Rabu, 14 Desember 2022 14:54 WIB

Mallet Finger

Responsive image
2326
dr. Jiva Yori Anungrah, SpOT - RS Ortopedi Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta

Trauma tendon pada jari dapat menyebabkan mallet finger dimana tendon ekstensor dari sendi distal interphalangeal (DIP) mengalami kerusakan sehingga terjadi ruptur baik parsial maupun komplit yang dapat diklasifikasikan dengan sistem klasifikasi Doyle (Lin dan Samora, 2018). Deformitas pada jari tersebut dapat terjadi akibat kerusakan yang terjadi pada tendon atau tulang. Cedera seringkali terjadi pada tangan yang dominan digunakan saat bekerja maupun saat olahraga. Jari yang paling sering terkena adalah jari tengah dan jari manis. Insidensi terbanyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan (Ashar dan Ismunandar, 2020).

Mekanisme cedera pada maller finger dapat terjadi dari gaya aksial pada distal jari yang ekstensi. Pada usia muda seringkali mekanisme gaya aksial ini terjadi saat olahraga sedangkan pada usia tua, aktivitas biasa sudah dapat menimbulkan gaya aksial yang sifatnya merusak. Jari dapat mengalami hiperfleksi pasif sehingga menyebabkan fraktur pada dorsal falang distal. Cedera tersebut mengakibatkan ketidakseimbangan tendon sehingga deformitas muncul. Pada mallet finger keseimbangan fleksi dan ekstensi terganggu dan muncul deformitas swan neck (Ashar dan Ismunandar, 2020). Mekanisme tersebut sering terjadi pada atlet terutama pemain baseball. Selain itu cedera terbuka yang disebabkan laserasi, abrasi dalam, atau trauma kompresi juga dapat menyebabkan kerusakan langsung pada DIP (Lad et al., 2015).

Berdasarkan klasifikasi Doyle, terdapat empat tipe pada. Tipe 1 adalah cedera tertutup yang dapat disertai dengan fraktur avulsi. Tipe II merupakan cedera terbuka seperti laserasi pada sendi DIP. Tipe III termasuk cedera terbuka disertai kehilangan kulit dan substansi tendon ekstensor. Pada tipe IV dibagi menjadi grup A, B, dan C berdasarkan pengelompokan umur dimana grup A merupakan populasi pediatri yang mengalami fraktur di growth plate. Grup B dan C ditempati oleh populasi dewasa yang dibedakan berdasarkan luas fragmen yang mengalami fraktur. Grup B luasnya mencapai 20-50% sedangkan grup C lebih dari 50%. Sedangkan berdasarkan waktu tipe deformitas mallet finger dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronik dengan batasan waktu akut adalah empat minggu (Lin dan Samora, 2018).

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan deformitas yang terjadi dengan nyeri yang dapat disertai dengan hilangnya fungsi jari untuk ekstensi. Pemeriksaan penunjang seperti radiografi dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi cedera pada lempeng epifisis, fragmen tulang atau subluksasi pada DIP. Tujuan tatalaksana pada mallet finger adalah mengembalikan kemampuan ekstensi dari sendi DIP. Berdasarkan tujuan tersebut maka tatalaksana konservatif yang dapat dilakukan pertama kali adalah pembidaian. Imobilisasi pada sendi DIP dapat mencegah fleksi dari sendi yang dilakukan selama 6-10 minggu. Sedangkan pada tatalaksana pembedahan dapat dilakukan dengan open surgery atau secara perkutan tetapi terdapat banyak kekurangan dari pembedahan seperti komplikasi nekrosis, infeksi, OA dini dan kekakuan (Ashar dan Ismunandar, 2020).

 

Referensi:

Ashar TD dan Ismunandar H (2020). “Mallet finger.” Majority, 9(1), hal.: 1–6. doi: 10.1016/j.fmc.2019.12.006.

Lad P, Vallurupalli A dan Bhardwaj P (2015). Mallet Finger.

Lin JS dan Samora JB (2018). Surgical and Nonsurgical Management of Mallet Finger: A Systematic Review. The Journal of Hand Surgery, 43(2), hal.: 146-163.e2. doi: 10.1016/j.jhsa.2017.10.004.

Sumber Gambar ; https://ars.els-cdn.com/content/image/1-s2.0-S036350231730045X-gr1.jpg

https://sa1s3optim.patientpop.com/assets/docs/307746.jpg

https://swarminteractive.com/vm/graphics/malletfinger/1.jpg