Salah satu penggunaan teknologi informasi (TI) di bidang kesehatan yang menjadi tren dalam pelayanan kesehatan secara global adalah rekam medik elektronik. Di Indonesia, hal ini dikenal dengan Rekam Medik Elektronik (RME).
Rekam medis elektronik adalah rekam medis yang dibuat dengan menggunakan sistem elektronik. Sistem ini menjadi gudang penyimpanan informasi elektronik berisi status kesehatan dan layanan kesehatan yang diperoleh pasien sepanjang hidupnya.
Sistem digital ini tentunya akan membantu staf, dokter dan tenaga kesehatan untuk mengelola data pasien lebih mudah. Selain itu, pasien juga dapat mengakses data kesehatan mereka, sehingga ketika dibutuhkan, pasien tidak perlu bingung meminta data fisik atau memberikan riwayat kesehatan lagi.
Rekam medis pasien mulai beralih menjadi berbasis elektronik dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) nomor 24 tahun 2022 tentang Rekam Medis. Melalui kebijakan ini, fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) diwajibkan menjalankan sistem pencatatan riwayat medis pasien secara elektronik. Proses transisi dilakukan sampai paling lambat 31 Desember 2023.
PMK dimaksud merupakan kerangka regulasi pendukung dari implementasi transformasi teknologi kesehatan yang menjadi bagian dari pilar ke-6 Transformasi Kesehatan. Kebijakan ini hadir sebagai pembaharuan dari aturan sebelumnya yaitu PMK nomor 269 tahun 2008 yang dimutakhirkan menyesuaikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan pelayanan, kebijakan, dan hukum di masyarakat.
Dilansir dari persi.or.id, survei yang dilakukan oleh Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) pada bulan Maret 2022 menemukan bahwa dari 3.000 rumah sakit di Indonesia, masih 50% saja yang telah menerapkan sistem rekam medis elektronik. Dari persentase tersebut, baru 16% yang sudah menyelenggarakan rekam medis elektronik dengan baik. Fakta ini menunjukan bahwa masih banyak rumah sakit yang harus beralih ke sistem elektronik, serta mengoptimalisasi sistem elektronik yang telah diterapkan.
Setiap perubahan pasti memiliki tantangan tersendiri, tidak terkecuali implementasi rekam medis elektronik. Ada berbagai persiapan dan tantangan yang harus dihadapi guna mensukseskan transformasi dari sistem manual ke digital, serta operasionalnya dalam pemberian layanan kesehatan rumah sakit. Berikut dijelaskan tantangan-tantangan utama yang harus dihadapi oleh jajaran manajemen ketika memutuskan untuk mulai mengimplementasikan sistem rekam medis elektronik.
1. Kurangnya SDM
Penerapan sistem rekam medis elektronik akan melibatkan instalasi berbagai teknologi digital. Dalam pengelolaanya, pengetahuan dan keterampilan SDM di bidang teknologi informasi sangat dibutuhkan. Sayangnya, saat ini masih banyak fasilitas kesehatan yang masih belum banyak didukung oleh tenaga ahli teknologi informasi dan tenaga khusus bidang arsip rekam medis. Hal ini memunculkan tantangan bagi implementasi sistem rekam medis elektronik.
Pengelolaan rekam medis harus optimal agar informasi tersebut mampu digunakan secara tepat, baik dan benar. Tanpa dukungan SDM dengan kompetensi di bidang teknologi informasi, implementasi rekam medis elektronik tidak akan berjalan dengan fungsional. Selain itu, jika terdapat kendala teknis yang membutuhkan problem solving, tidak dapat segera diselesaikan karena keterbatasan pengetahuan.
2. Anggaran Implementasi
Ketika rumah sakit telah menetapkan untuk beralih ke sistem elektronik, mereka harus siap untuk melakukan pengadaan infrastruktur, instalasi dan pengelolaan operasionalisasinya. Untuk menjalankan itu semua, tentu dibutuhkan anggaran khusus yang dialokasikan untuk implementasi rekam medis elektronik. Padahal pengadaan infrastruktur pendukung sistem rekam medis elektronik membutuhkan anggaran yang cukup besar. Tidak semua fasilitas kesehatan siap untuk mengatasi kebutuhan ini. Tidak hanya itu, biaya operasional dan pengadaan SDM ahli untuk mendukung implementasi sistem elektronik juga menjadi pengeluaran tambahan bagi rumah sakit. Itulah sebabnya, kesiapan dan perencanaan menjadi sangat penting.
Untuk menghindari berbagai permasalahan yang dapat menghambat implementasi rekam medis elektronik, perencanaan anggaran implementasi yang matang wajib dilakukan. Dengan melakukan perhitungan dan kalkulasi secara cermat, manajemen rumah sakit dapat menyesuaikan sistem elektronik yang digunakan dengan kondisi keuangan di masing-masing rumah sakit.
3. Adaptasi Teknologi
Pengelolaan rekam medis secara elektronik terdapat beberapa perbedaan dengan pengelolaan secara manual (dalam bentuk cetak). Sedikit banyak, staf rumah sakit harus memahami aplikasi dan sistem informasi yang digunakan. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan di bidang teknologi digital, memunculkan tantangan tersendiri bagi setiap staf rumah sakit untuk menyesuaikan diri dalam upaya mengoptimalkan fungsinya.
4. Penerapan SIMRS
Untuk mendukung optimalisasi operasional rekam medis elektronik terintegrasi, idealnya rumah sakit telah menerapkan SIMRS terlebih dulu sebagai sistem dasar. Sayangnya, masih banyak rumah sakit yang bahkan belum mengenal SIMRS. Berdasarkan laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) tahun 2020 yang diunggah pada situs e-renggar.kemkes.go.id, hanya 20% rumah sakit yang telah menerapkan rekam medis elektronik terintegrasi seperti SIMRS. Implementasi SIMRS menjadi tantangan tersendiri dalam upaya untuk mewujudkan optimalisasi sistem rekam medis elektronik rumah sakit yang terintegrasi.
Referensi:
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Rekam Medis
https://aviat.id/siapkah-rumah-sakit-anda-menghadapi-tantangan-implementasi-rekam-medis-elektronik/
Sumber Foto: PMK Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis
Link Sumber Foto: https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1662611251_882318.pdf