Ada beragam masalah kesehatan seksual dan reproduksi perempuan yang perlu kita waspadai. Salah satunya adalah servisitis, yang masih banyak belum diketahui oleh perempuan. Servisitis adalah kondisi peradangan, iritasi, atau luka pada leher rahim. Lapisan leher rahim yang terluka atau iritasi ini bisa menyebabkan pembengkakan, kemerahan, dan mengeluarkan lendir atau nanah di dalam leher rahim. Leher rahim alias serviks adalah organ yang menghubungkan antara vagina dengan rahim dimana organ ini adalah salah satu bagian organ reproduksi yang penting untuk dijaga kesehatannya. Pasalnya, organ yang satu ini berfungsi sebagai jalan keluar darah menstruasi maupun bayi saat melahirkan. Sama seperti organ tubuh lainnya, leher rahim juga rentan terkena infeksi dan peradangan yang disebut dengan servisitis. Gangguan kesehatan seksual dan reproduksi perempuan ini dapat disebabkan oleh adanya infeksi menular seksual, seperti klamidia atau gonore. Kendati demikian, servisitis juga dapat berkembang dari penyebab yang tidak menular. Pada servisitis akibat infeksi yang tidak diobati, infeksi bisa menyebar hingga ke rongga perut. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Sedangkan pada ibu hamil, infeksi di rongga perut dapat menimbulkan masalah pada janin yang dikandungnya. Servisitis dapat terjadi secara tiba-tiba (akut) atau berkembang perlahan dalam jangka panjang (kronis).
Penyebab Servisitis
Servisitis akibat infeksi bakteri atau virus umumnya ditularkan melalui hubungan seksual. Beberapa infeksi yang menyebar lewat hubungan seksual adalah :
1. Gonore
2. Klamidia
3. Trikomoniasis
4. Herpes genital
5. Mycoplasma genitalium
Selain infeksi, ada kondisi lain yang dapat menyebabkan servisitis, yaitu :
1. Reaksi alergi terhadap spermisida (zat yang dapat mematikan sperma), produk-produk kewanitaan, atau bahan lateks dari alat kontrasepsi.
2. Ketidakseimbangan pertumbuhan bakteri di dalam vagina.
3. Iritasi atau cedera akibat pemakaian tampon.
4. Gangguan keseimbangan hormon estrogen dan progesteron, yang dapat mengganggu kemampuan tubuh dalam mempertahankan kesehatan leher rahim.
5. Kanker atau efek samping pengobatan kanker, seperti radioterapi.
6. Faktor risiko servisitis.
Servisitis dapat terjadi pada semua wanita. Namun, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kondisi ini, yaitu :
1. Melakukan hubungan seksual yang tidak aman, misalnya sering berganti-ganti pasangan atau tidak menggunakan pengaman.
2. Aktif berhubungan seksual sejak usia muda.
3. Memiliki riwayat penyakit menular seksual.
4. Pernah menderita servisitis sebelumnya.
Gejala Servisitis
Sebagian besar penderita servisitis tidak mengalami gejala. Oleh karena itu, servisitis sering kali baru terdeteksi ketika menjalani pemeriksaan dokter untuk alasan lain.
Meski demikian, ada sebagian penderita yang mengalami gejala servisitis, seperti :
1. Keluar cairan yang tidak biasa dan dalam jumlah banyak dari vagina.
2. Sering buang air kecil yang disertai nyeri.
3. Dispareunia, yaitu nyeri saat berhubungan intim.
4. Perdarahan dari vagina setelah berhubungan seksual, meski tidak sedang menstruasi.
5. Nyeri pada vagina.
6. Rasa tertekan atau nyeri di panggul atau perut.
7. Sakit punggung
8. Demam
Pemeriksaan Servisitis
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi pengamatan dan pemeriksaan dalam. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan spekulum untuk memeriksa kondisi dinding vagina dan leher rahim.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang, yaitu :
1. Pap smear, untuk mendeteksi sel-sel abnormal dengan mengambil sampel cairan dari serviks dan vagina.
2. Kolposkopi, untuk memeriksa kondisi tidak normal di dalam vagina dengan bantuan alat teropong bernama kolposkop.
Penanganan Servisitis
Penanganan servisitis dilakukan berdasarkan penyebab dan tingkat keparahannya. Untuk servisitis akibat iritasi terhadap pemakaian bahan, alat, atau produk tertentu, pasien harus menghentikan pemakaiannya hingga sembuh.
Sementara pada servisitis akibat infeksi, ada beberapa obat yang dapat diberikan oleh dokter, yaitu :
1. Antibiotik, untuk mengatasi servisitis akibat infeksi bakteri.
2. Antivirus, untuk mengatasi servisitis akibat infeksi virus.
3. Antijamur, untuk mengatasi servisitis akibat infeksi jamur.
Perlu diingat bahwa obat-obatan tersebut harus diresepkan dan dikonsumsi sesuai anjuran dokter.
Pencegahan Servisitis
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terkena servisitis, yaitu :
1. Melakukan hubungan seksual yang aman, yaitu dengan memakai pengaman dan tidak berganti-ganti pasangan.
2. Menghindari produk-produk kewanitaan yang mengandung pewangi, karena bisa menyebabkan iritasi pada vagina dan serviks.
3. Menjaga kebersihan vagina untuk mengurangi risiko infeksi.
Referensi :
Ita Yuliani. 2018. Hubungan Perilaku Seksual dengan Kejadian Servisitis pada Ibu Rumah Tangga. Jurnal Pendidikan Kesehatan Poltekes Kemenkes Malang.
Indramaya, D., Ahmad, Z., & Widyantari, S. 2020. A Case Report of Cervicitis Gonorrhea. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 32(2), pp. 158-62.
Guttieres, F. & Tabla, F. 2019. Cervicitis : Etiology, Diagnosis and Treatment. Elsevier, 37(10), pp. 661-667.
National Intitutes of Health. 2019. Medline. Laser Therapy.
Boskey, E. Verywell Health. 2021. Sexual Health. What Is Cervicitis?
Cafasso, J. Healthline. 2018. Inflammation of the Cervix (Cervicitis).
Goodman, B. WebMD. 2019. Cervicitis.
Healthgrades. 2021. What is Cervicitis?