Rabu, 21 Desember 2022 22:13 WIB

Sick Building Syndrome

Responsive image
5965
Anggi Ginanjar, SE, MM - RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Latar Belakang dan Definisi Sick Building Syndrom

Design bangunan atau aktivitas penghuni gedung yang tidak sehat seringkali menjadi salah satu penyebab timbulnya gangguan kesehatan pada seseorang. Adanya keterbatasan lahan dan kebutuhan akan ruangan yang sangat banyak mengharuskan gedung-gedung dibangun secara bertingkat dengan struktur lebih tertutup yang umumnya dilengkapi dengan sistem sirkulasi udara serta pendingin buatan untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman. Udara luar yang masuk ke dalam sistim ventilasi gedung akan berkurang bahkan mencapai titik nol, hanya udara resirkulasi yang digunakan untuk bernapas. Pada tahun 1984 WHO melaporkan bahwa lebih dari 30% bangunan gedung baru yang ada di seluruh dunia mungkin menjadi subjek keluhan terkait keluhan udara dalam ruangan (indoor air quality atau IAQ), sedangkan menurut riset yang dilakukan The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) AS pada tahun 1997, sebanyak (52%) penyakit pernapasan berasal dari kurangnya ventilasi dalam gedung serta kinerja Air Conditioning (AC) gedung yang buruk dimana hal ini terkait dengan Sick Building Syndrome (SBS)

Sick Building Syndrome atau sindrom gedung sakit sendiri didefinisikan oleh Environmental Protection Agency (EPA) Amerika sebagai situasi di mana penghuni gedung mengalami gejala akut dan efek ketidaknyamanan yang berkaitan dengan lamanya waktu yang dihabiskan di dalam gedung, tapi tidak ada penyakit atau penyebab spesifik yang dapat diidentifikasi. Keluhan tersebut dapat dilokalkan di suatu ruangan atau zona tertentu, atau mungkin tersebar luas di seluruh gedung. Sick Building Syndrome bukan penyakit paru semata, namun gejalanya sering kali menimbulkan gangguan respirasi di tempat kerja dan biasanya keluhan akan hilang saat meninggalkan gedung tersebut.

Gejala dan Keluhan Sick Building Syndrome

Gejala yang sering dirasakan oleh para penghuni gedung “sick building syndrome” adalah sakit kepala, pusing, mual, iritasi mata, iritasi hidung atau iritasi tenggorokan, batuk kering, kulit kering, gatal, sulit konsentrasi, kelelahan, kepekaan terhadap bau, suara serak, alergi, dingin, gejala seperti flu, peningkatan kejadian serangan asma dan perubahan kepribadian. Meskipun penyebab gejala tidak diketahui, namun dapat mengurangi efisiensi kerja dan meningkatkan ketidakhadiran yang umumnya terkait dengan keluhan respirasi. Gejala tersebut dapat memburuk apabila seseorang semakin lama berada di dalam gedung tersebut dimana sebagain keseluruhan gejala tersebut akan hilang setelah meninggalkan gedung. Gejala-gejala ini dinyatakan sebagai sick building syndrome apabila gejala tersebut minimal dialami oleh 20% dari pekerja yang berada di dalam Gedung.

Adapun penyebab Sick Building Syndrom serta Keluhan yang dialami:

1. Penyebab gejala sakit kepala yang muncul di dalam sebuah ruangan dapat disebabkan oleh kebisingan, iluminasi kantor, penggunaan layer display, volatile organic compounds, level stress dan pekerjaan yang monoton.

2. Penyebab gejala bersin-bersin, pilek dan hidung tersumbat yang muncul disebabkan oleh polutan debu, polutan biologi, volatile organic compounds, system ventilasi yang kotor, lalai melakukan Tindakan perawatan.

3. Penyebab gejala iritasi mata, hidung, dan tenggorokan disebakan oleh Gas CO, NO2 dan SO2 yang dihasilkan dari :

a. Peralatan pemanas yang rusak atau tidak berfungsi dengan baik. Penggunaan printer, scanner, mesin fax dan mesin fotokopi yang dapat menghasilkan ozon

b. Volatile Organic Compounds (VOCs) yang bisa muncul dalam banyak substansi termasuk parfum, karpet, dan napas manusia. VOCs adalah semua kandungan komponen bahan kimia organik yang dapat menguap dan dapat mencemari udara.

c. Kondisi buruknya udara yang sampai ke membran selaput lendir yang dideteksi oleh reseptor manusia sehingga menyebabkan iritasi mata, hidung dan tenggorokan

d. Pencemar biologis, yaitu bakteri, jamur, serbuk (pollen) dan virus yang dapat berkembang biak dalam air tergenang yang terkumpul dalam pipa, penampung air AC, atau tempat air berkumpul seperti di langit-langit (bocor), karpet, atau penyekat (insulation).

4. Penyebab gejala batuk dan serak dapat disebabkan oleh pencemar biologis (mikroorganisme), seperti bakteri, jamur, serbuk (pollen) dan virus. Jamur dan bakteri biasanya ditemukan tumbuh dalam sistem heating, ventilation, and Air Conditioning (HVAC) yang menandakan bahwa sistem HVAC dalam keadaan lembab dan pembersihannya tidak dilakukan secara rutin.

5. Penyebab gejala mata berkunang-kunang terjadi apabila seseorang menggunakan matanya untuk berakomodasi secara penuh atau berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Gejala ini berhubungan dengan penggunaan peralatan layar display (dalam hal ini komputer) yang menuntut mata seseorang untuk menerima radiasi yang dipancarkan dan kurangnya kadar cahaya yang ada dalam ruang kerja. Gejala mata berkunang-kunang apabila dibiarkan lama akan berpengaruh pada anggota tubuh yang lain, khususnya kepala, sehingga orang tersebut akan mengeluhkan gejala sakit kepala.

6. Penyebab gejala gatal dan bintik merah pada kulit dapat disebabkan oleh debu yang ada di sekeliling pekerja dalam ruang kantor dan polutan biologis yaitu bakteri yang dibawa oleh pekerja dari luar seperti Staphylococcus dan Micrococcus yang ada pada kulit manusia, serta spesies Streptococcus yang dihembuskan dari nasal/pharynx saat seseorang berbicara. Debu di dalam ruang kerja berasal dari debu yang terakumulasi dalam karpet, lubang Air Conditioning (AC), dan permukaan terbuka yang dapat dipenuhi debu seperti rak, lemari, dan meja kantor.

7. Penyebab gejala mual terjadi karena berbagai faktor sebagai berikut:

a. Kebisingan dalam jangka waktu lama.

b. Ventilasi yang tidak memadai sehingga seseorang tidak mendapatkan oksigen yang cukup untuk bernapas dengan normal.

c. Volatile Organic Compounds (VOCs) yang ditemukan pada karpet baru maupun peralatan kantor yang baru seperti lemari, meja, kursi. VOCs dapat dideteksi dengan adanya bau-bauan yang dikeluarkan dari peralatan baru tersebut.

Pekerja Berisiko Terkena Sick Building Syndrome

Penghuni gedung yang berisiko terkena sick building syndrome adalah pekerja yang berada dibangunan dengan struktur tertutup, ventilasi alami sangat terbatas dan menggunakan ventilasi mekanis atau sistem pendingin udara tanpa membuka jendela, sedangkan risiko tertinggi ada pada pekerja yang rutin menggunakan peralatan layar display seperti computer, laptop, tablet, dsb.

Upaya Pencegahan Sick Building Syndrome

1. Eliminasi dan substitusi merupakan upaya yang paling efektif untuk mengatasi permasalahan indoor air quality (IAQ). Contohnya adalah pemeliharaan secara rutin sistem pendingin udara, pembersihan atau penggantian berkala filter udara, membersihkan jamur yang menempel di dinding dan langit-langit, penggantian ubin rusak yang dapat menyimpan kontaminan biologi, peniadaan penggunaan karpet atau pembersihan karpet secara rutin, membuat himbauan dilarang merokok.

2. Menyimpan cat, perekat, pelarut atau bahan berbahaya dan beracun serta bahan  yang memiliki bau yang tajam di area yang berventilasi baik

3. Memberikan waktu yang cukup untuk bangunan yang baru dibangun atau renovasi untuk menghilangkan sumber bau dan debu sebelum dihuni.

4. Meningkatkan tingkat ventilasi dan distribusi udara. Pada ruangan tertentu seperti kamar mandi, ruang foto copy, ruang cetakan sangat dianjurkan untuk menggunakan exhaust untuk menghilangkan polutan dalam ruangan

5. Hindari penyalaan AC secara terus menerus, AC perlu dimatikan supaya kuman tidak berkembang biak di tempat lembab. Ketika AC dimatikan , jendela perlu dibuka lebar-lebar agar sinar matahari masuk kedalam ruangan, karena panas matahari dapat membunuh sebagian kuman

6. Alat-alat kantor yang mengakibatkan pencemaran udara, seperti mesin foto copy dan printer diletakkan dalam ruangan terpisah

7. Program 5R, Jumat Bersih, RSCM Bersinar merupakan salah satu program yang paling efektif untuk menghilangkan sick building syndrome.

 

Referensi :

Meily Kurniawidjaja M.S dan Doni Hikmat Ramadhan. 2019. Buku Ajar Penyakit Akibat Kerja dan Surveilans. Jakarta : UI Publishing

Nur Habibi Rahman. Studi Tentang Keluhan Sick Building Syndrome (SBS) Pada Pegawai Di Gedung Rektorat Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2013. Skripsi, Universitas Hasanuddin, 2013.

Rini Iskandar. “Kajian Sick Building Syndrome (Studi Kasus : Sick Building Syndrome pada Gedung “X” di Ja a). Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 2 (2007) :103-203

United States Environmental Protection Agency. “Indoor Air Facts No. 4 (Revised) Sick Building Syndrome”. 1991.