Sabtu, 23 Juli 2022 08:11 WIB

Pencegahan Penularan COVID-19 secara Vertikal

Responsive image
972
Cindy Kesty, Nuswil Bernolian - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

COVID-19 merupakan sebuah pandemi yang dideklarasikan pada 11 Maret 2020. Wabah ini pertama kali terdeteksi di Kota Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, dengan jumlah penduduk 11 juta jiwa. Pada awal Januari 2019, virus COVID-19 menyebar dengan cepat ke negara lain termasuk Thailand, Jepang, Korea, Amerika Serikat, dan Iran.

Pada 7 Januari 2020, para ilmuwan di Cina mengidentifikasi agen penyebab epidemi sebagai virus corona yang sebelumnya tidak diketahui, dan diberi sebutan 2019-nCoV (untuk virus corona baru 2019). Pada 11 Februari 2020, penyakit novel coronavirus mendapatkan nama resmi oleh World Health Organization (WHO) yaitu penyakit Coronavirus 19 (COVID-19) dan Komite Internasional untuk Taksonomi Virus telah mengusulkan SARS-CoV-2 sebagai nama virus penyebab COVID-19.

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa wanita hamil atau wanita yang baru hamil yang berusia lebih tua, kelebihan berat badan, dan memiliki kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti hipertensi dan diabetes tampaknya memiliki peningkatan risiko terkena COVID-19 yang berat. Wanita hamil dengan COVID-19 juga berisiko lebih tinggi dioperasi caesar, melahirkan prematur, dan bayi mereka dirawat di NICU. Tingkat kematian bayi lahir mati dan neonatus rendah pada wanita yang diduga atau dikonfirmasi COVID-19.

Beberapa manifestasi COVID-19 yang paling umum, yaitu demam, batuk, dan kelelahan atau mialgia, produksi sputum, dan sakit kepala. Salah satu manifestasi dari infeksi SARS-CoV-2 yaitu pneumonia virus yang merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada wanita hamil. Terdapat morbiditas pneumonia ibu berupa beberapa luaran obstetric yang merugikan, termasuk ketuban pecah dini dan persalinan prematur, Janin Mati Dalam Rahim (JMDR), Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) dan kematian neonatus.

Akibat peningkatan jumlah ibu hamil dengan COVID-19 dilaporkan secara global terutama pada tahun 2021 ini, para peneliti berikhtiar untuk mencari potensi penularan dari ibu ke anak (transmisi vertikal) SARS-CoV-2, baik in utero, intrapartum atau pada periode awal pascakelahiran. Pada umumnya, virus pernafasan, seperti SARS-CoV-2, tidak mudah ditularkan di dalam rahim.
Sementara itu, sebagian besar neonatus yang lahir dari ibu yang terinfeksi dinyatakan negatif SARS-CoV-2. Satu ulasan menemukan bahwa 1,9% (95/4907) neonatus dinyatakan positif pada usia 24 jam atau kurang. Mayoritas neonatus mengalami gejala yang tidak berat. Oleh karena itu, bagaimana penularan vertikal SARS-CoV-2 terjadi dan waktu penularan masih tidak jelas dan membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Mekanisme penularan vertikal patogen menular 
Studi yang dilakukan sejauh ini belum ada yang mengungkapkan bahwa penularan vertikal COVID-19 dari ibu ke anak dapat terjadi karena persalinan pervaginam atau operasi caesar. Beberapa penelitian telah dilakukan tentang penularan vertikal COVID-19 melalui swab test tenggorokan bayi baru lahir dari ibu hamil yang positif COVID- 19 yang menjalani operasi caesar.

Sementara itu, bukti terbatas ada pada transmisi vertikal, prevalensi dan gambaran klinis COVID-19 selama kehamilan, persalinan, dan periode pascakelahiran. Saat ini, tidak terdapat bukti penularan vertikal intrauterin COVID-19 dari ibu hamil yang terinfeksi ke janinnya. Namun, ibu yang terinfeksi mungkin berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi pernafasan yang lebih berat. Diketahui bahwa ibu yang terinfeksi dapat menularkan virus COVID-19 melalui tetesan pernafasan selama menyusui. Oleh karena itu, ibu yang diketahui atau diduga COVID-19 harus mematuhi standar dan kewaspadaan kontak selama menyusui. 

Selain itu, penelitian Moreno SC, dkk. (2020) memberikan bukti tambahan untuk mendukung bahwa penularan vertikal COVID-19 sangat rendah.

Berdasarkan tinjauan ilmiah WHO, transmisi vertikal ibu ke janin dapat terjadi melalui 3 rute, yaitu:

  1. Penularan in utero dapat terjadi melalui rute hematogen atau lebih jarang melalui rute ascending. Mayoritas patogen yang ditransmisikan in utero adalah mereka yang mengalami infeksi sistemik (aliran darah) terjadi pada wanita hamil untuk memungkinkan patogen mencapai plasenta. Setelah patogen mencapai plasenta, ia harus melintasi permukaan ibu-plasenta (baik melalui infeksi sel plasenta atau melalui gangguan barier plasenta) untuk mendapatkan akses ke pembuluh darah janin, mencapai janin dan menyebabkan infeksi. Risiko infeksi janin dapat meningkat atau menurun selama kehamilan tergantung pada patogen.
  2. Transmisi intrapartum terjadi selama persalinan dan nifas serta memerlukan pajanan neonatus terhadap patogen infeksius dalam darah ibu, sekret vagina, atau feses selama proses persalinan, dan agar patogen dapat mencapai sel inang yang sesuai untuk dapat menyebabkan infeksi neonatus.
  3. Transmisi pascapersalinan dapat terjadi melalui menyusui dan membutuhkan paparan bayi terhadap ASI yang mengandung patogen infeksius, patogen untuk mencapai lokasi target pada bayi melalui rute oral/gastrointestinal, dan patogen untuk mengatasi sistem pertahanan bayi. Penularan pascapersalinan juga dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi ke bayinya melalui pernafasan atau sekresi ibu yang menular lainnya, atau melalui kontak dengan pengasuh atau benda lain yang terinfeksi.

Penularan vertikal SARS-CoV-2
Transmisi in utero: Transmisi SARS-CoV-2 in utero mungkin terjadi. Viremia akibat SARS-CoV-2 meskipun jarang, tampaknya lebih mungkin terjadi pada mereka dengan penyakit berat. Selain itu, reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE-2) terkait membran sel dan transmembran protease serine 2 (TMPRSS2) yang diperlukan untuk entri seluler SARS-CoV-2 telah diidentifikasi dalam sel plasenta. SARS-CoV-2 dapat dikaitkan dengan kerusakan vaskuler, termasuk hiperkoagulopati pada wanita hamil. Dengan cedera iskemik pada plasenta, SARS-CoV-2 dapat mencapai janin tanpa memerlukan infeksi sel plasenta. ACE-2 dan TMPRSS2 dapat ditemukan di paru-paru janin manusia serta jaringan janin lainnya. Jadi, jika virus mencapai janin, infeksi janin mungkin terjadi.

Transmisi intrapartum: SARS-CoV-2 tampaknya jarang terdeteksi pada usap vagina pada wanita hamil. Namun, pelepasan RNA SARS-CoV-2 sering terjadi dalam tinja orang yang terinfeksi. Kontaminasi feses pada saluran vagina/vulva selama persalinan dan nifas berpotensi memungkinkan kontaminasi virus SARS-CoV-2 pada oro/nasofaring neonatus selama persalinan pervaginam. Mungkin juga terdapat kontaminasi virus di lingkungan selama persalinan dan melahirkan atau segera setelah lahir, karena tetesan dan aerosol yang dihasilkan oleh wanita yang terinfeksi selama persalinan aktif, serta kontaminasi tinja ibu dari lingkungan terdekat, terutama selama persalinan pervaginam, yang dapat menyebabkan infeksi virus oleh neonatus segera setelah lahir.

Transmisi pascapersalinan: Transmisi SARS-CoV-2 pascapersalinan tampaknya merupakan penyebab mayoritas infeksi yang dilaporkan pada neonatus, kemungkinan mewakili paparan terhadap ibu yang terinfeksi, pengasuh lain atau fomites. Sementara SARS-CoV-2 telah dideteksi dengan tes Reverse Transcription- Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dalam Air Susu Ibu (ASI), tampaknya tidak biasa dan sampai saat ini tidak ada replikasi virus yang kompeten yang terdeteksi.
Imunoglobulin G (IgG), IgM dan IgA spesifik SARS-CoV-2 telah terdeteksi dalam ASI; tidak diketahui apakah antibodi ini akan melindungi terhadap infeksi pada bayi yang disusui. Pada periode pascapersalinan, bayi dapat terpajan SARS-CoV-2 dari ibu yang terinfeksi, pengasuh lain dan/atau lingkungan neonatus, sehingga sumber infeksi pascapersalinan, jika terjadi, sulit untuk ditentukan.

Sistem klasifikasi yang diusulkan untuk menentukan waktu penularan vertikal SARS-CoV-2 didasarkan pada tiga elemen:

  1. infeksi ibu yang terdokumentasi, menggunakan definisi kasus WHO COVID-19, kapan saja selama kehamilan untuk infeksi in utero; dekat waktu persalinan untuk infeksi intrapartum dan awal pascapersalinan;
  2. tes untuk mengevaluasi kemungkinan paparan awal dalam kandungan atau intrapartum; dan
  3. tes untuk mengevaluasi pajanan/persistensi virus di kemudian hari atau respons imun spesifik virus pada janin/neonatus. 

Waktu penularan vertikal (in utero, intrapartum dan awal pascapersalinan) diklasifikasikan dalam kategori yang saling eksklusif, sebagai berikut: 

  1. dikonfirmasi;
  2. mungkin (bukti bersifat sugestif tetapi tidak memastikan adanya infeksi);
  3. tidak mungkin (sedikit dukungan untuk diagnosis tetapi infeksi tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan); dan
  4. tidak tentu (bila tes yang diperlukan untuk mendefinisikan klasifikasi belum dilakukan).

Mode persalinan
Semua neonatus dengan RT-PCR positif dilahirkan melalui operasi caesar yang menunjukkan bahwa operasi caesar mungkin belum tentu lebih aman daripada persalinan pervaginam dalam mencegah penularan COVID-19 dari ibu ke anak.

 

Referensi:
1. Karimi-Zarchi M, Neamatzadeh H, Dastgheib SA, Abbasi H, Mirjalili SR, Behforouz A, et al. Vertical transmission of coronavirus disease 19 (COVID-19) from infected pregnant mothers to neonates: A Review. Fetal Pediatr Pathol. 2020;39(3):246-50.

2. Puspita R. COVID-19 in pregnant women and their newborns?: A review. Ex cellMidwifery J. 2020;3(2):46-52.

3. Ciapponi A, Bardach A, Comandé D, Berrueta M, Argento FJ, Cairoli FR, et al. COVID-19 and pregnancy: An umbrella review of clinical presentation, vertical transmission, and maternal and perinatal outcomes. PLoS One. 2021;16(6 June):1-27.

4. Kotlyar AM, Grechukhina O, Chen A, Popkhadze S, Grimshaw A, Tal O, et al. Vertical transmission of coronavirus disease 2019: A systematic review and meta-analysis. Am J Obstet Gynecol. 2021;224(1):35-53.e3. 

5. WHO. Definition and categorization of the timing of mother-to-child transmission of SARS-CoV-2:Geneva: World Health Organization: 7 February 2021 | COVID-19: Scientific briefs. 2021;(February):1-14.

6. Tolu LB, Ezeh A, Feyissa GT. Vertical transmission of severe acute respiratory syndrome coronavirus 2: A scoping review. PLoS One. 2021;16(4 April 2021):1-12. 

7. Moreno SC, To J, Chun H, Ngai IM. Vertical transmission of COVID-19 to the neonate. Infect Dis Obstet Gynecol. 2020;2020:1-5.