Rabu, 21 Februari 2024 12:09 WIB

Klinik Kami Tidak Bekerja Sama dengan BPJS Kesehatan, Haruskah Terakreditasi?

Responsive image
3226
dr. Victor Eka Nugrahaputra, M.Kes - Direktorat Mutu Pelayanan Kesehatan

Survei akreditasi klinik telah mulai dilaksanakan kembali sejak bulan Mei tahun 2023, dan sejak itu pula satu-persatu klinik di seluruh Indonesia menjalani penilaian oleh para surveior akreditasi. Para surveior akreditasi yang bernaung di bawah ketiga belas Lembaga Penyelenggara Akreditasi (LPA) menyurvei berbagai klinik, baik klinik pratama maupun klinik utama di tiga puluh delapan provinsi Indonesia. Puncak survei akreditasi klinik terjadi pada bulan Desember 2023. Hampir tiga ribu klinik mengusulkan survei di bulan Desember 2023, sehingga dapat dibayangkan bagaimana intensitas kesibukan klinik, dinas kesehatan, para surveior, LPA, Kementerian Kesehatan, dan pihak-pihak lainnya. Survei akreditasi klinik tidak berhenti sampai pada tanggal 31 Desember 2023 saja, namun berlanjut sampai sekarang di tahun 2024.

Antusiasme akreditasi klinik tersebut membuahkan hasil dengan terakreditasinya 7.022 klinik. Sampai dengan 12 Februari 2024 telah terakreditasi 6.448 klinik pratama dan 574 klinik utama, dengan 82% terakreditasi paripurna, 14% terakreditasi utama, dan 4% terakreditasi madya. Tentunya capaian ini patut diapresiasi mengingat sebagian besar klinik bukan milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Akreditasi adalah salah satu upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara eksternal, selain lisensi dan registrasi. Hal itu disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pasal 178. Dalam pasal tersebut juga dinyatakan bahwa setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara internal dan eksternal. Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2022 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi pasal 3 juga dinyatakan bahwa setiap fasilitas pelayanan kesehatan tersebut wajib dilakukan akreditasi. Jadi, akreditasi merupakan sesuatu yang bersifat mandatory bagi fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia, termasuk klinik.

Akhir-akhir ini, Direktorat Mutu Pelayanan Kesehatan mendapat sejumlah pertanyaan sejenis dari beberapa klinik yang disampaikan melalui dinas kesehatan atau melalui WhastApp dan Instagram Direktorat Mutu Pelayanan Kesehatan atau disampaikan secara langsung. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan untuk mendapatkan jawaban atas keingintahuan apabila klinik tidak diakreditasi. “Apakah ada sanksi bagi klinik yang tidak diakreditasi?”, itulah pertanyaannya. Biasanya pertanyaan tersebut dilanjutkan dengan penambahan informasi “Klinik kami tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan”. Memang, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Kesehatan Nomor 71 Tahun 2023 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional disebutkan bahwa salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh klinik pratama atau yang setara untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan adalah sertifikat akreditasi. Namun, apakah klinik yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tidak perlu diakreditasi?

Jawaban atas pertanyaan tersebut sesungguhnya sudah tercakup dalam paragraf sebelumnya, ketika disebut kata wajib dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2022. Akreditasi dilakukan paling lambat setelah klinik beroperasi dua tahun sejak memperoleh perizinan berusaha untuk pertama kali. Masih ada sekitar sepuluh ribu klinik yang belum memiliki sertifikat akreditasi. Sampai dengan 11 Januari 2024 teregistrasi di Kementerian Kesehatan sebanyak 17.228 klinik, dan per 1 Januari 2024 klinik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sebanyak 7.606. Sekali lagi, akreditasi WAJIB bagi setiap klinik dan paling lambat dilakukan dua tahun sejak klinik memperoleh perizinan berusaha untuk pertama kali. Jika sebelum dua tahun telah siap, klinik dapat dilakukan akreditasi.

Apakah ada sanksi bagi klinik yang tidak terakreditasi? Marilah kita lebih mengedepankan manfaat yang diterima klinik atau tujuan dari dilaksanakannya akreditasi daripada sanksi. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2022 pasal 2 menyebutkan tentang tujuan akreditasi, yaitu 1) meningkatkan dan menjamin mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan bagi pasien dan masyarakat, 2) meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai institusi, 3) meningkatkan tata kelola organisasi dan tata kelola pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, dan 4) mendukung program pemerintah di bidang kesehatan. Jika tujuan-tujuan tersebut dapat dicapai, tidakkah klinik akan memetik manfaat? Manfaat yang bukan hanya dinikmati oleh klinik semata, tetapi juga oleh pasien atau pengguna layanan klinik tersebut.

Bagi klinik yang belum terakreditasi, ayo persiapkan diri untuk memenuhi Standar Akreditasi Klinik. Manfaatkan berbagai media informasi dan media sosial yang disediakan Direktorat Mutu Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan.

Referensi:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pasal 178

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2022

https://bpjs-kesehatan.go.id/

https://registrasifasyankes.kemkes.go.id/

https://sinaf.kemkes.go.id/

 

https://ofi.ffarmasi.unand.ac.id/djarum/ http://103.88.229.78/djarum