Senin, 20 Maret 2023 14:55 WIB

Sindroma Down : Libatkan Kami Bukan Bantu Kami

Responsive image
1057
dr. Ellyana Sungkar, Sp.KFR(K) - RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Hari Selasa, tepatnya tanggal 21 Maret 2023 adalah Hari Sindroma Down (Down Syndrome/DS) Dunia yang merupakan hari kesadaran global yang secara resmi diperingati oleh  Perserikatan Bangsa – bangsa sejak tahun 2012. Tanggal ini dipilih untuk menunjukkan ciri khas trisomi kromosom 21, yaitu berlebih menjadi 3 (pada umumnya hanya 2) yang menjadi penyebab Sindroma Down.

Tema tahun  ini  adalah “With Us Not for Us” menggambarkan  pendekatan berbasis hak asasi manusia terhadap disabilitas yang memiliki hak untuk diperlakukan secara adil  dan memiliki kesempatan yang sama seperti mampu sekolah dan bekerja dengan orang lain untuk memperbaiki kualitas hidupnya.

Sindroma Down merupakan suatu kelainan genetik (bawaan) pada kromosom 21 yang dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan, penampakan karaketristik fisik tertentu serta kondisi kesehatan lainnya. Mulanya disebut Sindrom Mongolia karena karakteristik gejala mirip dengan ras Mongolia. Sindrom ini pertama kali dinyatakan pada tahun 1866 oleh dokter John Langdown Down berkebangsaan Inggris yang melakukan riset tentang sekelompok individu, tinggal di Earlswood Asylum for Idiots di Surrey, Inggris.  Tanda kelainan fisik yang muncul antara lain sudut mata luar lebih tinggi, bentuk kepala bagian belakang datar, bentuk telinga kecil, tulang hidung rata, mulut kecil, leher pendek, kulit di belakang leher kendur, tungkai kecil dan jari-jari pendek, telapak tangan lebar, hanya memiliki satu garis tangan, otot-otot lemah dan  tendon (pita otot) sangat lentur dll. Kondisi kesehatan lain yang dapat menyertai antara lain kelainan jantung, pencernaan, dll.

Anak dengan Sindroma Down sangat dimungkinkan lahir dengan persalinan normal, cukup bulan dengan berat badan lahir cukup, namun akan mengalami keterlambatan pertumbuhan maupun kemampuan fungsionalnya dibandingkan dengan anak usia sebayanya. Oleh sebab itu milestone perkembangan anak DS memiliki batasan tersendiri. Adanya gangguan komunikasi, gangguan mobilisasi, aktifitas sehari hari seperti mandi, makan, dan lain-lain yang menyertai dapat berdampak pada partisipasi di masyarakat seperti sekolah sampai bekerja.

Oleh sebab itu diperlukan penanganan sedini mungkin dengan tepat sehingga mereka mampu hidup menjalani aktivitasnya secara mandiri. Program habilitasi maupun latihan sejak dini dan diikuti dengan assessmen kesiapan sekolah anak Sindroma Down merupakan tahapan upaya kesehatan yang dilakukan agar mereka dapat bersama berkarya dan memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan bekerja nantinya. Dukungan dari para stakeholder mulai dari dokter, tenaga kesehatan, guru/pendidik, Institusi pendidikan dan penelitian, lembaga sosial, serta pemerintah daerah maupun pusat dapat berperan untuk membantu tercapainya hak anak Sindroma Down seperti hak untuk sekolah, belajar, bekerja dan lain-lain.

Bersosialisasi bersama Sindroma Down dalam proses pendidikan maupun pekerjaan bukanlah suatu yang tabu dan tidak mungkin dijalani. Keterbatasan yang dimiliki dapat difasilitasi dan disesuaikan dalam belajar, berkarya maupun bekerja bersama sama. Tak ada perbedaan yang patut dihalangi dalam kebersamaan bersama mereka. Mari kita bersama melibatkan Sindroma Down dalam berkarya bukan bantu mereka.

 

Refference

Zubair Ahmad, Muhammad Akram, Muhammad Daniyal, Aatiqa Ali, Rida Zainab Awareness and Current Knowledge of Down Syndrome. Down Syndrome. https://www.researchgate.net/publication/330898067. February 2019

Sungkar E, Hamzah Z. Sindrom Down. Dalam: Wahyuni LK, Tulaar ABM, penyuting. Ilmu Kedoktern Fisik &Rehabilitasi Pada Anak. Edisi ke-1. Jakarta:PB PERDOSRI; 2014. Hlm.404-35

Sumber gambar: id.pinterest.com