bermatabat.

 

DAFTAR PUSTAKA:

Hegner, Barbara R..2003. Nursing Assistant: a Nursing Proses Approach. Jakarta: EGC

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239 / MENKES/SK/XI/2001 Tentang Praktik Keperawatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PE/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medis.

Ake, J (2003). Malpraktek Dalam Keperawatan