Senin, 22 Agustus 2022 10:50 WIB

Pengaruh Kelelahan Saat Jam Kerja terhadap Kualitas Kinerja

Responsive image
3700
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Mengantuk di saat jam kerja, tentunya semua orang pernah mengalami hal tersebut sesuatu hal yang wajar dialami oleh semua orang dimana kelelahan yang dihadapi oleh seseorang, tentunya banyak faktor yang mempengaruhinya. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa kelelahan merupakan suatu gejala yang dirasakan setiap orang dimana terjadinya penurunan keadaan fisik dan mental seseorang yang berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja.

Kelelahan adalah fenomena yang umum terjadi pada berbagai tipe pekerjaan, dan setiap jenis pekerjaan mempunyai karakteristik kelelahan kerja tersendiri yang berbeda dimensinya. Kelelahan kerja adalah sejenis stres yang banyak dialami oleh orang-orang yang bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan pelayanan terhadap orang lain, seperti perawat kesehatan, transportasi, kepolisian, dan pendidikan. Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan sebagai menurunnya efisiensi, penampilan kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan pekerjaan yang harus dilakukan. Kita ketahui kelelahan merupakan gejala yang wajar dialami oleh setiap orang yang diakibatkan oleh faktor psikis maupun fisik. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa faktor individu dalam hal ini seperti umur, pendidikan, masa kerja, status perkawinan, dan status gizi mempunyai hubungan terhadap terjadinya kelelahan kerja. Faktor individu seperti umur dan status seseorang mempunyai hubungan yang signifikan tehadap terjadinya kelelahan.

Kelelahan diidentifikasi sebagai salah satu masalah kesehatan kerja di negara berkembang dan merupakan ancaman serius bagi kualitas hidup manusia bila kelelahan tersebut menjadi kronis dan berlebihan. Beberapa penyakit atau gejala yang dapat timbul di sektor pendidikan adalah burnout, depresi, kelelahan mental, mangkir kerja, gangguan tidur bahkan sampai insomnia, penyakit kardiovaskuler, dan gejalanya, migren, hipertensi, gangguan fungsi lambung, merokok, minuman keras dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif.

Kita ketahui jika dibandingkan dengan banyaknya profesi, pekerjaan di sektor pendidikan mungkin lebih banyak menimbulkan stres dan kelelahan kerja. Stres yang dialami pendidik dapat berkontribusi terhadap terjadinya sakit serta dapat menyebabkan beberapa orang meninggalkan profesi tersebut. Kelelahan psikologis yang dialami dosen, secara umum menimbulkan hilangnya perhatian, kepercayaan, ketertarikan dan semangat dalam bekerja. Pegawai yang mengalami kelelahan kerja, sering tidak masuk atau terlambat masuk kerja. Mereka menjadi kurang idealis dan kaku, kinerja memburuk dan mungkin berfantasi, bahkan berencana meninggalkan pekerjaan tersebut. Kelelahan psikologis dapat menurunkan daya ingat.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 disebutkan bahwa dosen adalah salah satu komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan di perguruan tinggi. Dosen harus mendapatkan perlindungan dari risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain akibat pekerjaannya. Tidak banyak institusi pendidikan tinggi yang memberikan jaminan perlindungan secara nyata kepada dosen. Bahkan, penilaian akreditasi program studi dalam institusi perguruan tinggi pun tidak melibatkan aspek-aspek tersebut. Kondisi tersebut dapat diartikan bahwa monitoring atau pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pada dosen dari pemerintah masih sangat lemah. Tidak ada pengawasan pada pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja di perguruan tinggi.

Sebagai contoh profesi dosen ternyata tidak lepas dari permasalahan kelelahan (fatigue) yang dapat dikategorikan sebagai penyakit akibat kerja. Kelelahan kerja adalah berkurang atau hilangnya kesiagaan / kecepatan bereaksi dan kemampuan untuk menampilkan keselamaan dan kesehatan.

Dengan demikian kurangnya perhatian dan pengetahuan dosen tentang aspek keselamatan serta kesehatannya ditandai dengan gaya hidup (life style) yang tidak sehat. Dari sebuah hasil studi penelitian menyampaikan pada 24 orang dosen didapatkan data bahwa sebanyak 4 orang (16,67%) tidak membiasakan mengkonsumsi sarapan pagi, sebagian besar dosen tidak membagi waktu tidur dengan baik dan hanya 1 orang dosen yang mempunyai waktu tidur lebih dari 8 jam per hari. Pada suatu sekolah tinggi kesehatan swasta di wilayah Kopertis IV Jawa Barat, hampir semua dosen dalam 2 (dua) bulan terakhir absen bekerja antara 5-10 hari. Seorang dosen terkadang tidak sempat untuk makan pagi karena jadwal mengajar pagi sehingga tidak cukup waktu untuk melakukan aktivitas makan pagi. Dalam focus group discussion beberapa tahun yang lalu juga menyampaikan beberapa dosen di sekolah tinggi swasta di Jawa Barat didapatkan data bahwa dosen mengalami kelelahan kerja baik psikologi maupun fisiologi. Beberapa penyebab kelelahan diungkapkan karena kurangnya pengetahuan tentang kelelahan, keselamatan, dan kesehatan kerja di tempat kerja, karena mereka tidak medapatkan training maupun informasi tentang tempat kerja dan bahayanya pada saat awal bekerja. Kurang tidur karena membawa pekerjaan ke rumah dan tidak sempat untuk makan pagi karena terkadang mereka harus mengajar di pagi hari.

Bila hal tersebut berlangsung lama dan kualitas dosen dalam meningkatkan kualitas diri dan mahasiswa akan menurun. Akibatnya banyak penyakit yang dapat timbul. Dalam sebuah penelitian diungkapkan bahwa lama waktu kerja berkaitan dengan kejadian fatigue dan tingkat konsentrasi pada pekerja. Oleh karena itu perlu diupayakan untuk pencegahan hal tersebut yang dapat berpengaruh pada kualitas kinerja pekerja. Dengan kata lain tentunya sebagai perhatian kita bersama dalam mencegah hal tersebut, diupayakan selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat, sebagai upaya untuk pencegahan kelelahan kerja yang dapat menurunkan kualitas kinerja.

 

Referensi :

European Trade Union Committee for Education (ETUCE). 2007. Report on the ETUCE Survey on Teachers Work.

Hanneke, W. 2006. Prevalence of Musculoskeletal Disorders Is Systematically Higher in Women Than in Men. Clinical Journal of Pain, 22(8): 717-724.

Jaarveld, V.J. 2004. The Relationship between Burnout, Coping and Sense of Coherence amongst Engineers and Scientist. Unpublished Doctoral Dissertation. South Africa : University of South Africa.

Power, J.D. 2006. Ambulatory Physician Care for Musculoskeletal Disorders in Canada. The Journal of Rheumatology, 33(1): 133-139.

Smith, D.R. 2006. A Detailed Analysis of Musculoskeletal Disorder Risk Factors among Japanese Nurses. Journal of Safety Research, 37(2) : 195-200.

Suma’mur. 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja Hiperkes Edisi 2. Sagung Setra : Jakarta.

Sprigg, C.A. 2007. Work Characteristics, Musculoskeletal Disorders, and The Mediating Role of Psychological Strain : A Study of Call Center Employees. Journal of Applied Psychology, 92(5): 1456-1466.

Widowati, E. 2011. Getaran Benang Lusi Terhadap Kelelahan Mata. Jurnal Kemas, 7(1): 1-6 KEMAS 9 (1) (2013) 53-57 Jurnal Kesehatan Masyarakat https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas.