Kamis, 04 Agustus 2022 14:44 WIB

Manajemen Nyeri

Responsive image
74278
Faisol, SKM, S.Kep, Ners - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Nyeri adalah masalah kesehatan dunia diperkirakan setiap tahun 20% populasi dunia mengalami nyeri dan setengahnya adalah nyeri kronis. Di Amerika, nyeri merupakan alasan utama yang membuat orang datang mencari pusat pelayanan kesehatan. Berdasarkan penelitian di Amerika tahun 2012, terdapat sebanyak 86,6 juta orang dewasa yang mengalami nyeri akut setiap hari dan 25,5 juta memiliki nyeri kronis. Di Indonesia belum ada penelitian skala besar yang membahas prevalensi dan kualitas semua jenis nyeri. Indonesia juga belum memiliki parameter praktis untuk menilai nyeri, tingkat kenyamanan pasien, dan efek nyeri terhadap kualitas hidup rakyat Indonesia. 

Nyeri merupakan pengalaman manusia yang paling kompleks dan merupakan fenomena yang dipengaruhi oleh interaksi antara emosi, prilaku, kognitif dan faktor-faktor sensori fisiologi. Nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian yang dilukiskan dengan istilah kerusakan. 

Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan. Karena nilainya bagi kelangsungan hidup, nosiseptor (reseptor nyeri) tidak beradaptasi terhadap stimulasi yang berulang atau berkepanjangan. Simpanan pengalaman yang menimbulkan nyeri dalam ingatan membantu kita menghindari kejadian – kejadian yang berpotensi membahayakan di masa mendatang. Nyeri adalah bentuk ketidaknyamanan baik sensori maupun emosional yang berhubungan dengan resiko atau aktualnya kerusakan jaringan tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri. 

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan nyeri kronis.Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan – lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.Tinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi kedalam beberapa kategori, di antaranya nyeri tertusuk dan nyeri terbakar. 

Nyeri ini hanya dapat dirasakan pada diri seseorang tanpa dapat dirasakan oleh orang lain, dan mencakup akan pola fikir, aktifitas seseorang secara langsung, dan juga perubahan hidup seseorang. Nyeri juga merupakan tanda dan gejala penting yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan secara fisiologis. Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri. 

Penanganan yang adekuat sangat dibutuhkan oleh penderita nyeri, tidak hanya untuk meredakan rasa nyerinya melainkan pula untuk meningkatkan mutu kehidupannya. Maka, perlu dilakukan manajemen nyeri. Manajemen nyeri adalah mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan. 

Manajemen nyeri bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang sampai mengganggu aktivitas penderita. Manajemen nyeri akan diberikan ketika seorang merasakan sakit yang signifikan atau berkepanjangan. Tujuan adanya manajemen nyeri antara lain: mengurangi rasa nyeri yang dirasakan, meningkatkan fungsi bagian tubuh yang sakit dan meningkatkan kualitas hidup. Nyeri dapat ditangani dengan menggunakan manajemen nyeri farmakologi dan non-farmakologi. 

Manajemen Nyeri Farmakologi Menghilangkan nyeri dengan pemberian obat-obatan pereda nyeri. Penggunaan pada nyeri sangat hebat dan berlangsung berjam-jam atau hingga berhari-hari. Obat-obatan yang digunakan jenis analgesik. terdapat tiga jenis analgesik, yaitu:

  1. Non-narkotik dan anti inflamasi non-steroid (NSAID): dapat digunakan untuk nyeri ringan hingga sedang. Obat ini tidak menimbulkan depresi pernapasan.
  2. Analgesik narkotik atau opioid: diperuntukkan nyeri sedang hingga berat, misalnya pasca operasi. Efek samping obat ini menimbulkan depresi pernapasan, efek sedasi, konstipasi, mual, dan muntah.
  3. Obat tambahan atau adjuvant (koanalgesik): obat dalam jenis sedatif, anti cemas, dan pelemas otot. Obat ini dapat meningkatkan kontrol nyeri dan menghilangkan gejala penyertanya. Obat golongan NSAID, golongan kortikosteroid sintetik, golongan opioid memiliki onset sekitar 10 menit dengan maksimum analgesik tercapai dalam 1-2 jam. Durasi kerja sekitar 6-8 jam.

Manajemen Nyeri non-Farmakologi ada beberapa tindakan non-farmakologi yang dapat dilakukan secara mandiri oleh perawat, yaitu: 

  1. Stimulasi dan Masase Kutaneus Masase merupakan stimulasi kutaneus tubuh secara umum yang dipusatkan pada punggung dan tubuh. Masase dapat mengurangi nyeri karena membuat pasien lebih nyaman akibat relaksasi otot.
  2. Kompres Dingin dan Hangat Kompres dingin menurunkan produksi prostaglandin sehingga reseptor nyeri lebih tahan terhadap rangsang nyeri dan menghambat proses inflamasi. Kompres hangat berdampak pada peningkatan aliran darah sehingga menurunkan nyeri dan mempercepat penyembuhan. Kedua kompres ini digunakan secara hati-hati agar tidak terjadi cedera. 
  3. Transcutaneus Electric Nerve Stimulation (TENS) TENS dapat digunakan untuk nyeri akut dan nyeri kronis. TENS dipasang di kulit menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar, atau mendengung pada area nyeri. Unit TENS dijalankan menggunakan baterai dan dipasangi elektroda.
  4. Distraksi Pasien akan dialihkan fokus perhatiannya agar tidak memperhatikan sensasi nyeri. Individu yang tidak menghiraukan nyeri akan lebih tidak terganggu dan tahan menghadapi rasa nyeri. Penelitian Fadli (2017) memaparkan bahwa ada pengaruh distraksi pendengaran terhadap intensitas nyeri pada klien fraktur. Terdapat penurunan skor nyeri setelah diberikan terapi distraksi pendengaran.
  5. Teknik Relaksasi Relaksasi dapat berupa napas dalam dengan cara menarik dan menghembuskan napas secara teratur. Teknik ini dapat menurunkan ketegangan otot yang menunjang rasa nyeri. Penelitian Aini (2018) menunjukkan ada pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur.
  6. Imajinasi Terbimbing Pasien akan dibimbing dan diarahkan untuk menggunakan imajinasi yang positif. Dikombinasi dengan relaksasi dan menggunakan suatu gambaran kenyamanan dapat mengalihkan perhatian terhadap nyeri. 
  7. Terapi Musik Pengaruh signifikan pemberian musik instrumental terhadap penurunan skala nyeri pasien pra operasi fraktur. Musik instrumental dapat memberikan ketenangan pada pasien. Pemberian musik dapat mengalihkan perhatian pasien dan menurunkan tingkat nyeri yang dialami.

 

Sumber Pustaka:
A. Aziz Alimul Hidayat Musrifatul Uliyah (2015) Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. 2nd edn. Edited by Tri Utami. Jakarta Selatan: Salemba Medika.Aini (2018) ‘Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur’, Jurnal Kesehatan, 9(2), pp. 262–266.

Andarmoyo (2013) Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. 1st edn. Edited by Rose KR. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA. 

Brunner & Suddarth (2015) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. 8th edn. Edited by Monica Ester. Jakarta?: EGC: Buku Kedokteran EGC.

Fadli, F. (2017). Pengaruh distraksi pendengaran terhadap intensitas nyeri pada klien fraktur di rumah sakit Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang. Jurnail Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 11, 135–138. Retrieved from http://ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/236/124 

Novitasari, S., Sulaeman, S., & Purwati, N. H. (2019). Pengaruh Terapi Musik dan Terapi Video Game terhadap Tingkat Nyeri Anak Usia Prasekolah yang Dilakukan Pemasangan Infus.

Journal of Telenursing (JOTING), 1(1), 168– 177.

https://doi.org/10.31539/joting.v1i1.510Potter & Perry (2010) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. 7th edn. Edited by D. Yulianti and M. Ester. Jakarta?: EGC: EGC.

Sherwood L (2011). Fisiologi manusia: dari sel ke sistem edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer & Bare (2013) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edited by Monica Ester. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Sudewa IBA, Subagiartha IM.2017. Efek nyeri terhadap mutu kehidupan. FK Universitas Udayana Denpasar:Bali. 

http://ners.unair.ac.id/site/index.php/news-fkp-unair/30-lihat/1208-kenali-prosedur-manajemen-nyeri diunduh pada tanggal 25 Pebruari 2022.

DOC, PROMKES, RSMH