Selasa, 09 Agustus 2022 11:26 WIB

Gangguan Tidur pada Nyeri Kronis

Responsive image
1104
dr.Tjahya Aryasa EM, Sp.An, KAO - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

     Umumnya, pasien dengan nyeri kronis datang ke dokter dengan berbagai jenis komorbitas medis dan psikologis. Gangguan tidur sering terjadi pada pada pasien dengan nyeri kronis. Insomnia merupakan sebuah kondisi yang sering terjadi pada pasien nyeri yang mengalami gangguan tidur. Pada umumnya, insomnia dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memperoleh tidur dan istirahat yang cukup pada pagi hari.Insomnia dapat disebabkan oleh kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau keduanya. Insomnia kronis terjadi setidkanya 3 kali perminggu selama minimal 3 bulan yang biasanya ditandai dengan gejala yang timbul pada siang hari seperti kelelahan dan penurunan ketajaman berpikir.

     Diperkirakan bahwa prevalensi gangguan tidur pada pasien nyeri kronis berkisar antara 50% dan 80%. Terdapat penelitian persuasif yang mendukung bahwa gangguan tidur dan nyeri bersifat dua arah dimana nyeri dapat mengganggu tidur dan gangguan tidur dapat memperburuk rasa nyeri. Hasil penelitian ini mengungkapkan tingkat frekuensi dan keparahan insomnia berhubungan dengan sensitivitas nyeri. Disini juga diungkapkan bahwa toleransi rasa sakit berkurang pada subjek yang mengalami gangguan tidur dan nyeri.

     Polisomnografi (PSG) dan kuesioner evaluasi diri merupakan sebuah pemeriksaan standard yang digunakan dalam asesmen insomnia. Ada juga beberapa pemeriksaan yang tersedia yang dapat digunakan secara klinis untuk memantau dan menilai durasi dan kualitas tidur seperti Kuesioner Wollf Morning (WMQ), Skala Pengukuran Subjektif Kryger (KSM) dan Kuesioner Indeks Kualitas Tidur Pittsburgh (PSQI). Kuesioner evaluasi diri lebih sering digunakan karena menekan biaya dan merupakan asesmen primer yang digunakan dokter. Namun demikian, penting bagi dokter untuk memilih instrument asesmen yang sesuai dengan kondisi klinis, waktu, beban pasien dan sumber daya yang tersedia.

     Terapi gangguan tidur pada nyeri kronis terbagi kepada dua ; intervensi nonfarmakologi dan farmakoterapi. Pendekatan secara Cognitive Behavioral Therapy (CBT-P/CBT-I) yang merupakan salah satu intervensi nonfarmakologi yang dapat memperbaiki kondisi klinis dari nyeri dan gangguan tidur. Terapi ini terdiri dari beberapa bagian seperti psikoedukasi tentang tidur dan insomnia, rangsangan stimulus, pembatasan tidur, pelatihan relaksasi dan kognitif terapi.

     Namun, bagi pasien dengan nyeri kronis yang tidak terkontrol, terapi berupa farmakalogi sangat diperlukan. Obat seperti golongan opioid, benzodiazepin, nonbenzodiazepin, antipsikotik dan antikonvulsan merupakan obat yang umum digunakan untuk mengatasi nyeri kronis. Perlu diketahui penggunaan obat-obat diatas dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan efek samping yang dapat memperburuk kondisi pasien. Oleh karena itu, diperlukan indikasi dan dosis yang tepat untuk mengatasi nyeri tersebut.

Daftar Pustaka :

1.    Gropper, M., Eriksson, L., Fleisher, L., Wiener-Kronish, J. and Cohen, N., 2019. Miller's anesthesia. 9th ed. Elsevier

2.    Cheatle, M., Foster, S., Pinkett, A., Lesneski, M., Qu, D. and Dhingra, L., 2021. Assessing and Managing Sleep Disturbance in Patients with Chronic Pain.