Jumat, 16 Desember 2022 16:28 WIB

Leptospirosis

Responsive image
9034
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira dan ditularkan melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi. Penyakit ini kebanyakan ditemukan di wilayah tropis dan sub tropis pada musim penghujan. Leptospirosis terjadi karena adanya interaksi yang kompleks antara pembawa penyakit, tuan rumah / pejamu dan lingkungan. Bakteri Leptospira dapat menginfeksi manusia melalui luka yang ada di kulit dan mukosa tubuhnya. Manusia dengan perilaku kesehatan yang buruk berpotensi untuk terinfeksi bakteri ini. Demikian juga dengan sanitasi yang buruk mendukung terjadinya kasus leptospirosis pada manusia. Beberapa hewan yang bisa menjadi perantara penyebaran leptospirosis adalah tikus, sapi, anjing, dan babi. Leptospirosis menyebar melalui air atau tanah yang telah terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri Leptospira. Seseorang dapat terserang leptospirosis, jika terkena urine hewan tersebut, atau kontak dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi. Leptospirosis memiliki gejala yang mirip dengan penyakit flu. Namun, jika tidak diobati dengan tepat, leptospirosis dapat menyebabkan kerusakan organ dalam, bahkan mengancam nyawa. Pencegahan leptospirosis dilakukan dengan melakukan perilaku hidup bersih dan sehat serta menghindari hewan sumber infeksi yang merupakan jalur penularan pada manusia.

Penyebab Leptospirosis

Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans yang dibawa oleh hewan. Leptospira dapat hidup selama beberapa tahun di ginjal hewan tersebut tanpa menimbulkan gejala.

Beberapa hewan yang dapat menjadi sarana penyebaran bakteri Leptospira adalah : anjing, babi, kuda, sapi, dan tikus.

Selama berada di dalam ginjal hewan, bakteri Leptospira sewaktu-waktu dapat keluar bersama urine sehingga mengontaminasi air dan tanah. Di air dan tanah tersebut, bakteri Leptospira dapat bertahan dalam hitungan bulan atau tahun.

Penularan pada manusia dapat terjadi akibat :

1.      Kontak langsung antara kulit dengan urine hewan pembawa bakteri Leptospira.

2.      Kontak antara kulit dengan air dan tanah yang terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri Leptospira.

3.      Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri penyebab leptospirosis.

Faktor Risiko Leptospirosis

Leptospirosis banyak ditemui di negara tropis dan subtropis, seperti Indonesia. Hal ini karena iklim yang panas dan lembab dapat membuat bakteri Leptospira bertahan hidup lebih lama. Selain itu, leptospirosis juga lebih sering terjadi pada individu yang :

1.      Menghabiskan sebagian besar waktunya di luar ruangan, seperti pekerja tambang, petani, dan nelayan.

2.      Sering berinteraksi dengan hewan, seperti peternak, dokter hewan, atau pemilik hewan peliharaan.

3.      Memiliki pekerjaan yang berkaitan dengan saluran pembuangan atau selokan.

4.      Tinggal di daerah rawan banjir.

5.      Sering melakukan olahraga atau rekreasi air di alam bebas.

Gejala Leptospirosis

Gejala leptospirosis sangat bervariasi pada setiap pasien dan awalnya sering kali dianggap sebagai gejala penyakit lain, seperti flu atau demam berdarah. Tanda dan gejala awal yang muncul pada penderita leptospirosis antara lain :

1.      Demam tinggi dan menggigil.

2.      Sakit kepala

3.      Mual, muntah, dan tidak nafsu makan.

4.      Diare

5.      Mata merah

6.      Nyeri otot, terutama pada betis dan punggung bawah.

7.      Sakit perut

8.      Bintik-bintik merah pada kulit yang tidak hilang saat ditekan.

Keluhan di atas biasanya pulih dalam waktu 1 minggu. Namun, pada sebagian kasus, penderita dapat mengalami penyakit leptospirosis tahap kedua, yang disebut dengan penyakit Weil, dengan gejala dan tanda yang lebih parah dan membutuhkan perawatan di rumah sakit

Pemeriksaan Leptospirosis

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dan beberapa tes penunjang untuk memastikan diagnosis dan mengetahui tingkat keparahan leptospirosis. Tes penunjang tersebut antara lain :

1.      Tes darah, untuk memeriksa fungsi hati, fungsi ginjal, dan kadar sel darah putih.

2.      Tes Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau rapid test, untuk mendeteksi antibodi di dalam tubuh.

3.      Polymerase Chain Reaction (PCR), untuk mendeteksi keberadaan materi genetik bakteri Leptospira di dalam tubuh.

4.      Tes Aglutinasi Mikroskopik (MAT), untuk mengonfirmasi keberadaan antibodi yang secara spesifik terkait dengan bakteri Leptospira.

5.      Pemindaian dengan CT Scan atau USG, untuk melihat kondisi organ yang mungkin terkena dampak peradangan akibat infeksi leptospirosis.

6.      Kultur darah dan urine, untuk memastikan keberadaan bakteri Leptospira di dalam darah dan urine.

Pengobatan Leptospirosis

Pada kondisi yang ringan, infeksi leptospirosis bisa sembuh dengan sendirinya dalam tujuh hari. Pengobatan umumnya ditujukan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi.

1.      Pemberian Obat-obatan

Jika gejala sudah timbul, dokter akan memberikan obat-obatan untuk meredakan gejala dan untuk mengatasi infeksi bakteri.

2.      Perawatan di Rumah Sakit

Perawatan di rumah sakit dilakukan bila infeksi telah berkembang makin parah dan menyerang organ (penyakit Weil). Pada kondisi ini, antibiotik akan diberikan melalui infus.

 

Referensi :

Wening Wijayanti. 2019. Epidemiologi, diagnosis, dan Pencegahan Leptospirosis. Jurnal Epidemiologi Balitbang Kemenkes Jakarta.

Gasem, et al. 2020. Leptospirosis in Indonesia : Diagnostic Challenges Associated with Atypical Clinical Manifestations and Limited Laboratory Capacity. BMC Infectious Diseases, 20, pp. 179.

De Brito, T., Da Silve, A., & Abreu, P. 2018. Pathology and Pathogenesis of Human Leptospirosis : A Commented Review. Journal of The Sao Paulo Institute of Tropical Medicine.

World Health Organization. 2020. News. Leptospirosis Prevention and Control in Indonesia.

Centers for Disease Control and Prevention. 2021. Travelers Health. Leptospirosis.

National Health Service. 2020. Health A to Z. Leptospirosis (Weil's disease).

National Organization for Rare Disorders. 2021. Rare Disease Database. Weil Syndrome.

New South Wales Government. 2021. Infectious Diseases. Leptospirosis Fact Sheet.

https://ofi.ffarmasi.unand.ac.id/djarum/ http://103.88.229.78/djarum