Dekubitus menjadi masalah yang sampai saat ini belum bisa teratasi dan masih menjadi sebuah ancaman dalam pelayanan kesehatan karena insidennya semakin hari semakin meningkat.
Dekubitus banyak terjadi pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas seperti pasien post stroke dan fraktur tulang belakang. Banyak penderita yang tidak mengetahui perawatan bedrest sehingga jika tidak mendapatkan perawatan yang baik menimbulkan resiko dekubitus.1
Angka kejadian luka dekubitus di Indonesia mencapai 33,3% dimana angka ini cukup tinggi dibandingkan dengan angka prevalensi ulkus dekubitus di Asia Tenggara yang hanya berkisar 2,1-31,3%.2 Data penderita dekubitus di Rumah Sakit Jawa Tengah tercatat sebanyak 9.413 (30%).3
Luka dekubitus disebabkan oleh beberapa faktor yaitu imobilisasi, gaya gesek, kelembaban kulit, penurunan fungsi sensorik dari gerak tubuh dalam jangka waktu yang lama. Imobilisasi dan gaya gesek mengakibatkan tekanan terutama pada area penonjolan tulang. Tekanan menyebabkan iskemia dan hipoksemia pada jaringan yang terkena, mengingat aliran darah ke tempat tersebut berkurang. Sedangkan kelembaban meningkatkan maserasi kulit (pelunakan akibat basah) dan menyebabkan epidermis lebih mudah terkikis dan menghambat aliran darah. Terhambatnya aliran darah akan menghalangi oksigenisasi dan nutrisi ke jaringan yang mengkontribusi untuk terjadi nekrosis pada jaringan kulit. Nekrosis pada jaringan kulit yang tidak segera ditangani akan berkembang secara bertahap hingga ke jaringan otot dan tulang. Apabila sudah terjadi nekrosis pada otot dan tulang dapat pula bertahap pada bagian tendon dan sendi.4
Upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengkombinasikan posisi alih baring dan massage punggung. Alih baring merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengubah posisi pasien yang mengalami tirah baring total untuk mencegah kejadian luka tekan pada kulit pasien. Pada dasarnya alih baring dilakukan sebagai bagian dari prosedur baku dalam intervensi keperawatan untuk mengurangi resiko dekubitus pada pasien dengan imobilisasi. Posisi alih baring dilakukan dengan cara memiringkan pasien dari terlentang ke miring maupun sebaliknya bisanya posisi alih baring harus diberikan kepada penderita hemiplegia dan koma dengan kurun waktu setiap 2 jam ke arah kanan dan 2 jam ke arah kiri.5
Kombinasi alih baring dengan massage punggung dapat memperlancar oksigen pada aliran darah/limfe dari jantung ke organ perifer dan sebaliknya dengan tujuan mengembalikan fungsi sensorik dan motorik. Tehnik massage ini harus dikerjakan secara lembut dan mantap. Prosedur massage diawali pada daerah utama atau pusat (thorax dan lumbal), diikuti daerah perifer (cervical, brachial, femoral, pedis dll) tergantung pada keluhan pasien. Sebagai tanda lancarnya oksigen dan relaksasi otot adalah penderita merasa semakin nyaman dan hilang rasa sakit/pain free. Biasanya pada awal prosedur massage, pasien akan merasakan kesakitan. Setelah 8 – 10 kali massage, rasa sakit akan berangsur-angsur hilang. Hal ini diduga karena asam laktat yang mulai mencair dan tidak menumpuk lagi.6
Hal ini sejalan dengan penelitian Setyawati (2012) bahwa teknik masase punggung sekali atau dua kali sehari lebih efektif dalam mencegah perkembangan luka tekan.7 Penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2019) menunjukkan masase yang dilakukan menyebabkan sirkulasi darah menjadi lancar dengan efek yang langsung dirasakan ke saraf–saraf sehingga dalam darah tidak terjadi endapan gula dan darah yang membawa oksigen dan nutrisi yang akan disampaikan keseluruh bagian dapat mengalir sehingga dengan sirkulasi baik menyebabkan seseorang bisa merasa lebih rileks.8
Referensi
1. Sari, E.D. 2018. Pengaruh Pemberian Virgin Coconut Oil (Vco) Pada Area Tertekan Untuk Mencegah Luka Tekan Pada Pasien Tirah Baring. Diakses melalui https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/view/27108
2. Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan. 2018. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1–100. Diakses melalui https://doi.org/1 Desember 2013
3. Dinkes Jateng. 2020. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2020.
4. Kozier. Barbara. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, Penerjemah Widiarti. Jakarta: EGC.
5. Potter, P.A & Perry,Va.G. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 7. Jakarta: EGC.
6. Luwih Bisono & Akhyar, H.N. 2017. Prosedur Masase Neuroperfusi Untuk Penanganan Nyeri dan Gangguan Fungsi : Inovasi dan Modalitas Baru dalam Terapi Nyeri. Jurnal Anastesiologi Indonesia, 9(1), 1-9. Diakses melalui https://doi.org/10.14710/jai.v9i1.19818
7. Setyawati. 2012. Pengaruh Mobilisasi Dan Penggunaan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Ulkus Dekubitus Pada Gangguan Motorik Pasca Stroke Di RS Islam Sultan Agung Semarang
Diakses melalui https://jurnal.unissula.ac.id/index.php/jnm/article/view/463/0
8. Wardani, dkk. 2019. Pengaruh Spa Kaki Diabetik Terhadap Kualitas Tidur Dan Sensitivitas Kaki Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2, 7(2), 130-141. Diakses melalui
Sumber gambar:
https://journal.wima.ac.id/index.php/NERS/issue/view/281.
https://vaneraclinic.com/wp-content/uploads/2019/10/decubitus.jpg
https://www.kavacare.id/assets/uploads/2022/06/infografis-derajat-luka-dekubitus-ciri-cirinya.jpg
https://doktersehat.com/wp-content/uploads/2021/12/ulkus-dekubitus-doktersehat-800x545.png