Kanker servik atau kanker leher rahim merupakan kanker terbanyak kedua pada wanita, setelah kanker payudara. Pasien dengan kanker servik seringkali terdiagnosis pada stadium yang sudah lanjut sehingga prognosisnya buruk dan ketahanan hidup pasien rendah. Sekitar 80% kanker servik berasal dari epitel pelapis servik, oleh karena itu disebut sebagai karsinoma servik. Kejadian karsinoma tersebut sebagian besar diawali dengan lesi pra kanker, yang untuk berkembang menjadi kanker membutuhkan waktu lama yaitu antara 10 sampai 15 tahun.
Infeksi HUMAN PAPILLOMA VIRUS (HPV) telah diteliti merupakan penyebab utama pada sebagian besar kanker servik. Virus HPV dikelompokkan menjadi HPV risiko rendah (HPV 6 dan 11) dan HPV risiko tinggi (terbanyak adalah HPV 16 dan 18). HPV risiko rendah menyebabkan penyakit kutil kelamin atau kondiloma, sedangkan HPV risiko tinggi menyebabkan kanker. Infeksi virus HPV ditularkan melalui hubungan seksual menular. Dalam diagnosis histopatologi, kanker servik kemudian dikelompokkan menjadi kanker yang terkait HPV dan yang tidak terkait HPV. Kanker servik yang terkait HPV prognosisnya relatif lebih baik daripada kanker servik yang tidak terkait HPV.
Bagaimana peran infeksi HPV pada kejadian kanker servik? Virus HPV masuk ke dalam epitel pelapis servik karena ada luka kecil atau erosi. Virus tersebut dapat melekat pada epitel karena ada reseptornya, selanjutnya virus akan masuk ke dalam sel. Virus selanjutnya akan memperbanyak diri karena protein-protein penting yaitu protein E6 dan E7 menghalangi kerja protein penekan tumor p53 dan pRb. Jika proses tersebut terakumulasi dan tidak dapat dihancurkan oleh sistem imun tubuh, maka terjadilah kanker servik. Proses terjadinya kanker servik sebenarnya sangat kompleks dan membutuhkan waktu lama.
Setelah terinfeksi oleh virus HPV akan timbul lesi pra kanker yang disebut sebagai Cervical intra-epithelial Neoplasia (CIN). CIN dikelompokkkan menjadi CIN 1, 2 dan 3 tergantung derajat keparahan perubahan epitel tersebut. Pada CIN 1 dijumpai sel koilosit yaitu sel dengan inti membesar karena mengandung materi DNA virus, pada bagian luar inti dikelilingi oleh ruang jernih yang disebut halo. CIN 2 dan CIN 3 adalah perubahan dan perkembangan lebih lanjut dari sel epitel yang tidak beraturan dan disebut sebagai displasia. Perubahan akhirnya mengenai seluruh lapisan epitel dan berkembang menjadi kanker servik yang belum invasif ( in situ), lalu menjadi kanker invasif dan bahkan dapat metastasis ke organ tubuh yang lain.
Lesi CIN dapat dideteksi dengan pemeriksaan skrining papsmear. Pemeriksaan ini mudah dilakukan, dengan mengambil sampel dari servik dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop oleh dokter ahli Patologi Anatomi. Dari sampel pemeriksaan skrining papsmear juga dapat diperiksa keberadaan virus HPV dan menentukan apakah virus HPV risiko rendah atau tinggi. Pemeriksaan tersebut disebut dengan HPV genotyping. Jika didapatkan infeksi HPV risiko tinggi maka perlu dilakukan edukasi pasien dan pemeriksaan skrining rutin agar jika terjadi kanker servik dapat ditemukan pada stadium sangat awal. Skrining papsmear rutin dianjurkan untuk dilakukan setiap 3 tahun sekali pada wanita usia 21 tahun ke atas. Bagi wanita usia 30-65 tahun papsmear dilakukan setiap 5 tahun sekali, namun perlu dikombinasikan dengan pemeriksaan HPV.
Referensi:
Turashvili G. Squamous cell carcinoma, cervix. Pathology Outline. 2020.
WHO classification of Tumours, 5 th eds. 2020. Female genital tumours. IARC
WHO Human papilloma virus and cancer 2023.