Jumat, 22 Juli 2022 21:37 WIB

Anak Pandemi Kurang Stimulasi

Responsive image
1068
Hafida Royan Haryono - RS Jiwa Prof.Dr.Soeroyo Magelang

Sudah dua tahun Indonesia mengalami pandemi Covid-19, semenjak awal tahun 2020 sampai sekarang (2022) dan belum diketahui kapan berakhirnya. Selama pandemi pula, terutama pada tahun 2021 terjadi lonjakan kelahiran bayi baru atau babyboom. Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, di tahun 2021 semester 1 angka kelahiran sebesar 376.610 bayi. Salah satu penyebabnya, karena aturan dari pemerintah untuk dirumah saja dan mengurangi mobilitas, sehingga banyak pekerja yang dirumahkan / WFH (work from home).

Masyarakat umum menyebut dengan istilah anak pandemi bagi anak-anak yang lahir dimasa pandemi covid-19. Kisaran usia anak pandemi saat ini antara 1-2 tahun. Dimana usia-usia ini merupakan usia krusial dalam tumbuh kembang anak. Terjadi perkembangan pesat pada sensorik dan motorik pada usia ini. Anak mulai belajar berjalan, mengeksplorasi lingkungan dengan sensorisnya atau semua inderanya.

Dengan motorik dan sensorik yang matang, akan mempengaruhi kemampuan bahasa, kognitif dan sosial anak. Kematangan motorik dan sensorik diperoleh dengan stimulasi yang cukup. Karena kondisi pandemi covid-19 menyebabkan kurangnya stimulasi akibat pembatasan aktivitas dan berdampak pula pada pola asuh anak pandemi. Para orang tua merasa kesulitan memberikan stimulasi penuh. Sehingga tidak sedikit anak yang hanya dirumah dan akhirnya hanya diberikan gadget untuk memudahkan pengasuhan. Salah satu dampak yang terlihat, pada usia 2 tahun kemampuan bahasa/wicara belum muncul atau masih mengoceh seperti anak usia 1 tahun. Selain itu, kemampuan motorik juga bermasalah seperti stability, flexibility dan praxis (perencanaan gerak). Hal ini disebabkan kurangnya stimulasi motorik dan sensorik.

Hal-hal yang bisa dilakukan untuk menstimulasi anak selama pandemi:

1.   Kenali tahap tumbuh kembang anak

Berhenti membandingkan anak kita dengan anak lain. Setiap anak memang punya fasenya masing-masing, namun ada batasannya, yakni kapan disebut terlambat perkembangannya. Sebelum menilai anak kita, sebaiknya orang tua belajar dari ahlinya. Di era sekarang akses ilmu sangatlah mudah, orang tua hanya duduk manis dengan gadgetnya bisa mengakses milestone anak. Tahap perkembangan / milestone sangat rinci, mulai dari tahapan motorik, sensorik, kognitif, bahasa sampai sosial setiap tahap usia.

2.   Memberikan stimulasi yang sesuai

Setelah mengetahui milestone anak, peran kita adalah memberikan stimulasi yang sesuai dengan tahapan perkembangannya, bukan sesuai usianya. Jika anak berusia 2 tahun, ternyata didapati usia perkembangannya masih setara usia 1,5 tahun, maka juga harus memberikan stimulasi sesuai perkembangan anak 1,5 tahun. Tujuannya adalah mematangkan kemampuan sistem sensori dan sensori motor anak. Pengaruh perkembangan motorik-sensorik sangat penting untuk kemampuan individu anak diatasnya. Anak mulai mengembangkan kosa kata dengan semakin banyaknya bahasa yang diserap anak. Anak merasa bangga/senang ketika merasa berhasil melakukan aktivitas sendiri. Anak akan merasa percaya diri terhadap kemampuannya (oh, ternyata aku bisa berlari dan menendang bola). Anak akan beralih dari tergantung menjadi lebih independent. Dampaknya dapat meningkatkan kemampuan sosial anak, yang merupakan bekal penting anak untuk beradaptasi dengan lingkungan

3.   Modifikasi lingkungan

Sebagai orang tua salah satu perannya memfasilitasi lingkungan anak sebagai media tumbuh kembangnya. Meskipun dalam kondisi pandemi, orang tua dituntut tetap bisa memberikan stimulasi yang aman untuk anak. Apabila mampu, dapat memodifikasi rumah dengan memberikan ruang bermain khusus anak. Sehingga anak tetap bisa bermain aman sesuai kebutuhan usianya. Apabila bermain diarea terbuka/umum harus pintar memilih tempat dan waktu yang tepat. Selain itu, modifikasi tidak hanya lingkungan secara fisik, namun juga aturan yang jelas dirumah, seperti jadwal harian (mandi, makan dll) serta aturan penggunaan gadget dirumah, bahkan dari literature anak dibawah 2 tahun sama sekali tidak boleh terpapar gadget/ No Screentime.

4.   Q-time dengan anak

Sebagai catatan, quality-time yang dimaksud bukan sekedar durasi waktunya yang lama, namun waktu yang bermakna untuk anak. Momen dengan anak bukan sekedar fisik kita hadir disisi anak, tapi sibuk bermain gadget atau anak kita tinggal memasak. Namun, benar-benar secara keseluruhan perhatian kita ke anak. Misalnya, kita ikut bermain peran dengan anak, ikut melempar dan tangkap bola, ikut merangkak ketika bermain mobilan. Dengan bermain bersama, kita memberikan stimulasi motorik-sensorik bahkan sampai memberikan input bahasa (karena kita merespond bermain bersamaan dengan berkomunikasi) sehingga akan menambah perpustakaan bahasa anak.

5.   Konsisten dalam pengasuhan

Untuk hasil maksimal dalam memberikan stimulasi ke anak, maka dibutuhkan konsistensi seluruh caregiver. Siapapun yang terlibat dalam pengasuhan anak dalam satu rumah (orang tua, kakek-nenek, babysister) harus satu visi-misi. Contoh sederhana, terdapat perbedaan pola asuh tentang aturan gadget antara orang tua dan nenek yang tinggal bersama, maka akan mempengaruhi behavior/perilaku sampai judgment anak itu sendiri. Anak akan kebingungan dalam berperilaku dan akhirnya si anak akan memilih yang menurutnya lebih menyenangkan, yakni yang membiarkan bermain gadget.

 

Referensi:

https://dukcapil.kemendagri.go.id/

Developmental milestones and the early years learning framework and the national quality standards by Australian government. https://www.acecqa.gov.au/

Faragher, J & McLean, J 1983, Childrens Stages of Development (birth to 2 ½ years), Collingwood, TAFE Publications Unit.