Kamis, 14 September 2023 15:27 WIB

Mengenal Postpartum Blues

Responsive image
6625
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Periode postpartum merupakan situasi krisis bagi ibu, pasangan, dan keluarga akibat berbagai perubahan yang terjadi baik secara fisik, psikologis, maupun struktur keluarga yang memerlukan proses adaptasi atau penyesuaian. Adaptasi secara fisik dimulai sejak bayi dilahirkan sampai kembalinya kondisi tubuh ibu pada kondisi seperti sebelum hamil, yaitu kurun waktu 6 sampai 8 minggu.

Proses adaptasi psikologi pada seorang ibu sudah di mulai sejak dia hamil. Kehamilan dan persalinan merupakan peristiwa yang normal terjadi dalam hidup, namun banyak ibu yang mengalami stres yang signifikan. Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya, keadaan ini disebut Postpartum blues atau baby blues. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorfin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional ibu. Postpartum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ada tatalaksana sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya. Bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca persalinan, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya.

Dalam sebuah ulasan disampaikan bahwa faktor usia perempuan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu. Pada usia yang lebih awal (kehamilan remaja) atau lebih lanjut, telah diyakini akan meningkatkan risiko biomedik, mengakibatkan pola tingkah laku yang tidak optimal, baik pada ibu yang melahirkan maupun bayi atau anak yang dilahirkan dan dibesarkannya. Hal ini diduga bahwa dengan meningkatnya usia ibu akan meningkatkan kematangan emosional, sehingga meningkatkan pula keterlibatan dan kepuasan dalam peran sebagai orang tua dan membentuk pola tingkah laku materna yang optimal pula.

Dalam sebuah penelitian yang lainnya, menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan munculnya Postpartum blues berdasarkan usia. Semakin meningkatnya usia wanita yang baru menjalani proses persalinan, tidak berpengaruh terhadap munculnya gangguan perasaan setelah persalinan. Perbedaan hasil kemungkinan disebabkan karena perbedaan lokasi penelitian, budaya dan desain penelitian. Hal ini juga dikuatkan oleh penelitian lainnya yang juga menyatakan bahwa Postpartum blues dapat terjadi pada siapa saja dari semua golongan usia karena penyebab dominan terjadinya Postpartum blues ini terjadi karena perubahan hormonal di masa setelah persalinan.

Pendidikan rendah dapat mengakibatkan keterbatasan pengetahuan sehingga menyebabkan ibu postpartum mempunyai persepsi dan sikap negatif terhadap penerimaan keadaan yang tidak menguntungkan. Hal ini sejalan dengan sebuah penelitian yang mengemukakan Postpartum blues yang dialami wanita setelah melahirkan juga disebabkan kurangnya pengetahuan wanita yang baru melahirkan terhadap tugas-tugas baru yang harus dijalani sebagai seorang ibu.

Dalam sebuah ulasan lainnya menyampaikan bahwa tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan antara faktor risiko pendidikan ibu dengan kejadian Postpartum blues. Hasil dari penelitian, namun secara klinis sebuah penelitian lainnya menyatakan terdapat kecenderungan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan wanita, maka makin besar pula kemungkinan mengalami Postpartum blues. Wanita yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran antara tuntutan sebagai wanita berpendidikan tinggi yang memiliki dorongan untuk bekerja dan melakukan aktivitas di luar rumah dan peran  sebagai ibu rumah tangga atau orang tua jika ia mempunyai anak.

Postpartum blues dipengaruhi oleh banyak hal seperti kehamilan yang tidak diharapkan oleh pasangan. Kehamilan yang tidak diharapkan ini dipengaruhi oleh beberapa hal seperti ketidaksiapan fisik, psikologis ataupun biaya untuk selanjutnya. Wanita yang tidak mengharapkan kehamilannya akan mempengaruhi dalam perawatan kehamilannya serta perawatan bayinya kelak. Ibu menjadi malas dalam periksa kehamilan sehingga ibu menjadi lebih berisiko terkena postpartum blues ataupun gangguan dalam kehamilan dan persalinannya.

Beberapa ciri gejala postpartum blues di antaranya :

1.      Kelelahan sehingga membuat ibu tidak mampu mengurus diri sendiri.

2.      Merasa mudah tersinggung, mudah marah, dan cemas.

3.      Kesedihan, kemurungan, dan kecemasan.

4.      Menangis

5.      Kehilangan selera makan.

6.      Sulit tidur

7.      Merasa kewalahan dengan tugas bayi.

8.      Kesulitan berkonsentrasi atau membuat keputusan.

Beberapa faktor risiko tertentu dikaitkan dengan reaksi yang lebih intens terhadap postpartum blues meliputi :

1.      Mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.

2.      Rendah diri

3.      Tidak memiliki pasangan.

4.      Merasa kecewa atau tidak puas dengan pasangannya.

5.      Takut melahirkan

6.      Melahirkan secara caesar, mengalami persalinan berisiko, atau komplikasi pasca persalinan.

7.      Mengalami kecemasan dan stres saat lahir.

8.      Melahirkan bayi pertama.

9.      Riwayat depresi atau kecemasan.

10.   Kurangnya dukungan sosial.

11.   Kekurangan vitamin dan mineral tertentu.

12.   Masalah tidur

13.   Usia ibu yang lebih muda.

Dengan demikian melihat beberapa ulasan di atas tentunya peranan orang terdekat khususnya suami dan lingkungan dalam keluarga sangat penting dan dibutuhkan dalam membantu memberikan dukungan baik secara sosial, hal tersebut dibutuhkan karena mempunyai pengaruh yang sangat signifikan. Selain itu dalam sebuah penelitian yang mengungkapkan bahwa hasil analisis didapatkan pengaruh yang besar antara faktor risiko dukungan sosial suami terhadap kejadian postpartum blues. Seorang suami yang memberikan dukungan sosial yang tinggi mempunyai pengaruh yang kecil terhadap postpartum blues pada isteri, dibandingkan dengan suami yang tidak memberikan dukungan sosial kepada isteri sama sekali. Oleh karenanya dukungan yang kuat baik dari suami maupun keluarga sangat dibutuhkan.

 

Referensi :

McAnarney, E.R. & Hendee, W.R. 1999. Adolescent Pregnancy and Its Cosequences. JAMA, 19(4) : 327-347.

Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas Puerperium Care. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Marshall, F. 2004. Mengatasi Depresi Pasca Melahirkan. Alih Bahasa : Fransiska, Lilian Juwono. Jakarta : Arcan.

Murray, S.S & McKinney, E.S. 2007. Fondations of Maternal Newborn Nursing, vol. 1. 4th ed. Philippines : Elsevier.

Perry, S.E., Hockenberry, M.J., Lowdermilk, D.L., & Wilson, D. 2010. Maternal and Child Nursing Care. Vol 1. 4th ed. Missouri : Mosby Elsevier.

Robertson, E., Celacun, N., Stewart, D. 2003. Maternal Mental Health & Child Health and Development. WHO.

Diah Ayu Fatmawati Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang. Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Postpartum Blues. Jurnal Edu Health, Vol. 5 No. 2, September 2015.