Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi kronik dan menular yang dapat menyerang hampir semua organ tubuh manusia terutama paru-paru. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut:
1. Foto thorax. Foto thorax merupakan tehnik pencitraan yang cepat dan salah satu alat utama yang memiliki sensitifitas tinggi untuk mendiagnosis TB paru. Temuan radiologis yang paling umum yaitu infiltrat, konsolidasi, fibrosis, efusi pleura dan kavitas. Bayangan awan dan bercak yakni infiltrate merupakan kelainan radiologi yang memang ditemukan pada kasus TB paru. Infiltrat merupakan gambaran seperti benang- benang halus yang berwarna radioopak dan dapat ditemukan di bagian lapangan paru tetapi paling sering terdapat di apeks paru. Infiltrat sering ditemukan karena berdasarkan lesi awal pada penderita TB paru adalah lesi yang berbentuk patchy dan nodular yang menunjukkan proses penyakit yang sedang aktif setelah 10 minggu terjadi infeksi.
Konsolidasi merupakan komplikasi dari erosi bronkial dan penyebaran bronkogenik dari penyakit TB paru karena terdesaknya bronkus akibat kelainan parenkim termasuk akibat perubahan volume yang terlihat seperti batas-batas yang agak kabur dan dapat ditemukan juga air-bronchogram. Fibrosis biasanya terjadi akibat infeksi kronik yang berupa jaringan parut. Efusi pleura merupakan akumulasi cairan yang berlebihan di ruang pleura yang menunjukkan ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Efusi pleura menggambarkan respon imun dan sebagai reaksi hipersensitivitas yang berasal dari protein bakteri tuberkulosis.
2. Tes Tuberkulin Kulit atau Tes Mantoux.
Tes tuberkulin kulit atau tes Mantoux dilakukan dengan menginjeksi purified protein derivate (PPD). Pasien dengan risiko paparan rendah (pasien yang tidak memiliki risiko terpapar TB) memiliki hasil Mantoux positif bila terdapat indurasi pada kulit yang diinjeksikan PPD hingga mencapai ukuran 15 mm. Pasien dengan risiko sedang (pasien yang berasal dari negara endemik TB, tenaga kesehatan, dan sebagainya) memiliki hasil Mantoux positif bila indurasi berukuran >10 mm. Pasien dengan risiko tinggi (pasien dengan HIV positif, riwayat TB, dan kontak erat dengan pasien TB lain) memiliki hasil Mantoux positif bila indurasi berukuran >5 mm. Pembacaan hasil dilakukan 48–72 jam setelah injeksi 0,1 ml PPD secara intradermal. Suntikan akan menimbulkan gelembung kulit pucat berdiameter 6–10 mm.
3. Interferon Release Assays atau IGRA.
IGRA merupakan tes skrining tuberkulosis yang lebih spesifik dengan sensitivitas yang serupa dengan tes Mantoux. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk skrining infeksi TB laten. Konversi interferon-gamma release assay yang positif merupakan cerminan reaksi hipersensitivitas yang lambat terhadap protein Mycobacterium tuberculosis. Kekurangan pemeriksaan IGRA bila dibandingkan dengan tes Mantoux adalah biaya yang lebih mahal. Selain itu, tes IGRA membutuhkan sarana laboratorium yang lebih memadai dan proses yang lebih rumit.
4. Pemeriksaan Bakteriologik.
Pemeriksaan bakteriologik dilakukan dengan tujuan menemukan bakteri tuberkulosis. Umumnya, bahan pemeriksaan diambil dari sputum dan diambil setiap pagi selama 3 hari berturut-turut. Pemeriksaan dikatakan positif jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil basil tahan asam (BTA) positif. Pemeriksaan dikatakan negatif jika kedua uji sputum menunjukkan hasil BTA negatif. Pemeriksaan bakteriologik cukup ekonomis, cepat, dan berguna dalam penegakkan diagnosis tuberkulosis paru.
5. Kultur Sputum.
Kultur sputum adalah pemeriksaan diagnostik yang sangat sensitif untuk mengisolasi Mycobacterium dan mendeteksi minimal 10 hingga 100 basil. Spesifisitas kultur sputum mencapai >99% dalam mendiagnosis tuberkulosis paru, sehingga kultur merupakan pemeriksaan baku emas. Akan tetapi, pemeriksaan ini memerlukan waktu yang lama (hingga >2 minggu) untuk mendapatkan hasil.
6. Gene Xpert MTB/RIF Assay.
Gene Xpert MTB/RIF Assay adalah pemeriksaan yang menggunakan amplifikasi polymerase chain reaction (PCR) real-time multiplex. Metode ini dapat mengidentifikasi bakteri berdasarkan teknik DNA molekular. Pemeriksaan ini merupakan tes diagnostik yang cepat dengan sensitivitas mencapai 98%, terutama dalam mendeteksi resistensi rifampisin. Pemeriksaan yang menggunakan RNA ribosom dan PCR DNA ini dapat selesai dalam waktu 24 jam.
Referensi:
Astutik, E., Wahyuni, C. U., Manurung, I. F. E., & Ssekalembe, G. (2021). Integrated model of a family approach and local support in tuberculosis case finding efforts in people with HIV/AIDS. Kesmas: National Public Health Journal, 16(4), 250–256. https://doi.org/10.21109/kesmas.v16i4.4955
Marvellini, R. Y., & Izaak, R. P. (2021). Gambaran radiografi foto thorax penderita tuberculosis pada usia produktif di RSUD Pasar Minggu (Periode Juli 2016 sampai Juli 2017). Jurnal Kedokteran, IX(1), 1219–1223.
Utami, Jocelyn Prima. (2021). Diagnosis Tuberkulosis Paru. retrieved from https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/tuberkulosis-paru/diagnosis
Sumber foto: https://fkm.unair.ac.id/faktor-risiko-kekambuhan-pasien-tb-paru-dewasa-di-kota-surabaya/