Penyakit Alzheimer adalah penyakit neurodegeneratif yang ditandai dengan defisit memori dan fungsi kognitif lainnya, penurunan progresif aktivitas kehidupan sehari-hari, gejala perilaku dan psikologis. Penyakit Alzheimer dapat menimbulkan berbagai gangguan medis seperti kehilangan memori gangguan bicara dan menulis, kemampuan visuospasial, kepribadian, perilaku dan perawatan diri. Semua gejala berlangsung secara bertahap dan progresif sehingga penderita akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-sehari dan cenderung menarik diri dari lingkungan sosial. Saat ini penyebab pasti timbulnya penyakit Alzheimer belum diketahui dengan pasti, namun pada otak penderita Alzheimer terdapat banyak plaques dan tangles. Plaque adalah endapan dari fragmen protein yang disebut beta-amiloid yang terbentuk di ruang antara sel saraf. Tangles adalah serat bengkok dari protein lain yang disebut tau yang terbentuk di dalam sel. Plaque dan tangles akan menonaktifkan atau memblokir komunikasi antar sel saraf dan mengganggu proses yang dibutuhkan sel untuk bertahan hidup dan kematian sel saraf dapat menyebabkan kegagalan memori, perubahan kepribadian, masalah dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dan gejala penyakit Alzheimer lainnya.
Faktor Penyakit Alzheimer
1. Faktor Genetik
1.Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal.
2. Faktor Infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.
4. Faktor Imunologis
Hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.
5. Faktor Trauma
Hubungan penyakit alzheimer dengan trauma kepala, hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
6. Faktor Neurotransmitter
Pengobatan
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1. Inhibitor Kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
Referensi:
Japardi, I. 2002. Penyakit Alzheimer.
Purnomo, V. C. M. R. 2021. Kajian pustaka efektivitas dan efek samping donepezil pada pasien penderita Alzheimer (Doctoral dissertation, Widya Mandala Surabaya Catholic University).
Lisiswanti, R., & Fiskasari, S. R. 2017. Manfaat Pegagan (Centella asiatica) terhadap Pengobatan Penyakit Alzheimer. Jurnal Majority.
Guna, I. N. G. A., & Yustiantara, P. S. 2023. Potensi Pegagan (Centella asiatica) Sebagai Pengobatan Alzheimer. In Prosiding Workshop dan Seminar Nasional Farmasi (Vol. 2, pp. 277-288).