Jumat, 22 Juli 2022 21:41 WIB

Hipertermia pada Dengue Haemoragic Fever di Tengah Pandemi Covid-19

Responsive image
4145
Logis Sriwulaningsih, AMK - RS Jiwa Prof.Dr.Soeroyo Magelang

Dengue Haemoragic Fever atau disingkat DHF merupakan suatu penyakit yang bersumber dari binatang yaitu nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopoctus. Nyamuk merupakan salah satu binatang yang berkembang biak diwilayah dengan iklim endemis, dan Indonesia merupakan wilayah iklim endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air, hal ini berarti hujan akan turun pada penghujung tahun 2021 dan awal tahun 2022. Hal inilah yang menjadi faktor pendukung untuk nyamuk aedes aegypti berkembang biak dan menyebarkan virus dengue yang menyebabkan terjadinya penyakit dengue hemorrhagic fever yang diperkirakan meningkat pada awal tahun di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Kesehatan pada bulan oktober 2021 jumlah kasus di Indonesia secara kumulatif ada 37.646 dengan angka kematian sejumlah 361 kasus. Rata-rata usia yang paling banyak terinfeksi pada rentang 15 hingga 44 tahun sejumlah 31,54 %, 5 sampai 14 tahun 30,46 %, diatas 44 tahun ada 24,73 %, usia 1 sampai 4 tahun 10,68 % dan bayi dibawah 1 tahun 2,60 %. Kondisi cuaca musim hujan dengan curah hujan tinggi seperti sekarang ini telur nyamuk akan menetas lebih banyak, hal ini sangat berpengaruh pada tingginya kasus Dengue Hemorrhagic Fever.

Gejala dari Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) yang akan muncul ditandai dengan demam, terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 sampai 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan manisfestasi perdarahan seperti mimisan atau gusi berdarah serta adanya kemerahan dibagian permukaan tubuh penderita. Bisa juga terjadi syok biasanya terjadi pada hari ketiga sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut.

Sedangkan Coronavirus Desease 19 (Covid-19) sudah menjadi konsumsi harian masyarakat Indonesia, bahkan sebagian besar Negara di seluruh dunia. Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis corona virus yang baru ditemukan, yang pertama kali terjadi di Wuhan, China pada bulan Desember 2019. Adapun gejala Covid-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah, dan batuk kering, rasa nyeri sakit, hidung tersumbat, pilek, sakit tenggorokan atau diare. Gejala terbaru yang sering dialami yaitu anosmia atau tidak bisa mencium bau dan hilang rasa serta nyeri telan. Covid-19 dapat menyebar dari orang ke orang melalui percikan-percikan dari hidung atau mulut yang keluar saat orang yang terjangkit Covid-19 batuk atau mengeluarkan napas. Percikan yang keluar tersebut akan jatuh dan mengenai benda serta permukaan lain di sekitarnya. Apabila benda atau permukaan tersebut disentuh atau tersentuh tangan, kemudian tangan tersebut menyentuh mata, hidung atau mulutnya, maka orang tersebut bisa tertular Covid-19.

Hal ini yang perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya peningkatan DHF saat ini karena Indonesia saat ini mengalami musim kemarau basah. Kondisi dari bulan Januari hingga sekarang masih selalu ada hujan dan ini sangat memungkinkan memunculkan banyak genangan air. Kondisi menjadi semakin sulit karena saat ini bersamaan dengan pandemi Covid-19 yang belum selesai dan kemungkinan akan terjadi gelombang yang berikutnya. Karena baik DHF maupun covid-19 sama-sama dicirikan dengan panas tinggi. Oleh karena itu, yang terpenting harus tahu diagnosisnya terlebih dahulu sehingga bisa dilakukan cara pengobatannya yang tepat. Sebab, jika hanya melihat dari ciri demam saja, baik DHF maupun covid-19 juga dicirikan demam tinggi. Jadi, sebaiknya jika panas entah covid atau DHF segera periksa ke fasilitas Kesehatan terdekat. Untuk masyarakat yang penting lakukan 3M plus, yaitu menguras, menutup dan mengubur yang memungkinkan menjadi sarang nyamuk. Mengelola sampah dengan baik jangan sampai berserakan dan jika memungkinkan pelihara ikan untuk membantu mengatasi jentik nyamuk.

Kebijakan Pemerintah baik pusat maupun daerah telah mengimbau agar masyarakat bersiap untuk menghadapi new normal alias hidup berdampingan dengan Covid-19 sambil menjalani aktivitas seperti biasa. Namun, tetap ada batasan-batasannya dan selalu menerapkan protokol kesehatan. Sejak pandemi Covid-19 muncul, hampir semua orang mengalami kendala untuk menjalani kehidupan normal akibat pembatasan yang perlu dilakukan untuk mencegah penularan virus Corona. New normal adalah langkah percepatan penanganan Covid-19 dalam bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Skenario new normal yang dijalankan dengan mempertimbangkan kesiapan daerah dan hasil riset epidemiologis di wilayah terkait. Pada era new normal untuk pembukaan tempat wisata hotel dan tempat wisata selain desinfeksi juga pemberantasan sarang nyamuk apalagi ruangan yang tidak ada okupansi akibat sebagai efek menerapkan jaga jarak. 

DHF yang masih terjadi bahkan di tengah Pandemi Covid-19. Apalagi, masih banyak masyarakat yang menghabiskan waktu di rumah. Namun, DBD di tengah pandemi ini bisa dicegah. Di tengah Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, pemerintah dihadapkan pada masalah kesehatan lain, yaitu Dengue Hemorraghic Fever (DHF) atau wabah demam berdarah dengue (DBD). Perubahan pola cuaca tahun ini, dengan transisi dari musim kemarau ke musim hujan, berkontribusi pada sejumlah besar kasus pada DHF. Pandemi Covid-19 juga telah memberikan tekanan pada upaya pencegahan DHF. Sistem yang diterapkan untuk memantau nyamuk baik secara mandiri oleh penduduk maupun pemerintah tidak bekerja selama pandemi karena semua energi didedikasikan untuk mengatasi Covid-19. Hal ini juga menjelaskan bahwa kebijakan pembatasan untuk mencegah penyebaran Covid-19 juga membatasi pergerakan para petugas kesehatan yang memantau adanya nyamuk melalui sistem door-to-door dan mendistribusikan larvisida kepada penduduk, atau disebut jumantik. Nyamuk aedes aegypti sendiri biasanya menggigit pada pagi dan sore hari, tentunya saat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) atau penerapan jaga jarak juga dilakukan saat kita berada di rumah, yang biasanya kita berada di kantor, sekolah atau tempat-tempat lainnya. Keberadaan masyarakat di rumah karena adanya himbauan di rumah saja atau stay at home, seharusnya membuat masyarakat semakin sadar bahwa nyamuk mudah bersarang di mana pun. Jadi akan ebih mudah untuk kita memastikannya dengan melihat pola ini, masih banyak sarang nyamuk yang berpotensi menjadi penularan virus dengue yang kemudian menimbulkan jumlah kasus yang cukup banyak dilaporkan fasilitas layanan Kesehatan (baik Puskesmas maupun Rumah Sakit).

Di tengah pandemi Covid-19 ini, kita harus secara sadar dan wajib tetap bergerak memantau nyamuk baik secara mandiri, bersama-sama maupun bekerja sama dengan pemerintah. Diharuskan masyarakat menjaga kebersihan lingkungan secara rutin satu bulan sekali. Nyamuk aedes aegypti lebih senang bersarang di air yang bersih yang dibiarkan tergenang. Langkah pencegahan dengan melakukan 3M Plus, yakni dengan menguras penampungan air bersih atau mengeringkan genangan air, menutup kolam atau wadah penampungan air dan mengubur barang bekas atau mendaur ulang/memanfaatkan limbah bekas agar tidak menjadi sarang nyamuk. Plus mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk, seperti dengan memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, menggunakan obat anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi, gotong royong membersihkan lingkungan, periksa tempat-tempat penampungan air, memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar, menanam tanaman pengusir nyamuk, Langkah lain yang praktis yaitu jangan menggantung pakaian bekas pakai yang berpotensi menjadi tempat bersembunyi nyamuk DBD di dalam rumah. Dengan kebiasaan baru yang mengharuskan kita untuk membersihkan diri setelah sampai di rumah, sekaligus memastikan pakaian yang dipakai setelah aktivitas langsung dicuci. Hal ini sejalan dengan pesan pemerintah untuk memberantas Covid-19, sekaligus dapat mencegah DHF.

Perawat dalam hal ini melaksanakan asuhan keperawatan pasien Dengue Hemorrhagic Fever seringkali mengangkat diagnosa keperawatan hipertermia berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan. Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016), Hipertermia adalah kondisi dimana suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh. Berdasarkan paparan diatas penulis merasa tertarik untuk menyusun Artikel dengan judul Hipertermia pada Dengue Haemorrhagic Fever di tengah Pandemi covid-19.

Penulisan artikel ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Dengue Hemorrhagic Fever yang komprehensif dengan pendekatan proses keperawatan berfokus pada hipertermia dihubungkan dengan kondisi pandemic covid-19. Sehingga tujuan secara khususnya yaitu penulis mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan, tindakan keperawatan, evaluasi keperawatan pada klien dengan hipertermia dan mampu membandingkan dengan konsep teori serta pada akhirnya mampu medokumentasikan asuhan keperawatan pada hipertermia.

Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini dengan desain secara deskriptif, dimana dalam hal ini penulis akan menjelaskan tentang kasus yang dialami oleh dua orang pasien dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dimulai dari pengkajian hingga evaluasi. Subyek dari penulisan ini adalah dengan mengambil dua kasus dari pasien yang dirawat dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dengan melakukan ringkasan/resume mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan mengelompokkan data subyektif dan obyektif, kemudian menganalisa seluruh data menggunakan teknik analisis reduksi data dengan memilih data yang sesuai dengan asuhan keperawatan berfokus pada diagnosa keperawatan hipertermia pada pasien yang mengalami Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) selanjutnya mendeskripsikan melalui teks narasi dan menarik kesimpulan untuk mengevaluasi asuhan keperawatan yang dilakukan.

Pengkajian kasus pertama dengan demam, suhunya kadang naik kadang turun dengan suhu 39°C, batuk berdahak dan flu, terdengar suara napas tambahan (ronchi), keadaan umum lemah, mual muntah, nafsu makan menurun, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia (Trombosit:26/ul), nadi: 100 x/menit, pernapasan: 36 x/menit. Diagnosis yang muncul dalam kasus ini yaitu hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue, ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya secret, resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual muntah dan nafsu makan menurun. Intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan kebutuhan nutrisi, berat badan ideal, mukosa bibir lembab, tidak lemas lagi. Observasi BB, anjurkan makan selagi hangat, anjurkan keluarga untuk memberikan makanan kesukaan pasien jika tidak ada kontra indikasi, anjurkan keluarga untuk memberi makanan sedikit tapi sering, dan kolaborasi dengan ahli gizi. Tindakan yang pertama memberikan diet TKTP atau nutrisi yang adekuat, memberikan sari buah yang banyak mengandung air, memberikan susu atau makanan dalam keadaan hangat, memberikan makan mulai dari sedikit tetapi sering hingga jumlah asupan terpenuhi, memberikan nutrisi dalam bentuk makanan lunak untuk membantu nafsu makan, memonitor perubahan berat badan, adanya bising usus, dan status gizi. Tidak ada pantangan atau diet khusus buat pasien DBD. Diet perlu bergizi tinggi agar daya tahan tubuh lebih kuat. Implementasi observasi BB. Kolaborasi dengan ahli gizi. Mencegah bahaya perdarahan lambung dan pencernaan, makanan sebaiknya yang lembek dan tidak merangsang. Mencegah perdarahan di larang banyak bergerak buang air kecil di tempat tidur. Evaluasi yang didapatkan pada kasus ini setelah implemenstasi pasien mengatakan sudah tidak lemas, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat 26 kg, intervensi dihentikan pasien pulang. Data ini menunjukkan bahwa hasil evaluasi sesuai dengan kriteria hasil yang diinginkan penulis dari segi kognitif, afektif dan psikomotor sehingga masalah teratasi.

Pengkajian ke dua didapatkan data klien mengatakan demam mulai sejak 2 hari disertai pusing, mual dan muntah, tubuh panas, menggigil dan disertai muntah setiap kali makan, akhirnya dibawa ke Rumah Sakit. Saat dilakukan pengakajian, hasil pemeriksaan Nadi 92x/menit, Suhu 38,2?c, pernafasan 26x/menit SpO?: 96% akral panas, kulit teraba panas dan kemerahan, mukosa bibir kering dan pucat. Berdasarkan hasil pengkajian dapat ditegakkan diagnosa yaitu Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue. Pada klien dilakukan intervensi yang telah disusun sesuai teori yang akan dilakukan secara mandiri maupun kolaboratif sesuai dengan kondisi atau keadaan klien. Berdasarkan diagnosa keperawatan Hipertermi, rencana tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada klien di implementasikan yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Setelah diberikan asuhan keperawatan, masalah teratasi pada hari ke empat sesuai dengan kriteria hasil yang ditetapkan yaitu, Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37.5°C), Tidak ada perubahan warna kulit, tidak ada pusing, Nadi dalam rentang normal (60-100x/menit), RR dalam rentang normal (14-20x/menit) dan Kulit tidak teraba panas.

Pengkajian pada kedua klien sama-sama mengarah pada diagnosis keperawatan hipertermia dengan adanya keluhan utama demam dan suhu tubuh meningkat. Suhu naik turun, mukosa mulut kering, kulit teraba panas. Menurut penulis tidak ditemukan banyak kesenjangan antara kasus dengan tinjauan teori, tanda dan gejala yang dapat muncul pada penderita demam berdarah dengue biasanya yaitu demam naik turun kisaran antara 2-7 hari, mual muntah dan penurunan nafsu makan, uji turnequet positif, terdapat ptekie, nyeri otot atau sendi. Gejala petekie pada klien diakibatkan oleh virus yang telah masuk kedalam tubuh klien, masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegepty. Pertama-tama terjadi viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, atau bintik-bintik pada kulit (petekie). Petekie muncul karena adanya suatu kelainan dari trombosit. Sedangkan yang dialami pada kedua kasus adalah perdarahan yang lebih luas lagi dibandingkan dengan petekie. Klien mengalami demam, mulai merasa tidak nyaman, aliran darah cepat, terjadi kekurangan cairan sehingga menyebabkan kulit terasa hangat dan membrane mukosa kering. Sedangkan dengan bintik-bintik kemerahan pada kulit penderita DBD atau DD kita sebut sebagai petekie. Petekie tersebut terjadi karena adanya perdarahan yang disebabkan oleh menurunnya kadar trombosit dalam darah begitu pula dengan mimisan tersebut juga akibat dari manifestasi perdarahan tersebut. Penyakit DHF disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan oeh nyamuk Aedes Aegety yang biasanya berlangsung pada musim penghujan. Virus dengue akan masuk ke dalam peredaran darah orang yang digigitnya bersama saliva nyamuk, kemudian virus akan mengakibatkan leukosit menurun dan bereplikasi. Leukosit akan merespon adanya viremia dengan mengeluarkan protein cytokines dan interferon yang bertanggung jawab terhadap timbulnya demam atau hipertermia.

Pada kedua klien muncul diagnose keperawatan hipertermia, hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal dengan batasan karakteristik peningkatan suhu diatas normal lebih dari 37,5°C, kulit kemerahan, kejang, takikardi, takipnea, kulit teraba panas. Hipertermia adalah adanya kenaikan suhu tubuh di atas normal sebagai respon dari stimulus patologis (stimulus yang menyebabkan sakit) yang berhubungan dengan adanya infeksi bakteri yang serius dan juga beresiko terkena infeksi bakteri maupun virus lebih lanjut.

Rencana keperawatan yang ditetapkan bersifat mandiri maupun kolaboratif yang akan dilakukan sesuai dengan kondisi klien. Hal ini dikarenakan pada demam hari ke 4, klien memasuki fase kritis dimana demam biasanya akan mengalami penurunan secara mendadak, sehingga perlu ditambahkan intervensi yang sesuai dengan kondisi klien tersebut yaitu dengan menambahkan intervensi memantau adanya penurunan suhu serta mengobservasi munculnya ruam atau bintik merah pada permukaan kulit. Tidak ada pantangan atau diet khusus buat pasien DHF. Diet perlu bergizi tinggi agar daya tahan tubuh lebih kuat. Semua penyakit yang disebabkan oleh virus umumnya hanya dilawan oleh pertahanan tubuh saja. Maka tubuh perlu memperkuat ketahanannya, karena tak bisa dibantu dengan obat. Semua penyakit yang disebabkan oleh virus umumnya hanya dilawan oleh pertahanan tubuh saja. Maka tubuh perlu memperkuat ketahanannya, karena tak bisa dibantu dengan obat. Makan sedikit tapi sering, makan snack yang sehat, pertahankan pola makan dan makan snack yang teratur, sediakan camilan, maka makanlah makanan yang paling disukai, jika tidak cukup makan, maka dapat dipilih minuman yang tinggi kalori, tinggi protein dapat dikonsultasikan dengan dokter.

Evaluasi yang didapatkan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3-4 hari didapatkan hasil masalah hipertermia teratasi, dimana klien sudah tidak mengalami panas dan hal ini terjadi karena infeksi virus dengue dalam tubuh sudah tidak ada yang dibuktikan dengan kriteria kriteria hasil suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37.5°C), tidak perubahan warna kulit dan pusing, nadi dalam rentang normal, (60-100x/menit), RR dalam rentang normal (14-20x/menit), kulit tidak teraba panas. Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang ditetapkan (Tarwoto & Wartonah, 2015). Masalah klien dapat teratasi penuh terbukti dari kriteria hasil yang telah ditetapkan, Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37.5°C, Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, Nadi dalam rentang normal (60- 100x/menit), RR dalam rentang normal (14- 20x/menit), Kulit tidak teraba panas.

Dari pemaparan kasus diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa Hasil pengkajian didapatkan diagnosa keperawatan yaitu hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi virus dengue). Intervensi keperawatan pada klien dengan hipertermia yaitu dengan monitor suhu sesering mungkin, memonitor insensible water lose, memonitor warna dan suhu kulit, melakukan kompres hangat, kolaborasi pemberian antiperitik. Evaluasi pada klien hipertermia rata-rata membaik, setelah dilakukan implementasi selama tiga hari masalah teratasi. Pemberian asuhan keperawatan pada klien yang menderita dengue haemorargic fever dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip patient center care yaitu perawatan yang berpusat pada orang/pasien secara aktif berpartisipasi dalam perawatan medis mereka sendiri termasuk keluarga bersama professional kesehatan, sehingga asuhan keperawatan dapat berjalan secara efektif.

Keluarga diharapkan juga dapat berperan dalam adaptasi kebiasaan baru di mana dengan pengaturan waktu kerja, penggiliran hari kerja, pergantian hari berkantor, dan bisa bekerja dari rumah atau work from home, memberikan beberapa orang waktu untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk di rumah dan lingkungan sekitar rumahnya. Ciri-ciri gejala DHF tidak langsung muncul perlu diwaspadai setiap anggota keluarga. Seseorang baru merasakan gejala pada 4 hingga 10 hari setelah digigit nyamuk bervirus dengue. Gejala paling umum yaitu demam tinggi bisa mencapai 40 derajat celcius, meski kadang gejalanya disertai muntah, nyeri perut. Pada prinsipnya pencegahan penyakit DHF maupun covid-19 adalah dengan menghindari infeksi virus, dan untuk DHF dengan gigitan nyamuk. Mari bersama-sama membasmi DHF dan terus melawan Covid-19. Memulai dari melindungi diri kita, lindungi keluarga, mulai dari rumah untuk melawan Covid-19 dan mencegah DHF. Tanda dan gejala yang hampir mirip antara DHF dan covid-19, menjadikan kita perlu mewaspadainya. Terutama terkait kondisi peningkatan suhu tubuh yang sering menandai munculnya penyakit tersebut. Sehingga edukasi untuk mendorong masyarakat melakukan PSN harus terus dilakukan. Perawat juga menjadi educator selain merawat juga memastikan dapat memberikan informasi pemberantasan sarang nyamuk dengan tepat, Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus terus diterapkan. Sebab, dengue haemorargic fever bisa sembuh dengan daya tahan tubuh baik dan imunitas baik. Dengan demikian ketika hal ini dapat dilakukan dengan baik oleh semua lapisan masyarakat, DHF dapat dicegah dan semoga pandemi ini dapat segera berakhir. Terima kasih.

 

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif A. H., & Kusuma H., (2015), Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 2, Jogjakarta: Mediaction Publishing

Nursalam, (2016), Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis, Edisi 4, Jakarta: Salemba Medika

PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI

Rahayu, M., Baskoro, T., & Wahyudi, B., (2010), Studi Kohort Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue, Berita Kedokteran Masyarakat

Ratnasari, R. P., Puspita, M. T., & Wijayanti, D. P., (2018), Asuhan Keperawatan Pada Klien yang Mengalami Dengue Hemorragic Fever dengan Hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan, Jurnal Keperawatan

Soedarto, (2012), Demam Berdarah Dengue: Dengue Haemorrhagic Fever, Jakarta: CV Sagung Seto

Susilaningrum R., dkk., (2013), Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta: Salemba Medika

Utomo, A. P., (2020), WHO Umumkan Virus Corona sebagai Pandemi Global, Kompas

Wijayanti, V. I., Anugrahati, W. W., & Wibowo, (2019), Asuhan Keperawatan pada Klien Anak Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dengan Masalah Hipertermi, Jurnal Keperawatan

World Health Organization, (2020), Coronavirus disease 2019, Retrieved Januari 30, 2022