Selasa, 13 September 2022 15:34 WIB

Ciri Anak Stunting

Responsive image
10364
Novita Agustina, Ns, M.Kep, Sp.Kep. A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Menurut Kemenkes RI, balita bisa diketahui stunting bila sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal. Seorang anak termasuk dalam stunting atau tidak, tergantung dari hasil pengukuran tersebut. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran.

Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yakni:   

· Pertumbuhan melambat.

Pertumbuhan yang tertunda terjadi ketika seorang anak tidak tumbuh dengan kecepatan normal sesuai usianya. Keterlambatan pertumbuhan juga bisa didiagnosis pada anak yang tinggi badannya dalam kisaran normal, tapi kecepatan pertumbuhannya melambat.

· Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya

· Pertumbuhan gigi terlambat

Bayi terlambat tumbuh gigi juga bisa disebabkan oleh gangguan fisik pada gusi atau tulang rahang yang tidak memungkinkan gigi untuk muncul.

· Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya.

Gangguan konsentrasi terutama pada anak bisa menimbulkan pengaruh negatif. Gangguan konsentrasi bisa mengganggu performa anak di sekolah. Mereka juga bisa kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari. Anak juga kesulitan menangkap informasi secara detail. Tidak jarang gangguan konsentrasi juga berpengaruh pada cara berkomunikasi.

· Usia 8 – 10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya

· Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.

Berat badan turun drastis merupakan salah satu tanda dari malnutrisi, yaitu kondisi ketika tubuh kekurangan nutrisi untuk menjalankan fungsinya. Berat badan anak turun biasanya disebabkan karena kalori yang terbakar dengan mudah, tidak makan makanan sehat, menderita penyakit, atau metabolisme tubuh rendah. Penurunan berat badan anak yang tak terduga dapat memiliki efek buruk pada kesehatan dan pertumbuhan anak secara keseluruhan.

· Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).

· Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.

Stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang harus ditangani secara serius. Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar. Balita/baduta (bayi dibawah usia dua tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat berisiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan.

Pengalaman dan bukti Internasional menunjukkan bahwa stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan hilangnya 11% GDP (Gross Domestic Products) serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%. Selain itu, stunting juga dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan/inequality, sehingga mengurangi 10% dari total pendapatan seumur hidup dan juga menyebabkan kemiskinan antar-generasi.

Anak pendek yang terjadi di Indonesia sebenarnya tidak hanya dialami oleh rumah tangga/keluarga yang miskin dan kurang mampu, karena stunting juga dialami oleh rumah tangga/keluarga yang tidak miskin/yang berada di atas 40% tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi. Periode 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK)

merupakan simpul kritis sebagai awal terjadinya stunting yang selanjutnya akan memberikan dampak jangka panjang hingga akan berulang dalam siklus kehidupan.

Stunting pada anak menjadi permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian, gangguan pada perkembangan otak, gangguan terhadap perkembangan motorik dan terhambatnya pertumbuhan mental anak. Pertumbuhan tidak optimal dalam masa janin dan atau selama periode 1000 HPK memiliki dampak jangka panjang. Bila faktor eksternal (setelah lahir) tidak mendukung, pertumbuhan stunting dapat menjadi permanen sebagai remaja pendek.

Referensi:

Rahmadhita, K. (2020). Permasalahan stunting dan pencegahannya. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 225–229. https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.253

Sutarto, Mayasari, D., & Indriyani, R. (2018). Stunting, faktor risiko dan pencegahannya. J Agromedicine, 5(1), 540–545. https://doi.org/10.1201/9781439810590-c34

Yuwanti, Y., Mulyaningrum, F. M., & Susanti, M. M. (2021). Faktor – faktor yang mempengaruhi stunting pada balita di kabupaten Grobogan. Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat Cendekia Utama, 10(1), 74. https://doi.org/10.31596/jcu.v10i1.704

Sumber gambar: https://www.antaranews.com/berita/2137798/kerjasama-dari-hulu-ke-hilir-demi-cegah-stunting

( DOC, PROMKES, RSMH)