Selasa, 09 Agustus 2022 10:32 WIB

Pertolongan Pertama pada Trauma Mata

Responsive image
6696
dr. Mario M. Hutapea, Sp.M(K) - RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Trauma pada mata bisa terjadi kapan saja dan menyerang siapa saja. Bisa terjadi saat berolahraga, berkendara ataupun saat beraktivitas sehari-hari. Dimulai dari trauma ringan seperti iritasi mata dari sabun mandi hingga trauma mata berat akibat kecelakaan. Walaupun organ mata berukuran relatif kecil dan terlindung oleh struktur wajah lainnya, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya gangguan fungsi mata pasca trauma. Trauma dapat menyebabkan kerusakan mulai dari lapisan terluar yaitu kelopak mata, tulang-tulang wajah disekitar mata, bola mata, maupun susunan saraf mata. Kerusakan pada struktur-struktur tersebut menyebabkan trauma mata menjadi salah satu hal yang ditakutkan dan berpotensi menyebabkan masalah permanen pada mata.

Anak-anak merupakan kelompok usia yang paling berisiko tinggi untuk mengalami trauma mata. 52% dari kasus-kasus trauma mata ditemukan pada populasi anak, dan tidak sedikit diantaranya yang berujung dengan kebutaan.1 Insidensi kejadian tersebut terjadi di 15 dari setiap 100.000 anak per tahun, namun angka tersebut meningkat pada kasus-kasus trauma mata di negara berkembang, terutama pada populasi dengan status sosial ekonomi yang rendah. Berdasarkan sebuah riset studi di Amerika, diketahui bahwa prevalensi trauma mata ditemukan pada 7,5% populasi, sedangkan trauma mata yang menyebabkan kerusakan penglihatan terjadi pada 4,4 orang per 1000 individu.

Berdasarkan data dari United States Eye Injury Registry (USEIR), rasio trauma mata yang terjadi pada populasi anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki adalah 1: 3,4. Dapat dilihat anak laki-laki juga lebih banyak menjadi korban trauma mata dibandingkan perempuan. Populasi usia anak juga mempengaruhi tempat terjadinya trauma. Anak-anak usia kurang dari lima tahun lebih rentan terkena trauma mata, begitu juga dengan anak-anak di usia 11-15 tahun yang juga berisiko tinggi terkena trauma mata dari kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan olahraga.

Secara sederhana, trauma mata dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu; trauma pada bola mata dan trauma pada jaringan selain bola mata. Trauma pada bola mata sendiri dibagi menjadi trauma mekanik dan trauma non-mekanik. Trauma kimia masuk dalam trauma non-mekanik.Trauma mata yang disebabkan oleh trauma mekanik dibagi menjadi trauma akibat benturan benda tajam atau tumpul. Benturan benda tumpul tidak hanya melukai area yang terkena, namun bisa memberikan efek hingga ke sisi belakang bola mata. Secara kasat mata,  keluhan yang timbul adalah lebam di area mata dan juga pembengkakan pada kelopak mata. Untuk mengurangi bengkak, dapat dilakukan kompres mata dengan air dingin. Kompres bisa dilakukan menggunakan handuk kecil ataupun sapu tangan yang sudah direndam dengan air dingin, kemudian diletakkan di area trauma selama 10-20 menit, dapat diulang sebanyak 3-4 kali dalam 1 hari. Tidak perlu dilakukan penekanan saat melakukan kompres. Jika nyeri bertambah ataupun disertai dengan gangguan penglihatan segera berobat ke RS atau fasilitas kesehatan lainnya, karena dapat terjadi kerusakan dari sisi kornea, lensa, dan struktur internal mata lainnya.

Kasus-kasus trauma mekanik oleh benda tajam, yang mengakibatkan sayatan di area mata merupakan keadaan genting yang memerlukan pertolongan lebih lanjut segera. Yang dapat dilakukan setelah terjadi trauma adalah melindungi mata ataupun area sekitar mata yang tersayat, dengan cara menutup area luka dengan kasa, kain, ataupun tissue yang bersih. Akan lebih baik jika dapat ditutup dengan penutup mata khusus. Hindari membilas mata dengan air ataupun cairan lainnya, tidak perlu melakukan evakuasi benda asing jika terdapat benda asing yang tertinggal di sekitar atau di area sayatan, hindari menyentuh bagian mata yang tersayat.  Segera pergi ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Luka sayatan yang terbuka ataupun luka yang luas tentunya memerlukan jahitan. Tidak jarang luka sayat juga melukai bola mata sehingga perlu penanganan oleh dokter spesialis. Pada contoh kasus ekstrem, dapat terjadi trauma tembus mata. Pada trauma tembus di area mata, dilarang untuk melakukan reposisi ataupun mengambil benda yang tertusuk ke area mata. Pasien trauma yang mengalami gangguan pada penglihatan, perdarahan aktif, perdarahan pada bola mata diharapkan  segera datang ke RS ataupun fasilitas kesehatan lainnya untuk dilakukan penanganan pertama oleh tenaga kesehatan.

Untuk kasus trauma oleh benda asing di mata, penanganan disesuaikan oleh ukuran dan jenis benda asing tersebut. Jika benda asing yang masuk ke dalam mata relatif berukuran kecil dan ringan, dapat dicoba dengan mengedipkan mata beberapa kali hingga benda asing keluar dengan sendirinya. Jika masih kesulitan untuk dikeluarkan, bisa dibantu dengan cara mengalirkan air bersih ataupun cairan saline untuk membilas dan membantu mengeluarkan benda asing tersebut. Untuk benda asing dengan ukuran yang lebih besar dan menempel pada area bola mata, disarankan untuk segera mencari pertolongan ke dokter agar dilakukan evakuasi oleh dokter.

Agen kimia penyebab trauma dibagi menjadi kimia asam dan kimia alkali. Bahan kimia alkali menjadi berbahaya karena dapat mengganggu struktur kornea mata dan memperlambat proses penyembuhan jaringan mata, sedangkan bahan kimia yang asam dapat menyebabkan perubahan struktur protein pada jaringan mata. Penanganan pertama pada trauma mata yang disebabkan oleh zat kimia adalah irigasi. Irigasi pada mata dapat dilakukan dengan menggunakan air biasa ataupun air minum, dialirkan ke area trauma selama 15-30 menit. Pastikan aliran air tidak terlalu cepat atau kencang. Irigasi penting untuk dilakukan untuk meminimalisir kontak antara bahan kimia dengan permukaan mata. Irigasi mata yang dilakukan di RS atau layanan kesehatan dapat didahului dengan pemberian anestesi topikal untuk mengurangi rasa tidak nyaman. Dalam melakukan irigasi, kelopak mata pasien dapat dibuka atau dilipat sesuai kemampuan agar dapat membersihkan seluruh area mata.

Keluhan yang sering timbul pasca trauma pada mata diantaranya rasa nyeri dan edema, lebam, perubahan penglihatan (penurunan penglihatan, tampak titik-titik pada penglihatan, ataupun hilang penglihatan), nyeri saat mata digerakkan, ataupun perdarahan.  Hampir seluruh trauma mata disertai dengan rasa nyeri dan tidak nyaman. Untuk mengatasi rasa nyeri tersebut pasien boleh mengkonsumsi anti nyeri seperti Paracetamol ataupun Ibuprofen.

 

Referensi:

Swain, T. and McGwin Jr, G., 2020. The Prevalence of Eye Injury in the United States, Estimates from a Meta-Analysis. Ophthalmic Epidemiology, 27(3).

D. Gelston, C., 2013. Common Eye Emergencies. American Family Physician, 88(8).

Kanski, J., 2008. Clinical ophthalmology. Edinburgh: Butterworth Heinemann/Elsevier.

Conrad DR. Ocular Trauma: Principles and Practice, Ferenc Kuhn, Dante J. Pieramici. Thieme (2002). Canadian Journal of Ophthalmology. 2004;39(7):802.

Roth FS, Koshy JC, Goldberg JS, Soparkar CNS. Pearls of orbital trauma management. Semin Plast Surg. 2010;24(4):398-410.

Dhillon, J., 2021. Approach to: Ocular trauma. McGill Journal of Medicine, 19(1).

Shapiro, M., 2003. Ocular Trauma: principles and practice,. Survey of Ophthalmology, 48(5), p.567.

Rho, J., Jerkins, B., T. Fowler, B., C. Dryden, S. and Murchison, A., 2020. Pre-Ophthalmologist Management of Eye Trauma. American Academy of Ophthalmologist,.

Singh, P., Tyagi, M., Kumar, Y., Gupta, K. and Sharma, P., 2013. Ocular chemical injuries and their management. Oman Journal of Ophthalmology, 6(2), p.83.

D. Gelston, C. and A. Deitz, G., 2020. Eye Emergencies. American Family Physician. American Family Physician, 102(9).

D. Gelston, C., 2013. Common Eye Emergencies. American Family Physician, 88(8).

Sumber gambar: alomedika.com