Rabu, 13 Juli 2022 15:20 WIB

Kremasi Jenazah : Metode 20.000 Tahun

Responsive image
5769
dr. Kanina Sista, Sp.F, M.Sc - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Sebagian besar orang yang meninggal dunia akan dikuburkan di tanah pemakaman sesuai dengan tata cara dari agama dan kepercayaan masing-masing. Namun, pada agama atau kepercayaan tertentu akan dilakukan kremasi atau pengabuan jenazah. Nah sebenarnya apa itu kremasi jenazah dan bagaimana prosesnya?

Awal Mula Kremasi

Kremasi atau pengabuan merupakan sebuah metode yang dilakukan pada jenazah dengan cara dibakar. Kata kremasi berasal dari bahasa Latin cremationem (nomatif crematio), yang berarti membakar, dimakan api. Kata Crem sendiri merupakan kepanjangan dari kata dasar ker yang berarti panas, api. 

Mengutip Mungo Lady, di dekat Danau Mungo Australia ditemukan sisa-sisa tubuh hasil kremasi yang diperkirakan telah berusia 20.000 tahun. Berdasarkan temuan tersebut diketahui bahwa kremasi merupakan ritual penguburan yang mungkin telah ada dalam masyarakat manusia purba. Para peneliti bersepakat bahwa kremasi kemungkinan besar dimulai di Eropa dan Timur sekitar 3000 SM selama Zaman Batu. Adanya guci tembikar yang memiliki hiasan menunjukkan adanya penyebaran metode kremasi di seluruh Eropa Utara selama Zaman Batu di antara orang-orang Slavia di Rusia Barat. Kremasi yang dikenal saat ini bermula sejak 100 tahun yang lalu, dimana Italia mengembangkan tungku kremasi pada tahun 1873. Di Indonesia, praktik ini biasanya dilakukan di krematorium atau di setra / pasetran yaitu sebuah makam di Bali.

Proses Kremasi Jenazah

-        Administrasi

Keluarga jenazah harus mengurus perizinan kremasi dengan cara melengkapi dokumen atau formulir yang telah disediakan oleh pihak krematorium. Keluarga jenazah juga menentukan siapa yang berwenang untuk mengambil abu jenazah.

 -        Identifikasi

Petugas pelaksana kremasi dan anggota keluarga melakukan proses identifikasi dan kemudian akan diberikan label yang biasanya terbuat dari logam. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan atau kekeliruan identitas jenazah.

-        Pemandian

Sebelum dilakukan kremasi, jenazah akan dimandikan dan diberi pakaian. Peralatan medis, perhiasan ataupun aksesoris lain yang menempel pada jenazah akan dilepaskan terlebih dahulu dan dikembalikan kepada keluarga.

-        Pemetian

Peti jenazah akan dibakar bersama jenazah yang ada di dalamnya.

-        Kremasi

Jenazah akan dimasukkan ke dalam tungku pembakaran yang memiliki suhu 760-1000?C. Suhu yang tinggi ini akan membantu membakar bagian-bagian dari tubuh seperti rambut, kulit, otot, jaringan lunak, dan tulang sehingga menjadi sisa fragmen-fragmen tulang dan abu. Waktu yang dibutuhkan untuk pembakaran sempurna antara 1,5 - 3 jam. Durasi ini dipengaruhi oleh beberapa hal seperti ukuran tubuh jenazah, suhu tungku kremasi dan jenis tungku / peralatan yang digunakan untuk melakukan kremasi.

-        Pengumpulan Abu

Dari proses kremasi dihasilkan abu sebanyak 1-4 kg tergantung ukuran tubuh jenazah, yang sebagian di antaranya terdiri dari fragmen-fragmen tulang. Abu yang telah terkumpul dipisahkan dan dimasukkan kedalam tempat yang telah disediakan dan kemudian dilakukan serah terima abu jenazah kepada pihak keluarga.

 Kremasi pada Jenazah dengan COVID-19

Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jenazah yang meninggal dengan diagnosis COVID-19 tetap dapat dilakukan proses kremasi. Sebelum dilakukan kremasi, harus dipastikan tidak terdapat cairan yang mengalir keluar dari tubuh jenazah. Tempat pembakaran jenazah harus dibersihkan segera setelah digunakan.

Mitos Jenazah Berdiri Saat Dikremasi

Jenazah yang terbakar dalam suhu tinggi akan menyebabkan kondisi yang disebut pugilistic attitude dimana posisi tubuh seperti petinju atau posisi bertahan. Karakteristiknya adalah adanya fleksi / tekukan pada siku, lutut, pinggul dan leher dengan posisi tangan mengepal. Hal ini disebabkan karena suhu yang sangat tinggi yang mengakibatkan kekakuan dan pemendekan otot. Jadi hal ini tidak berhubungan dengan hal-hal mistik ya!

 

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

Referensi                :

1.      World Health Organization. 2020. Interim Guidance. Infection Prevention and Control For The Safe Management of a Dead Body In The Context of COVID-19.

2.      Fairgrieve. S.L. 2008. Forensic Cremation : Recovery and Analysis. CRC Press : New York.

3.      Leaney, J. 1989. Ashes to Ashes : Cremation and The Celebration of Death In Nineteenth-Century Britain. In Death, Ritual, and Bereavement.

4.      Elisavet Stamataki, Loannis Kontopoulos, Kevin Salesse, Rhy McMillan, Barbara Veselka, Charlotte Sabaux, Rica Annaert, Mathieu Boudin, Giacomo Capuzzo, Philippe Claeys, Sarah Dalle, Marta Hlad, Amanda Sengeløv, Martine Vercauteren, Eugène Warmenbol, Dries Tys, Guy De Mulder, Christophe Snoeck. 2021. Is It Hot Enough? a Multi-Proxy Approach Shows Variations In Cremation Conditions During The Metal Ages in Belgium. Journal of Archaeological Science.

https://doi.org/10.1016/j.jas.2021.105509.