Jumat, 10 Juni 2022 14:20 WIB

Kesehatan Reproduksi Remaja : Permasalahan dan Upaya Pencegahan

Responsive image
119350
Ardiansyah, SKM, MM - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Masa remaja merupakan salah satu dari periode perkembangan manusia, Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak – kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, psikologis, dan social. Usia remaaj biasanya dimulai pada usia 10 -13 tahun dan berakhir pada usia 18 – 22 tahun. Sedangkan menurut WHO remaaj merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur – angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa anak – anak menjadi dewasa, dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relative mandiri. Ada dua aspek pokok dalam perubahan pada remaja, yakni perubahan fisik atau biologis dan perubahan psikologis.

Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan biasanya disebut pubertas. Dengan adanya perubahan yang cepat itu terjadilah perubahan fisik yang dapat diamati seperti pertambahan tinggi dan berat badan yang biasa disebut pertumbuhan, dan kematangan seksual sebagai hasil perubahan hormonal

Masa remaja juga adalah masa transisi antara masa kanak – kanak dan masa dewasa. Masa transisi seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan pada situasi yang membingungkan, disatu pihak masih kanak – kanak dan dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Hal ini dapat menimbulkan konflik dalam diri remaja yang sering menimbulkan banyak tingkah laku yang aneh, canggung, dan kalau tidak dikontrol akan menimbulkan kenakalan pada remaja salah satunya berupa risiko perilaku seksual berisiko.

Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi seseorang. Secara umum terdapat 4 (empat) faktor yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, yaitu :

1. Faktor Sosial ekonomi, dan demografi. Faktor ini berhubungan dengan kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan mengenai perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil

2. Faktor budaya dan lingkungan, antara lain adalah praktik tradisional yang berdampak buruk terhadap kesehatan reproduksi, keyakinan banyak anak banyak rejeki, dan informasi yang membingungkan anak dan remaja mengenai fungsi dan proses reproduksi

3. Faktor psikologis, keretakan orang tua akan memberikan dampak pada kehidupan remaaj, depresi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal

4. Faktor biologis, antara lain cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi, dan sebagainya

Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran (Iskandar, 1997). Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi.

Banyak masalah yang akan timbul akibat mengabaikan kesehatan reproduksi. Masalah - masalah yang timbul akibat kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi yaitu Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD), aborsi, perkawinan dan pernikahan dini, IMS atau PMS dan HIV/AIDS (Marmi, 2013).  Menurut data PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Jawa Tengah tahun 2010, remaja yang berhubungan seksual pra nikah sebanyak 863 orang, hamil pra nikah 452 orang, Infeksi menular seksual 283 orang, masturbasi 337 orang, aborsi 244 orang. Kasus ini meningkat dari tahun 2009 dimana kasus remaja yang berhubungan seksual pra nikah 765 orang, hamil pra nikah 367 orang, infeksi menular seksual 275 orang, masturbasi 322 orang, aborsi 166 orang (PILAR PKBI, 2010)

Data lain menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2016, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat jumlah remaja yang melakukan persalinan sebanyak 720 orang. Kemudian, sebanyak 340 kasus dispensasi  nikah untuk remaja dengan alasan hamil  diluar  nikah.  Tahun  2018,  angka  pernikahan  dini  di  Yogyakarta  sekitar  240  kasus,  dengan alasan  kehamilan  tidak  diinginkan  (KTD).  Sementara itu,  sepanjang  tahun  2019  terdapat  74  kasus kehamilan tidak diinginkan (KTD), dengan usia remaja dibawah 18 tahun (Setiawan and Hafil, 2019)

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menekan angka – angka tersebut adalah dengan melakukan edukasi edukasi kesehatan mengenai cara perawatan organ reproduksi, edukasi mengenai perkembangan remaja saat pubertas, edukasi kesehatan mengenai dampak  pornografi,  edukasi  kesehatan  mengenai  kehamilan  tidak  diinginkan  (KTD)  dan  aborsi, edukasi  kesehatan  mengenai  HIV/AIDS  dan  infeksi  menular  seksual,  serta  edukasi  kesehatan mengenai  pendewasaan  usia  pernikahan dengan melibatkan peran Pemerintah, orang tua, dan juga peer group

Dengan melakukan kegiatan tersebut diharapkan akan dapat  meningkatkan  pengetahuan  remaja,  sehingga  dapat  meningkatkan  kesadaran  remaja  akan pentingnya masalah kesehatan reproduksi.  Dan menekan angka kejadian kasus – kasus kesehatan reproduksi remaja.  

Referensi

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Isni, Khoiriyah, et all. 2020. Upaya Penanggulangan Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja di Kecamatan Jetis, Yogyakarta. Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan. Jurnal Pemberdayaan: Publikasi Hasil Pengabdian kepada Masyarakat.

Senja, Andika Oktavian, et all. 2020. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal, Jln Laut 31A Kendal, Jawa Tengah, Jurnal Keperawatan Volume 12 No 1, Hal 85 – 92