Senin, 25 Juli 2022 09:46 WIB

Penyakit Addison

Responsive image
7372
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Meskipun hormon berupa zat yang berjumlah kecil, namun perannya sangat berpengaruh besar pada aktivitas setiap sel-sel tubuh. Sehingga produksi hormon manusia seharusnya dapat tercukupi dengan baik agar sistem kerja tubuh dapat berjalan dengan lancar. Jika tidak, tentu kondisi tubuh yang kekurangan hormon akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang bisa membahayakan. Salah satu gangguan produksi hormon yang perlu diwaspadai adalah Penyakit Addison. Penyakit Addison merupakan kondisi kesehatan yang disebut juga dengan insufisiensi adrenal, yaitu kelainan yang terjadi ketika tubuh tidak menghasilkan hormon tertentu dengan cukup. Pada kondisi ini biasanya kelenjar adrenal yang terletak tepat di atas ginjal, menghasilkan terlalu sedikit kortisol dan aldosteron. Hormon kortisol berfungsi untuk menjaga tekanan darah, fungsi jantung, sistem kekebalan tubuh, dan kadar gula darah. Sementara itu, hormon aldosteron berfungsi untuk membantu ginjal mengatur jumlah garam dan air di dalam tubuh. Gangguan Penyakit Addison ini dapat terjadi pada siapa saja, baik laki-laki maupun wanita di segala kelompok usia tetapi lebih sering dialami oleh wanita berusia 30-50 tahun.

Penyebab dan Faktor Risiko Penyakit Addison

Pada Penyakit Addison, korteks kelenjar adrenal mengalami kerusakan, sehingga hormon kortisol dan aldosteron tidak bisa diproduksi dalam jumlah yang cukup. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan pada korteks kelenjar adrenal adalah :

  •   Penyakit autoimun
  •   Cedera atau perdarahan pada kelenjar adrenal.
  •   Kanker yang menyebar dari organ lain ke kelenjar adrenal.
  •   Amiloidosis
  •   Kelainan genetik
  •   Operasi pada kelenjar adrenal.

Meski dapat dialami oleh siapa saja, Penyakit Addison lebih berisiko terjadi pada seseorang dengan faktor berikut ini :

  •   Berjenis kelamin wanita, berusia 30-50 tahun.
  •   Konsumsi obat-obatan untuk menangani Sindrom Cushing.
  •   Memiliki penyakit autoimun lain, seperti diabetes tipe 1 atau vitiligo.
  •   Menderita infeksi yang berlangsung lama, seperti Tuberkulosis (TBC) atau HIV/AIDS.
  •   Menderita anemia pernisiosa, misalnya karena kekurangan vitamin B12.
  •   Menderita kanker
  •  Mengonsumsi obat golongan antikoagulan, kortikosteroid, atau obat golongan anti jamur.
  •   Memiliki riwayat Penyakit Addison dalam keluarga.

Gejala Penyakit Addison

Pada tahap awal, gejala Penyakit Addison sulit dideteksi karena mirip dengan gejala penyakit lain, seperti :

  •   Kelelahan dan kurang bersemangat.
  •   Nyeri perut
  •   Keinginan berlebih untuk mengonsumsi makanan asin.
  •   Kantuk, mual atau muntah
  •   Diare, lesu
  •   Tidak nafsu makan, sehingga terjadi penurunan berat badan.
  •   Gula darah rendah (hipoglikemia).
  •   Sakit kepala, pusing saat berdiri.
  •   Bagian lipatan tubuh menggelap (hiperpigmentasi).
  •   Nyeri dan kram otot, gampang marah.
  •   Sering buang air kecil, sering haus.
  •   Sulit berkonsentrasi, rambut rontok.
  •   Menstruasi tidak teratur.
  •   Melambatnya pubertas pada anak-anak.
  •   Hilangnya gairah seksual.
  •   Depresi

Ketika kerusakan kelenjar adrenal sudah parah, hal ini bisa menimbulkan gejala yang berat yang disebut krisis Addison atau krisis adrenal dan dapat membahayakan nyawa. Berikut ini adalah tanda dan gejala krisis adrenal :

  •   Tubuh terasa sangat lemah.
  •   Nyeri pada punggung bagian bawah atau kaki.
  •   Sakit perut parah.
  •   Muntah dan diare yang parah dan memicu dehidrasi.
  •   Tekanan darah yang sangat rendah (syok).
  •   Kebingungan
  •   Penurunan kesadaran

Kapan Harus ke Dokter 

Lakukan pemeriksaan diri ke dokter jika Anda mengalami gejala-gejala di atas, terutama bila terdapat gejala berupa :

  •   Hiperpigmentasi, kelelahan parah.
  •   Penurunan berat badan secara dratis.
  •   Gangguan pencernaan, seperti diare.
  •   Nyeri otot atau sendi, pusing, pingsan.

Pemeriksaan Penyakit Addison

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :

1.      Tes Darah

Tes ini dilakukan untuk mengetahui kadar gula, natrium, kalium, hormon kortisol, aldosteron, dan adrenokortikotropik (ACTH) dalam darah. Tes darah juga dilakukan untuk mendeteksi antibodi yang dapat menyerang kelenjar adrenal.

2.      Tes Stimulasi ACTH

Tes stimulasi ACTH dilakukan untuk mengetahui kadar hormon kortisol di dalam darah sebelum dan sesudah ACTH sintetis disuntikkan. Pada penyakit Addison, hormon kortisol akan tetap rendah setelah penyuntikan ACTH sintetis.

3.      Pemindaian

Pemindaian dapat dilakukan dengan CT scan atau MRI, untuk mendeteksi ukuran kelenjar adrenal yang tidak normal, kelainan pada kelenjar pituitari, dan mengetahui penyebab dari insufisiensi adrenal.

 

 

 

Referensi               :

1.  IGN Adhiarta, dkk. 2016. Penyakit Addison, Krisis Adrenal. Jurnal Ilmiah Kedokteran Subbagian Endokrinologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran Bandung.

2.  Betterle, C., Presotto, F., & Furmaniak, J. 2019. Epidemiology, Pathogenesis, and Diagnosis of Addison's Disease in Adults. Journal of Endocrinological Investigation, 42 (12), pp. 1407-1433.

3.   Dineen, R., Thompson, C., & Sherlock, M. 2019. Adrenal Crisis : Prevention and Management in Adult Patients. Therapeutic Advances Endocrinology and Metabolism, DOI: 10.1177/2042018819848218.

4.   American Academy of Family Physicians. 2019. Family Doctor. Addison's Disease.

5.  National Institute of Health. 2019. U.S. National Library of Medicine MedlinePlus. Addison Disease.

6.   National Organization for Rare Disorders. 2018. Rare Disease Information. Addison’s Disease.

7.  The Johns Hopkins University. 2021. Conditions and Diseases. Adrenal Insufficiency (Addison's Disease).

8.   Lucile Packard Children’s Hospital Stanford. 2021. Addison Disease in Children.