Henti jantung adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba yang diakibatkan oleh adanya kerusakan sistem kelistrikan jantung sehingga jantung tidak dapat memompa darah keseluruh tubuh. Henti jantung membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat karena dapat menyebabkan kerusakan organ otak hingga kematian. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2010, menyebutkan bahwa penyakit Henti jantung saat ini menjadi pembunuh nomor satu di negara maju dan berkembang dengan menyumbang 60% dari seluruh kematian, Faktor utama penyebab kondisi tersebut yaitu masyarakat awam tidak mampu mengenali korban yang sedang mengalami henti jantung dan sebagian besar masyarakat takut untuk memberikan pertolongan terkait resiko yang terjadi setelah memberikan pertolongan yang berhubungan dengan hukum yang berlaku.
Henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit (out of hospital cardiac arrest) atau OHCA adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa di Amerika Serikat. Angka kejadian henti jantung di luar rumah sakit sebanyak 360.000 kejadian setiap tahunnya, OHCA merupakan 15% dari penyebab kematian). Sebagian besar pasien yang mengalami OHCA tidak mendapatkan pertolongan RJP atau intervensi lain yang tepat misalnya (AED), untuk kelangsungan hidupnya. Data di atas hanya seperempat dari semua OHCA yang ditolong oleh by stander.
Mengingat pentingnya penanganan yang tepat pada henti jantung maka penelitian ini berfokus terhadap penanganan henti jantung. Kondisi tersebut dikarenakan rendahnya pengetahuan dan ketidakmampuan masyarakat dalam memberikan penanganan henti jantung dapat menyebabkan kematian yang tinggi pada henti jantung. Penanganan pertama yang dilakukan dalam menangani kasus henti jantung adalah dengan pemberian tindakan resusitasi jantung paru. Tindakan pertolongan tersebut bertujuan meningkatkan kesempatan untuk bertahan hidup dari serangan jantung, meskipun faktor yang mempengaruhi CPR bervariasi, tergantung pada pengetahuan dan keterampilan penolong, korban dan sumber daya yang tersedia, (Travers, et al., 2010). Kesuksesan dalam pertolongan pasien henti jantung tersebut diperlukan pengetahuan dan kemampuan tentang Basic live support (BLS). Pembelajaran tentang Basic live support dapat diperoleh melalui pelatihan, pembelajaran metode konvensional dan upaya lain. Sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan mampu menambah pemahaman-pemahaman baru khususnya tentang pemberian resusitasi jantung paru.
Bila menemukan pasien tidak sadarkan diri segera telpon ke layanan gawatdarurat terdekat atau melalui call center 119, dapat dilakukan sendiri atau dengan meminta bantuan orang sekitar. Sampaikan kepada petugas tentang kondisi pasien yang ditemukan dan lokasi tempat pasien ditemukan dan mintalah untuk dibawakan AED. Sembari menunggu pertolongan datang, lakukan pertolongan bantuan hidup dasar dengan melakukan pijat jantung hingga petugas medis datang. Bila petugas medis telah datang, maka petugas akan melakukan tindakan lanjutan berupa kejut jantung dan akan membawa pasien tersebut pada fasilitas kesehatan yang lebih memadai yaitu di rumah sakit (P2PTM Kemenkes RI, 2019).
Referensi :
Kose, S., Akin, S., Mendi, O., & Goktas, S. 2019. The effectiveness of basic life support training on nursing students’ knowledge and basic life support practices: A non-randomized quasi-experimental study. African Health Sciences, 19(2), 2252–2262. https://doi.org/10.4314/ahs.v19i2.51. Diakses pada 17 April 2020.
P2PTM Kemenkes RI. 2019. Pertolongan Pertama Pada Serangan Jantung. Jakarta ; Kemenkes RI