Senin, 25 Juli 2022 10:57 WIB

Stunting

Responsive image
3879
NYIMAS SRI WAHYUNI, S.KEP, NERS, M.KEP, SP.KEP.A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Status gizi memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Upaya untuk memenuhi status gizi yang baik diberikan sejak ibu hamil hingga selama setelah bayi dilahirkan (UNICEF, 2017). Nutrisi yang lengkap dan beragam selama 1000 hari pertama kehidupan dapat membantu perkembangan otak, meningkatkan pertumbuhan yang proporsional serta menurunkan risiko penyakit (Saavedra & Dattilo, 2016). Pemenuhan nutrisi pada periode ini akan memengaruhi kesehatan dan gizi sepanjang umur anak (Cusick & Georgieff, 2016; da Cunha, Leite, & de Almeida, 2015). Di sisi lain, ketidakmampuan pemenuhan gizi pada periode ini dapat menyebabkan gagal tumbuh ataupun pertumbuhan terlambat pada anak (Williams & Suchdev, 2017). Salah satu bentuk gangguan pertumbuhan tersebut adalah stunting atau balita pendek.

Stunting merupakan rendahnya perbandingan tinggi badan dengan umur berdasarkan tabel Z-Score pada nilai ≤ -2 SD (UNICEF, 2015). Stunting menjadi penanda adanya kekurangan nutrisi kronis yang dialami dalam jangka waktu yang lama (Vonaesch et al., 2017). Stunting dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan kognitif dan non-kognitif yang akan dirasakan pada masa pra sekolah hingga masa remaja (Himaz, 2018).

Prevalensi stunting di dunia mengalami penurunan dari 32,7% hingga 22,9% sejak tahun 2000-2016. Begitu juga prevalensi stunting di Asia Tenggara yang mengalami penurunan dari 51,3% hingga 35,8% pada tahun 2000-2016 (UNICEF, WHO, & World Bank Group, 2017). Penurunan angka kejadian stunting ini berbanding terbalik dengan kondisi stunting yang ada di Indonesia. Prevalensi balita pendek atau stunting yang diukur menurut tinggi badan per umur (TB/U) mengalami peningkatan sebanyak 1,2% sejak tahun 2007-2013. Hal ini cukup memprihatinkan walaupun di sisi lain, prevalensi balita sangat pendek atau stunting berat mengalami penurunan sebanyak 0,8% sejak tahun 2007-2013 (Badan Penelitian & Perkembangan Kesehatan Kemenkes RI, 2013).

Melihat tingginya angka kejadian stunting serta besarnya dampak yang ditimbulkan maka diperlukan upaya penanganan yang menyeluruh. Salah satu upaya yang dikemukakan oleh Williams dan Suchdev (2017) mengenai intervensi nutrisi berbasis bukti untuk mengatasi permasalahan nutrisi serta pertumbuhan anak adalah intervensi Water, Sanitation and Hygiene (WASH). WHO, UNICEF, dan USAID (2015) menyebutkan adanya pengaruh besar dalam pengontorolan kecukupan air, kebersihan dan sanitasi dalam menurunkan angka kejadian stunting. Intervensi yang melibatkan pemantauan sumber air, perbaikan sanitasi dan kebersihan terutama tentang saluran serta fasiltas pembuangan air ini disebutkan memiliki dampak yang baik sebanyak 0,08% peningkatan tinggi badan anak menurut usia (TB/U) (Prendergast & Humphrey, 2014; Williams & Suchdev, 2017).

Dewey (2016) menambahkan bahwa penanganan stunting juga tidak lepas dari peningkatan upaya pemenuhan gizi selama 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK). Nutrisi yang optimal serta perawatan kesehatan pada baik ibu dan anak di 1000 hari pertama kelahiran dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan perkembangan otak anak serta pertumbuhan anak dalam jangka panjang (Mbwana, Kinabo, Lambert, & Biesalski, 2017). Implementasi dalam 1000 hari pertama kehidupan ini meliputi asupan

prenatal yang sesuai, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kelahiran, pemberian MP-ASI yang baik dan benar, serta melanjutkan pemberian ASI hingga anak

berusia 2 tahun (da Cunha, Leite, & de Almeida, 2015).

Cumming dan Cairncross (2016) menambahkan bahwa salah satu hal yang memiliki pengaruh besar dalam penanganan stunting adalah dengan memerhatikan budaya. Hal ini disebabkan karena budaya memengaruhi kebiasaan keluarga serta pemberi perawatan dalam menerapkan pola asuh, pemberian makan atau dalam hal menjaga kebersihan dan sanitasi rumah. Illahi dan Muniroh (2016) menyebutkan bahwa praktik sosio budaya yang berkaitan dengan gizi adalah adanya makanan pantangan pada ibu hamil dan anak, kesalahan pemberian makanan MP ASI pada anak serta adanya pandangan negatif yang melarang imunisasi dan ASI eksklusif. Praktik sosio budaya ini disebutkan memiliki hubungan signifikan terhadap kejadian stunting.

 

 

 

Referensi:

Cumming, O., & Cairncross, S. (2016). Can water, sanitation and hygiene help eliminate stunting? Current evidence and policy implications. Maternal and Child Nutrition, 12, 91–105. https://doi.org/10.1111/mcn.12258

da Cunha, A. J. L. A., Leite, Á. J. M., & de Almeida, I. S. (2015). The pediatrician’s 92role in the first thousand days of the child: The pursuit of healthy nutrition and development. Jornal de Pediatria, 91(6), S44–S51. https://doi.org/10.1016/j.jped.2015.07.002.

Himaz, R. (2018). Stunting later in childhood and outcomes as a young adult: Evidencefrom India. World Development, 104, 344–357.https:// doi.org/10.1016/j.worlddev. 2017.12.019

Illahi, R. K., & Muniroh, L. (2016). Gambaran sosio budaya gizi etnik Madura. Media Gizi Indonesia, 11(2), 135–143.

Mbwana, H. A., Kinabo, J., Lambert, C., & Biesalski, H. K. (2017). Factors influencingstunting among children in rural Tanzania: An agro-climatic zone perspective. Food Security, 1–15. https://doi.org/10.1007/s12571-017-0672-4.

Prendergast, A. J., & Humphrey, J. H. (2014). The stunting syndrome in developingcountries. Paediatrics and International Child Health, 34(4), 250–265. https://doi.org/10.1179/2046905514Y.000000015

Williams, A. M., & Suchdev, P. S. (2017). Assessing and improving childhood nutrition and growth globally. Pediatric Clinics of North America, 64(4), 755–768. https://doi.org/10.1016/j.pcl.2017.03.001.

United Nations Children’s Fund, the World Health Organization and World Bank Group (2017). Level and trends in child malnutrition: UNICEF/WHO/World Bank Group Joint Child Malnutrition Estimates. Washington DC: United Nations Children’s Fund, the World Health Organization and World Bank Group.

DOC, PROMKES, RSMH