Kegiatan makan adalah kebutuhan harian yang penting untuk memenuhi kebutuhan gizi dasar manusia. Kebiasaan ini membentuk pola perilaku yang terulang. Perubahan dalam pola pikir masyarakat yang lebih cepat dengan kemajuan teknologi telah mendorong keinginan untuk kecepatan dalam segala hal. Remaja cenderung memilih fast food karena penyajiannya yang cepat, hemat waktu, dapat dinikmati kapan saja dan di mana saja, lingkungan saji yang bersih, harga terjangkau, dan cocok dengan selera remaja. Fast food juga dianggap makanan bergengsi dan gaya hidup bagi generasi milenial dan anak muda. Makanan instan memiliki beragam jenis, dari camilan hingga hidangan utama. Popularitas makanan instan di kalangan remaja semakin meningkat, yang ditandai dengan peningkatan kalori dan energi yang terkandung di dalamnya. Mengonsumsi makanan instan dapat menyebabkan remaja mengonsumsi terlalu banyak energi, lemak, dan gula. Makanan instan juga cenderung rendah serat dan tinggi sodium. Akibatnya, semakin banyak makanan instan yang dikonsumsi oleh remaja, semakin tinggi risiko mereka mengalami obesitas. Lebih dari 1,9 miliar orang dewasa di atas usia 18 tahun mengalami kelebihan berat badan, dengan 600 juta di antaranya mengidap obesitas. Secara keseluruhan, sekitar 13?ri populasi dewasa mengalami obesitas, dengan prevalensi 11% pada pria dan 15% pada wanita. Makanan siap saji adalah alternatif cepat dan praktis dibandingkan makanan rumahan, namun sering kali mengandung zat aditif seperti pengawet, penyedap, dan pemanis. Penggunaan berlebihan zat aditif ini dapat menyebabkan masalah kesehatan serius seperti keracunan, kerusakan pada syaraf, ginjal, hati, dan bahkan cacat bawaan. Remaja yang mengonsumsi makanan siap saji secara berlebihan tanpa kompensasi aktivitas fisik yang cukup berisiko mengalami gangguan kesehatan seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, kanker, dan gangguan lemak darah. Konsumsi berlebihan juga dapat menyebabkan obesitas karena makanan ini sering mengandung lemak tinggi yang dapat mengakumulasi dalam tubuh. Dampak negatif ini tidak hanya terbatas pada kesehatan individu, tetapi juga mempengaruhi lingkungan melalui peningkatan limbah dari industri makanan siap saji. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi makanan siap saji pada remaja meliputi pengetahuan, pengaruh teman sebaya, kepraktisan, rasa yang enak, harga yang terjangkau, dan ketersediaan uang saku. Pengetahuan tentang gizi juga berperan penting dalam memengaruhi pilihan makanan individu, karena pemahaman yang baik mengenai nutrisi akan membantu dalam memilih makanan yang memberikan zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk berfungsi normal.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumsi makanan cepat saji.
1. Pengetahuan
Perilaku seorang remaja bisa dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya, termasuk pengetahuan tentang gizi yang memengaruhi cara mereka memilih makanan. Pengetahuan gizi remaja ini seringkali terkait dengan akses mereka terhadap informasi, seperti perpustakaan sekolah, laboratorium komputer, dan ruang multimedia untuk mencari informasi terbaru. Kurangnya asupan gizi pada remaja bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kecenderungan mengonsumsi makanan yang kurang bergizi.
2. Pengaruh Teman Sebaya
Peran teman sebaya memiliki dampak besar pada kebiasaan makan makanan cepat saji. Remaja cenderung terpengaruh oleh dukungan yang diberikan oleh teman sebayanya dalam mengonsumsi makanan tersebut, meskipun mereka sudah menyadari konsekuensi buruk yang mungkin mereka alami jika terlalu sering melakukannya.
3. Tempat yang sering dipilih remaja untuk berkumpul adalah restoran cepat saji. Mereka menemukan bahwa restoran ini nyaman untuk bertemu teman-teman, baik untuk mengerjakan tugas sekolah maupun sekadar bercengkrama. Suasana santai dan nyaman, desain interior yang menarik, serta ketersediaan wifi gratis menjadi faktor utama yang menarik bagi mereka. Hal ini mendorong meningkatnya kunjungan remaja ke restoran cepat saji dan juga konsumsi makanan di sana.
4. Remaja yang sering makan makanan cepat saji berpendapat bahwa makanan ini enak, mudah diakses, dan bisa meningkatkan nafsu makan mereka. Makanan cepat saji dipercaya memiliki rasa yang sedap karena tingginya kandungan minyak, gula, dan garam di dalamnya. Tambahan MSG, sodium, gula, lemak, dan bahan tambahan lainnya juga turut berperan dalam menciptakan kecanduan akan cita rasa gurih pada makanan cepat saji tersebut bagi remaja.
5. Bagi mahasiswa, kebutuhan akan makanan cepat saji utamanya timbul karena mereka memiliki waktu yang terbatas. Sebagai hasilnya, mereka lebih memilih memasak makanan instan yang praktis daripada memasak sesuai dengan panduan gizi yang seimbang. Orang tua juga sering kali mengandalkan makanan cepat saji ketika mereka sibuk dengan pekerjaan dan tidak punya waktu untuk memasak, bahkan sering kali mengajak anak-anak mereka makan di restoran cepat saji untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.
6. Harga terjangkau yang menawarkan porsi besar berperan penting dalam kebiasaan remaja dalam mengonsumsi makanan cepat saji. Selain itu, restoran cepat saji sering kali menawarkan diskon besar dan paket hemat, yang semakin mendorong minat remaja untuk datang dan membeli makanan di sana.
Referensi :
Dewita, E. 2021. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 2 Tambang.
Handayani, D.N.M. 2019. Upaya Pengurangan Konsumsi Junk Food untuk Menurunkan Risiko Penyakit Tidak Menular.
Izhar, M.D. 2021. Hubungan Antara Konsumsi Junk Food, Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 1 Jambi.
Resky, N. A. 2019. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji dan Asupan Energi dengan Kejadian Obesitas pada Mahasiswa yang Tinggal di Sekitar Universitas Muhammadiyah Pare-pare.