Jumat, 05 Agustus 2022 08:21 WIB

Peran Human leucocyte antigen (HLA) dalam Transplantasi Organ

Responsive image
6555
Ira Puspitawati - RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

     Human Leucocyte Antigen (HLA) merupakan salah satu satu pemeriksaan yang dilakukan sebelum transplantasi organ. Sebagaimana kita ketahui bahwa transplantasi adalah suatu tindakan terapi yang dilakukan dengan memindahkan organ yang sehat dari pemberi organ (donor) ke penerima organ (resipien). Pemeriksaan HLA berperan untuk memprediksi terjadinya ketidakcocokan dan timbulnya reaksi penolakan dari resipien atas organ yang dicangkokkan.

     Molekul HLA adalah molekul yang sangat berperan dalam reaksi imunologis terhadap organ yang dicangkokan. Molekul ini berperan untuk mengenalkan protein yang dapat memicu respon imunologis atau yang disebut antigen kepada sel pertahanan tubuh khususnya sel limfosit T. Pada kasus transplantasi, molekul HLA akan memperkenalkan antigen organ yang ditransplankan kepada sel pertahanan tubuh milik resipien. Hasil pengenalan ini akan menentukan apakah organ tersebut akan ditolak atau ditolerir. Secara alami organ yang dicangkokkan dianggap sebagai benda asing bagi tubuh penerima (resipien), sehingga tubuh resipien akan melakukan serangkaian reaksi penolakan. Untuk dapat meminimalisir reaksi penolakan, maka tim dokter harus berusakan mencari organ yang reaksi penolakannya paling minimal dan dapat ditolerir. Patokan toleransi tersebut dapat dilakukan melalui penilaian hasil pemeriksaan HLA yang secara umum terbagi menjadi 2 tipe HLA yaitu HLA kelas I (HLA A, B dan C) serta HLA kelas II (HLA DR, DQ, DP).

     Pemeriksaan HLA ini terdiri dari 3 macam pemeriksaan, yaitu HLA typing, pemeriksaan ini akan memetakan pola HLA donor maupun resipien sehingga akan dapat dinilai seberapa kecocokan keduanya. Semakin besar kecocokannya maka risiko penolakan akan semakin minimal. Secara mudahnya pemeriksaan ini analog dengan golongan darah dalam transfusi namun tentunya lebih rumit secara sistem. Pemeriksaan HLA berikutnya adalah HLA crossmatching. Pada pemeriksaan ini serum resipien akan direaksikan dengan sel darah donor dan selanjutnya akan dinilai apakah ada reaksi kerusakan sel (lisis) sel darah donor. Reaksi crossmatch ini diharapkan dapat memprediksi reaksi yang ada di dalam tubuh resipien. Pasangan donor dan resipien yang memiliki hasil crossmatch positif kuat merupakan kontraindikasi untuk dilakukan transplantasi, sehingga pada pasangan yang memiliki hasil crossmatch yang positif disarankan untuk mencari donor pengganti. Pemeriksaan ini juga analog  dengan pemeriksaan crossmatch pada transfusi darah. Pemeriksaan berikutnya adalah HLA antibodi. Pemeriksaan ini berperan untuk mengetahui antibodi HLA yang ada di dalam tubuh resipien. Apabila di dalam tubuh resipien memiliki kandungan antibodi yang tinggi, maka akan berisiko menimbulkan reaksi penolakan.

     Hasil ketiga jenis pemeriksaan HLA tersebut akan dievaluasi meliputi sejauh mana kecocokan tipe HLA nya, bagaimana reaksi crossmatchnya dan apakah ada antibodi yang ada di dalam tubuh resipien yang ditujukan kepada donor. Apabila didapatkan kecocokan HLA yang baik, reaksi crossmatch yang negatif maka pasangan tersebut berpotensi untuk dapat dilakukan transplantasi. Terkait dengan pemeriksaan antibodi HLA, apabila di dalam tubuh resipien didapatkan kadar antibodi HLA yang tinggi maka dapat dilakukan serangkaian tindakan desensitisasi dengan plasmaferesis yang berfungsi untuk mengurangi kadar antibodi tersebut. Tindakan ini sejauh ini cukup efektif untuk dapat mengurangi kemungkinan reaksi penolakan yang dipicu oleh tingginya antibodi HLA.

     Paska tindakan transplantasi akan dilakukan evaluasi fungsi organ sesuai dengan tindakan transplantasi yang dilakukan. Pemeriksaan antibodi HLA juga dapat digunakan untuk monitoring paska transplantasi terutama jika didapatkan tanda-tanda penolakan. Pada kondisi tersebut akan didapatkan peningkatan antibodi di dalam tubuh resipien, hal ini menunjukkan adanya reaksi penolakan. Pemeriksaan monitoring antibodi ini merupakan pemeriksaan yang non invasif sehingga dapat dilakukan sebagai alternatif pemeriksaan paska transplantasi yang dapat membantu memprediksi adanya rekasi penolakan. Ketiga jenis pemeriksaan HLA tersebut akan saling melengkapi dan mendukung optimalnya luaran transplantasi organ.

Sumber :

 -    Takemoto S, Port FK, Claas FHJ, Duquesnoy RJ. HLA Matching for Kidney Transplantation.                 Human Immunology 2004; 65: 1489–1505.

-     Murphi K, Janeway CA, Travers P, Walport M. Autoimmunity and transplantation. In: Janeway’s          Immunobiology. 8th Edition. New York: Garland Science; 2012.