Salah persepsi ambang batas suhu normal anak sering menjadi penyebab overtreatment kasus demam pada anak. Ketakutan ini dikenal juga dengan istilah fever phobia, karena para orang tua terlalu khawatir akan akibat buruk demam yang tidak tertangani baik seperti kejang, kerusakan otak, dan sebagainya.
Demam merupakan salah satu indikator klinis dari suatu penyakit, yang sering terjadi sebagai respon adanya infeksi, peradangan, dan trauma. Demam merupakan peningkatan suhu tubuh di atas fluktuasi harian normal sehubungan dengan peningkatan regulasi set point. Demam juga merupakan respon fisiologis yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh di atas nilai normal, dan menjadi salah satu penyebab umum anak dibawa ke rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan. Namun pada konteks klinis dan penelitian , demam didefinisikan sebagai suhu inti tubuh mulai dari 38?C keatas.
Demam merupakan respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit dan jamur ke dalam tubuh. Demam secara umum tidak berbahaya namun jika demam tinggi akan membahayakan anak dan berdampak negatif seperti dehidrasi, kekurangan oksigen, kerusakan otak, kerusakan neurologis dan kejang demam
Demam merupakan temperatur tubuh di atas normal (> 37?C), yang dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh. Demam merupakan keluhan kedua terbanyak setelah nyeri, sehingga demam merupakan hal penting yang harus diketahui (Mulyani & Lestari, 2020). Demam merupakan salah satu gejala infeksi yang biasa terjadi akibat serangan virus atau bakteri. Demam perlu ditangani karena demam yang meningkat terus sampai suhu diatas 38,5?C berpotensi terjadi kejang demam atau lebih dikenal dengan step (Yanti & Ananda, 2012).
Bila anak teraba panas, lakukan pengukuran suhu tubuh. Pengukuran suhu di area aksila paling baik karena praktis dan cukup akurat, serta sesuai dengan rekomendasi dari National Institute for Health and Care Excellence (NICE) (Barbi et al., 2017). Demam pada anak menimbulkan kekhawatiran orangtua yang seringkali menyebabkan pemberian antipiretik tanpa mengukur suhu anak terlebih dahulu. Kebanyakan orang tua memberikan obat penurun panas walau belum ada indikasi yang tepat.
Beberapa faktor yang mempengaruhi suhu tubuh antara lain adalah waktu dimana suhu berada dititik terendah pada pagi hari dan suhu puncak pada sore hari, tingkat aktivitas, makanan, usia dimana bayi dan anak kecil biasanya memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan anak yang lebih tua. Demam akan mengubah pola aktivitas, pola tidur, perilaku, dan juga menurunkan nafsu makan. Oleh sebab itu, fokus utama harusnya untuk meningkatkan kebugaran anak. Penanganan pada peningatan suhu tubuh bisa dilakukan dengan farmakologis, non farmakologis, ataupun gabungan farmakologis dan non farmakologis.
Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan menggunakan terapi fisik yaitu dengan memberi tindakan atau perlakuan tertentu secara mandiri. Tindakan paling sederhana dengan mengusahakan anak istirahat, memberi minum , memberi aliran udara yang baik, membuka pakaian atau selimut, dan pemberian kompres hangat. Kompres tidak dianjurkan sebagai terapi utama karena hanya menurunkan panas melalui evaporasi dari permukaan tubuh, tetapi tidak memberi efek pada pusat termoregulasi. Kompres alkohol, kompres dingin dan membuka pakaian tidak direkomendasikan karena ada beberapa kasus penyerapan sistemik alkohol. Kompres dingin dapat meningkatkan pusat pengatur suhu hipotalamus dan mengakibatkan vasokonstriksi, yang pada akhirnya akan meningkatkan suhu tubuh.
Terapi fisik lain dapat berupa tirah baring karena aktivitas tinggi dapat meningkatkan suhu tubuh anak dengan atau tanpa demam. Memaksakan anak demam untuk tirah baring terbukti kurang efektif, menimbulkan ketidaknyamanan dan mengganggu secara psikologis. Suatu penelitian mendapatkan bahwa tirah baring tidak menurunkan suhu secara signifikan. Penggunaan farmakologis yang sering digunakan adalah antipiretik seperti paracetamol, ibuprofen, ataupun aspirin. Penggunaan antipiretik sesuai dosis yang direkomendasikan ditambah dengan kompres hangat sudah terbukti lebih efektif untuk menurunkan demam pada anak terutama di 30 menit pertama.
Perlu diingat, bila anak demam, berikan terapi non farmakologis bila suhu < 38. Bawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat bila suhu diatas 38, untuk mendapatkan dosis obat yang tepat.
Referensi:
Barbi, E., Marzuillo, P., Neri, E., Naviglio, S., & Krauss, B. 2017. Fever in Children: Pearls and Pitfalls. Children, 4(9), 81. https://doi.org/10.3390/children4090081
Cahyaningrum, E. D., & Siwi, A. S. 2018. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu dalam penanganan demam pada anak di puskesmas Kembaran kabupaten Banyumas. Jurnal Publikasi Kebidanan, 9(2), 1–13.
Carlson, & Kurnia, B. 2020. Tatalaksana demam pada anak. Cermin Dunia Kedokteran, 47(11), 698–702. Retrieved from https://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/1200
Mulyani, E., & Lestari, N. E. 2020. Efektifitas tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan masalah keperawatan hipertermia: Studi kasus. Jurnal Keperawatan Terpadu, 2(1), 21. Retrieved from https://jkt.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/index
Suntari, N. Y., Astini, P. S. N., & Sugiani, N. M. D. 2019. Pengaturan suhu tubuh dengan metode tepid water sponge dan kompres hangat pada balita demam. Jurnal Kesehatan, 10(1), 10. https://doi.org/10.26630/jk.v10i1.897