Kamis, 16 Februari 2023 08:50 WIB

Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka

Responsive image
80471
apt. Ananta Budi Wicaksono, S.Farm. - RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Obat Tradisional atau yang biasa kita kenal juga dengan nama Obat Herbal bukanlah menjadi hal asing bagi masyarakat dan Bangsa Indonesia. Jamu beras kencur, paitan, temulawak, dan berbagai obat herbal telah sering kita dengar sebagai salah satu bentuk kearifan lokal dari masing-masing daerah. Lalu apa sebenarnya pengertian, kriteria dan penggolongan obat tradisional? Apakah obat tradisional hanya sebatas jamu dan tidak dapat menjadi obat-obatan modern? Obat tradisional ternyata tidak hanya sebatas jamu gendong, beras kencur ataupun jamu-jamu yang kita kenal, namun bentuk-bentuk obat modern seperti tablet, sirup, krim juga sudah diadopsi oleh berbagai obat tradisional.

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Dari segi keterbuktian dan standarisasi khasiat, keamanan dan mutu, maka obat tradisional terbagi menjadi 3 kriteria, yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

1.    Jamu

Jamu adalah obat tradisional Indonesia. Seperti yang dijelaskan diatas tentang obat tradisional, maka definisi jamu sama seperti obat tradisional yaitu ramuan bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan. Jamu merupakan jenis obat tradisional yang paling sederhana, dimana pembuktian ilimiah atas khasiat dan keamanannya hanya didasarkan pada bukti-bukti secara empiris atau turun temurun. Bahan baku yang digunakan juga tidak diwajibkan untuk dilakukan standarisasi namun tetap harus memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan (Farmakope atau Peraturan Kepala Badan). Karena tingkat pembuktiannya umum, maka klaim Jamu juga tidak boleh melebih-lebihkan (misal harus disertai kalimat “membantu….” Atau “secara tradisional digunakan…”. Logo jamu berupa “RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN”. Jamu merupakan Jenis obat tradisional yang paling banyak beredar di Indonesia (puluhan ribu produk), contoh Obat Tradisional Jamu antara lain:

-       Ambeven (membantu meringankan Wasir atau Ambeien)

-       CURCUMA FCT (membantu memelihara kesehatan fungsi hati)

-       STOP-RE (membantu meringankan diare)

2.    Obat Herbal Terstandar (OHT)

Obat Herbal Terstandar (OHT) merupakan sediaan obat bahan alam atau obat tradisional yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. Jamu dapat naik tingkat menjadi obat tradisional dengan melakukan standarisasi pada bahan baku yang digunakan dan melakukan uji toksisitas dan farmakodinamik secara pre-klinik. Standarisasi bahan baku dilakukan dengan kontrol kualitas melalui serangkaian pengujian ataupun kegiatan yang memastikan kandungan aktif dari bahan baku tersebut selalu sama sehingga khasiat dan keamanannya selalu sama, misalkan dengan melakukan pengujian kadar quercetin dari ekstrak jambu biji. Setelah distandarisasi, sediaan OHT dibuktikan khasiat dan keamanannya dengan dilakukan uji khasiat dan toksisitas secara pre-klinik pada hewan uji seperti menci atau kelinci, misalkan uji-preklinik efek penurunan frekuensi BAB dari ekstrak daun jambu biji. Karena pembuktian yang medium, maka klaim yang dapat diajukan berada pada level medium. Logo OHT berupa” JARI-JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”. Sediaan OHT di Indonesia masih berjumlah 97 produk, Contoh sediaan OHT antara lain:

-       Lelap (membantu meringankan gangguan tidur)

-       Diapet (membantu menurunkan frekuensi BAB)

-       Tolak angin (membantu meringankan gejala masuk angin)

3.    Fitofarmaka

Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam atau obat tradisional yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi. Tambahan mutu dan bukti ilmiah dari Fitofarmaka dibandingkan OHT adalah standarisasi produk jadi dan uji klinik. Sama halnya dengan standarisasi bahan baku, standarisasi produk jadi dilakukan dengan kontrol kualitas melalui serangkaian pengujian ataupun kegiatan yang memastikan kandungan aktif dari bahan baku tersebut selalu sama sehingga khasiat dan keamanannya selalu sama, misalkan dengan melakukan pengujian kadar senyawa aktif dari herba meniran. Setelah distandarisasi, sediaan Fitofarmaka dibuktikan khasiat dan keamanannya dengan dilakukan uji khasiat dan toksisitas secara pre-klinik pada hewan uji seperti menci atau kelinci dan uji klinik pada manusia, misalkan uji-preklinik efek peningkatan respon imun dari ekstrak meniran pada mencit serta toksisitasnya. Bila lolos uji pre-klinik, maka dilakukan uji klinik pada manusia. Karena pembuktian yang tinggi, maka klaim yang dapat diajukan berada pada level medium sampai tinggi. Logo Fitofarmaka berupa berupa “JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”. Sediaan Fitofarmaka di Indonesia hanya berjumlah 33 produk. Contoh sediaan Fitofarmaka antara lain:

-       Stimuno (membantu merangsang dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh)

-       Diabetadex (menurunkan kadar gula darah)

 

Referensi :

Badan POM. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.41.1384 Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar Dan Fitofarmaka. Jakarta

Badan POM. 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 00.05.4.2411 Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan Dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta