Minggu, 31 Juli 2022 11:21 WIB

Apakah Orang tua HIV Bisa Mempunyai Anak yang Tidak HIV ?

Responsive image
28211
Novita Agustina, Ns, M.Kep, Sp.Kep. A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Transmisi HIV dari ibu dengan HIV positif ke bayi disebut transmisi vertikal dapat terjadi melalui plasenta pada waktu hamil (intrauterin), waktu bersalin (intrapartum) dan pasca natal melalui air susu ibu (ASI).7 Tidak semua ibu pengidap HIV akan menularkannya kepada bayi yang dikandungnya. HIV tidak melalui barier plasenta. 

Transmisi vertikal terjadi sekitar 15-40%, sebelum penggunaan obat antiretrovirus. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan insidens pemberian ASI. Diperkirakan risiko transmisi melalui ASI adalah 15%. Apabila ibu terinfeksi pada saat hamil tua atau pada saat menyusui maka risiko tersebut meningkat sampai 25%. HIV, virus penyebab AIDS, dapat menular dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya yang baru lahir. Bila ibu baru tertular HIV pada akhir masa kehamilan, viral loadnya akan sangat tinggi waktu melahirkan anak, yang berarti risiko bayi terinfeksi HIV waktu lahir paling tinggi. Oleh karena itu pasangan laki-laki terinfeksi HIV harus menghindari hubungan seks tanpa kondom dengan pasangan perempuan yang HIV- negatif waktu dia hamil.

Risiko transmisi vertikal bergantung pada beberapa faktor :

  • Usia kehamilan. Transmisi vertikal jarang terjadi pada waktu ibu hamil muda, karena plasenta merupakan barier yang dapat melindungi janin dari infeksi pada ibu. Transmisi terbesar terjadi pada waktu hamil tua dan waktu persalinan.
  • Beban virus di dalam darah.
  • Kondisi kesehatan ibu . Stadium dan progresivitas penyaklit ibu, ada tidaknya komplikasi, kebiasaan merokok, penggunaan obat-obat terlarang dan defisiensi vitamin  A.
  • Faktor yang berhubungan dengan persalinan; seperti masa kehamilan, lamanya ketuban pecah, dan cara persalinan bayi baru lahir.
  • Pemberian profilaksis obat antiretroviral
  • Pemberian ASI

Pencegahan transmisi vertikal
Pencegahan primer: Konseling sukarela, rahasia, dan pemeriksaan darah adalah cara mendeteksi pengidap HIV secara dini.
Pencegahan skunder:

  1. Pemberian terapi ARV bagi ODHA hamil. Semua ibu hamil dengan HIV harus diberi terapi ARV, tanpa harus menunggu pemeriksaan jumlah CD4, karena kehamilan itu sendiri merupakan indikasi
  2. Pemberian terapi ARV yang dilanjutkan seumur hidup.
  3. Pemberian profilaksis ARV untuk bayi lahir dari ibu HIV. Bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV yang mendapatkan pengganti ASI (PASI) diberikan profilaksis zidovudin dengan dosis sesuai usia gestasi selama 6 minggu. Apabila bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV mendapatkan ASI, maka profilaksis yang diberikan adalah zidovudin dan nevirapin dengan dosis sesuai usia gestasi selama 6 minggu dengan syarat ibu harus dalam terapi ARV kombinasi.
  4. Pertolongan persalinan oleh petugas terampil.
  5. Pembersihan jalan lahir. Menggunakan chlorhexidine dengan konsentrasi cukup pada saat intrapartum diusulkan sebagai salah satu cara yang dapat menurunkan insidens transmisi HIV intrapartum antara ibu ke anak.
  6. Persalinan dengan seksio sesaria. Bedah sesar elektif pada usia gestasi 38 minggu untuk mengurangi risiko transmisi vertikal infeksi HIV dilakukan pada ODHA hamil dengan viral load ≥1000 kopi/mL atau yang viral load tidak diketahui pada trimester ketiga kehamilan. Bedah sesar elektif untuk mengurangi risiko transmisi vertikal tidak dilakukan secara rutin pada ODHA hamil dengan viral load <1000 kopi/mL, kecuali atas indikasi obstetri.
  7. Menjaga kesehatan ibu
  8. Profilaksis kotrimoksazol untuk bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV. Profilaksis kotrimoksazol diberikan kepada seluruh bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV sejak usia 6 minggu sampai terbukti tidak terinfeksi HIV dengan uji diagnostik yang sesuai dengan usia.
  9. Pemberian nutrisi pada bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV. Hal ini memerlukan diskusi dengan ibu terkait pemilihannya. Nutrisi untukbayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV adalah pengganti ASI (PASI) untukmenghindari transmisi HIV lebih lanjut. Air susu ibu untuk bayi dari ibu terinfeksi HIV hanya dapat diberikan apabila syarat AFASS terhadap PASI tidak terpenuhi. Air susu ibu harus diberikan eksklusif selama 6 bulan, dengan syarat Ibu harus mendapatkan ARV kombinasi dan anak mendapatkan ARV profilaksis. Pemberian nutrisi campur ASI dan PASI (mixed feeding) harus dihindari karena menempatkan bayi pada risiko terinfeksi HIV yang lebih tinggi

Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa diminimalkan dengan cara ibu rutin mengkonsumsi ARV, disarankan persalinan dengan operasi caesar, tetap memberikan ASI eksklusif (bila viral load ibu rendah), namun jika bayi sudah pernah diberi susu formula maka sebaiknya ASI tidak diberikan lagi karena ada kekhawatiran perubahan pada saluran cerna bayi yang memudahkan virus HIV masuk ke tubuh bayi. 

Adapun jika yang positif HIV adalah ayahnya, ibu dan anak bisa saja tidak tertular dengan jalan ayah mengkonsumsi ARV secara teratur selama beberapa waktu sebelum berhubungan intim, atau bisa juga dilakukan metode sperm washing untuk mencuci sperma sehingga meminimalkan resiko penularan HIV pada ibu. Jika ibu tidak tertular HIV, maka anaknya pun kemungkinan juga tidak tertular. 

 

Referensi:
Fajriani, R. M., Hardjono, H., &amp; Sumardiyono, S. (2021). Pengaruh sistem pendidikan terhadap perilaku pencegahan penyakit HIV/AIDS pada siswa SMP di Surakarta. Smart Society Empowerment Journal, 1(1), 18.https://doi.org/10.20961/ssej.v1i1.48542

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor HK.01.07/MENKES/90/2019, 1–220. 

Suradi, R. (2016). Tata laksana bayi dari Ibu pengidap HIV/AIDS. Sari Pediatri, 4(4), 180. https://doi.org/10.14238/sp4.4.2003.180-5

DOC, PROMKES, RSMH