Rabu, 31 Agustus 2022 15:23 WIB

Mengenal Penyakit Lupus/SLE

Responsive image
47630
dr. Andri Reza Rahmadi SpPD-KR, M.Kes - RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Pendahuluan

Penyakit Lupus atau Systemic Lupus Erythematosus merupakan salah satu penyakit autoimun reumatik, yang bersifat sistemik. Penyakit autoimun merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan sistem pertahanan tubuh akibat sistem imun seseorang tidak berfungsi dengan normal sehingga menyerang sel-sel tubuhnya sendiri dan menyebabkan kerusakan organ tubuh.  Berikut ini penjelasan singkat mengenai penyakit Lupus yang merupakan salah satu penyakit autoimun reumatik.

Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic lupus erythematosus/SLE) atau yang lebih dikenal sebagai penyakit Lupus, merupakan penyakit autoimun reumatik kronis, dapat mengenai banyak organ tubuh dengan tampilan klinis yang sangat beragam.  Dikenal juga sebagai penyakit seribu wajah, karena antara satu pasien dengan pasien lainnya memiliki manifestasi klinis yang berbeda-beda, dan sering menyerupai penyakit lain.

Secara umum, penyakit autoimun merupakan penyakit akibat gangguan sistem imun, tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antara “self ” dan “nonself ”. Penyakit autoimun ditandai adanya produksi antibodi terhadap jaringan tubuh sendiri (autoantibodi) secara berlebihan, sehingga menyebabkan proses peradangan dan kerusakan jaringan.

Insidensi dan prevalensi penyakit Lupus telah berubah secara dramatis menjadi semakin meningkat sejak tahun 1970. Hal ini disebabkan karena tersedianya sarana diagnostik yang lebih baik yaitu kriteria ACR 1997 untuk diagnosis penyakit Lupus dan pemeriksaan laboratorium penunjang yang lebih lengkap.

Penyakit Lupus ini dapat menyerang semua usia, dari mulai bayi yang baru lahir (Neonatal Lupus) sampai pernah dilaporkan pada seorang wanita usia 89 tahun.

Sebaran usia dan jenis kelamin dengan insidensi penyakit Lupus ini diantaranya :

-  80% mengenai usia 15- 45 tahun

-  80 – 92% berupa SLE :  terutama mengenai  wanita

-  70  - 80% berupa Lupus Diskoid :  terutama mengenai wanita

- 50 – 50% berupa Lupus terinduksi Obat/Drug induced lupus :  pria = wanita: Merupakan jenis penyakit Lupus yang dicetuskan oleh beberapa jenis obat tertentu.

Beberapa jenis obat yang dapat mencetuskan terjadinya Lupus

  1. Obat-obatan yang sudah terbukti mencetuskan kejadian manifestasi klinis Lupus (sedikitnya 1 dari 1000 pemakai) : Hydralazine, Prokainamide, Methyldopa, D-penicillamine, TNF Blockers; Isoniazid, Sulfasalazine, Carbamazepine, Phenothiazines, Quinidine, Griseovulvin.
  2. Obat-obat penyebab lupus, meskipun jarang memberikan gejala klinis lupus yang khas, dapat memberikan hasil ANA test (+)
  3. Antikonvulsan/Antikejang (phenytoin, trimethadione, primidone, ethozuximide), lithium karbonat, captopril, antithyroid (propylthiouracil, methimazole), Beta-blockers (acebutolol, atenolol, labetalol, timolol eyedrops, dll), obat penurun lipid (pravachol), prazosin
  4. Obat-obat yang dapat mencetuskan eksaserbasi penyakit lupus dan menambah reaksi alergi tapi tidak menyebabkan terjadinya lupus. Yaitu : 
  • Antibiotik (sulfa, tetrasiklin, penisilin atau siprofloksasin : meskipun jarang terjadi)
  • NSADs (misalnya ibuprofen)
  • Obat kontrasepsi oral dan hormon-hormon lain.
  • Diuretik golongan sulfa dan antidiabetes (aldakton, dyazide)
  • Cimetidin, interferon alfa, dan garam emas.

      5. Beberapa laporan kasus, terdapat beberapa jenis obat yang tidak khas sebagai pencetus          lupus.

Lupus merupakan penyakit yang menyerang jaringan ikat pada seluruh tubuh, dengan penyebab yang multifaktorial.  Biasanya terjadi pada seseorang yang memiliki predisposisi genetik dan terekspos oleh beberapa faktor berikut ini :

- Pengaruh lingkungan, Zat/agen infeksius, Obat-obat pencetus lupus, Sinar ultraviolet, Trauma fisik, Stress emosional atau faktor-faktor lainnya, dan Predisposisi genetik serta faktor hormonal.

Ad. 1. Faktor lingkungan yang berperan dalam timbulnya Lupus :

a. Zat kimia : aromatic amines (pewarna rambut; hidrazin pada obat antihipertensi hidralazin, pada asap rokok dan beberapa jenis jamur; tartrazine pada pewarna makanan atau pengawet makanan, pada tattoo dan beberapa obat-obatan), polyvinylchloride, trichloroethylene, cocaine, amphetamine; metal (merkuri klorid, emas, dan cadmium, racun, silikon, eosin pada lipstick, hormone estrogen dll.

b. Zat makanan : asam amino, lemak

 

Ad. 2.  Agen infeksius : Infeksi virus, bakteri dengan racun/toksin yang dikeluarkannya

Ad. 3.  Obat-obat pencetus aktivitas penyakit lupus

Beberapa obat-obatan telah diketahui sebagai pencetus terjadinya penyakit Lupus atau menyebabkan eksaserbasi penyakit lupus yang telah ada sebelumnya.  

Ad. 4.  Radiasi ultraviolet : terutama  sinar ultraviolet A dan B

Terdapat hubungan yang erat antara paparan sinar matahari dengan kejadian lupus.  Sinar matahari diketahui mengandung sinar ultraviolet A, B dan C.  Sinar Ultraviolet A (UVA) dan B (UVB), sangat berperan pada kejadian lupus.  Beberapa peneliti mengatakan bahwa sinar ultraviolet tersebut merusak kulit dengan mengubah komposisi DNA di bagian permukaan kulit, sehingga merusak regenerasi sel dalam tubuh.  Akibat proses tersebut terjadi pembentukan anti-DNA, yang diketahui merusak jaringan tubuh penderita lupus.

Ad. 5 dan 6.  Trauma fisik dan stress emosional

Stress merupakan suatu kekuatan yang menimbulkan respons tubuh.  Beberapa jenis stress baik fisik maupun emosional dapat menyebabkan perubahan pada sistim imun dan sistim saraf pusat. Sistem imun seperti halnya sistem yang mempertahankan homeostasis tubuh lainnya, terintegrasi dalam proses-proses fisiologis lain dan dimodifikasi oleh sistim saraf otak. Stress yang berat bagi seseorang, seperti kematian pada seorang yang dicintainya, perceraian, kehilangan pekerjaan atau adanya trauma fisik yang berat beberapa waktu sebelum penegakan diagnosis lupus telah diketahui dapat menyebabkan timbulnya aktivitas penyakit lupus.  

 

Ad. 7  Faktor predisposisi : kelainan genetik dan faktor hormonal

Diduga bahwa faktor genetik memegang peranan penting dalam patofisiologi penyakit Lupus. Pembentukan antibodi ditentukan secara genetik. Beberapa peneliti menemukan adanya hubungan antara penyakit Lupus dengan gen Human Leukocyte Antigen (HLA) seperti DR2, DR3 dari Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II. Penderita Lupus yang mempunyai epitop antigen HLA-DR2 cenderung membentuk autoantibodi anti-dsDNA, sedangkan penderita yang mempunyai epitop HLA-DR3 cenderung membentuk autoantibodi anti-Ro/SS-A dan anti-La/SS-B. Penderita Lupus dengan epitop-epitop HLA-DR4 dan HLA-DR5 memproduksi autoantibodi anti-Sm dan anti-RNP.  Penderita yang secara genetik mempunyai predisposisi menderita penyakit SLE, yaitu yang mempunyai gen HLA-DR2, HLA-DR3, HLA-DR4 dan HLA-DR5, sering mengalami gangguan pada sistem regulasi sel T dan fungsi sel B. Diduga haplotip HLA tertentu dapat mengganggu fungsi sistem imun sehingga terjadi peningkatan kejadian autoimunitas.

Kelompok umur yang sering terkena penyakit Lupus adalah 15 – 45 tahun. Penyakit Lupus sering terjadi pada usia pubertas, waktu hamil, pasca persalinan dan penggunaan pil kontrasepsi oral yang mengandung estrogen. Pada anak dan usia lanjut  jarang ditemukan penyakit Lupus. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor hormonal berperan penting pada penyakit Lupus.

Berdasarkan klasifikasi kriteria menurut ACR tahun 1997 untuk diagnosis penyakit Lupus, terdapat beberapa kriteria klinis dan laboratoris yang dapat menjadi dasar penegakkan diagnosis, yaitu:

Kriteria untuk kelainan kulit :

1. Kemerahan pada kulit permukaan wajah/Butterfly rash (lupus/malar rash yang meliputi pipi dan hidung)

2. Kemerahan pada area kulit yang lebih dalam/subkutan/Discoid rash (kelainan kulit lebih tebal, biasanya disertai skar/jaringan parut, biasanya didaerah kulit yang terpapar sinar matahari)

3. Fotosensitivitas (rash/kulit kemerahan yang memberat setelah terpapar sinar ultraviolet A dan B)

4. Oral ulcer (ulkus di mulut, biasanya di langit-langit rongga mulut atau hidung, dan umumnya tidak terasa nyeri).

 

Kriteria kelainan sistemik :

  1. Artritis (peradangan pada sendi sendi jari tangan dan kaki disertai pembengkakan, nyeri bahkan penumpukan cairan)
  2. Serositis (peradangan pada selaput paru/pleura, selaput jantung/pericardial dan selaput perut/peritoneum)
  3.  Kelainan ginjal (terdapat proteinuri atau kelainan ginjal dengan ditemukannya sediment urine secara mikroskopis)
  4. Kelainan syaraf/neurologi (kejang atau gangguan jiwa/psikosa tanpa sebab yang jelas)

 

Kriteria laboratoris :

  1. Kelainan darah (anemia hemolitik: pemecahan sel darah merah karena serangan sistem imun tubuh), leukopenia (rendahnya sel darah putih) atau limfopenia, dan trombositopenia (rendahnya sel trombosit dalam darah)
  2.  Kelainan imunologi (ditemukannya tes Anti-DsDNA [+], antiphospholipid antibodi [+], lupus anticoagulant [+], false positif test sifilis, atau anti-Sm[+]) dari darah pasien Lupus.
  3.  ANA test [+].

Pengelolaan penderita Lupus

I. Edukasi dan konseling yang berkelanjutan

II. Program rehabilitasi medik sesuai keterbatasan fisik yang terjadi.

III. Pengobatan medikamentosa sesuai organ yang terlibat.

a. Pemberian obat anti nyeri sesuai dengan gejala klinis yang dirasakan, dengan OAINS

b. Pemberian obat Antimalaria : kloroquin, hidroksikloroquin untuk kelainan kulit, dan keluhan persendian serta ginjal

c. Pemberian obat Steroid : Methylprednisolone, Prednisone, Dexamethasone sebagai anti radang yang kuat pada kondisi akut maupun yang mengancam jiwa.

d. Pemberian obat Imunosupresan/Sitotoksik konvensional/tradisional : seperti methotrexate, azathioprin, siklofosfamid, siklosforin, mikofenolat mofetil untuk keterlibatan organ tubuh yang lebih berat.

e. Terapi lain : obat agen biologik : Anti CD 20, anti interleukin atau anti sitokin, yang pemberian nya dilakukan secara injeksi, sub kutan maupun intra vena, diberikan pada kasus yang berat yang umumnya tidak berespon terhadap obat imunosupresan konvensional/tradisional.

 

Penyakit Lupus ini memerlukan penanganan oleh Tim Dokter Ahli, karena variasi klinis yang beragam, baik untuk penegakkan diagnosis awal maupun tatalaksana penyakitnya. Semakin cepat ditemukan penyakit Lupus ini, semakit cepat pula penanganan medis yang dapat dilakukan, sehingga dapat mencapai perbaikan klinis (remisi) dan menjadikan penyakit nya terkontrol dengan baik.

Daftar Pustaka:

1. Petri M, Goldman D, Magder LS. Validation of proposed EULAR/ACR SLE classification criteria versus SLICC SLE classification criteria. Arthritis Rheumatol [Internet]. 2018;70(suppl 10).

2. Rekomendasi IRA: Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik 2019.