Kamis, 14 Maret 2024 11:59 WIB

Waspadai Kekerasan Verbal pada Anak

Responsive image
461
Promosi Kesehatan, Tim Kerja Hukum dan Humas RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Tumbuh kembang terdiri dari dua peristiwa, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Kedua peristiwa ini saling berkaitan. Adapun perbedaannya adalah pertumbuhan berhubungan dengan masalah perubahan dalam hal jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu. Semuanya ini bisa diukur dengan ukuran berat, panjang, umur tulang, dan keseimbangan metabolik. Sementara perkembangan adalah meningkatnya kemampuan atau skill dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diprediksi sebagai hasil dari proses pematangan. Proses perkembangan berhubungan dengan adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang berkembang sehingga masing-masing dapat menjalankan fungsinya masing-masing. Proses perkembangan ini juga meliputi perkembangan emosi, intelektual, bahasa, sosial, dan perilaku sebagai hasil dari interaksi dari lingkungannya. Jadi, tumbuh kembang adalah suatu proses yang berkelanjutan sejak dari konsepsi sampai dewasa yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa tumbuh kembang terjadi sejak dari dalam kandungan sampai lahir. Setelah lahir inilah tumbuh kembang anak mudah diamati.

Lingkungan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Faktor lingkungan ini terbagi dua, yaitu lingkungan yang mempengaruhi anak ketika masih dalam kanduangan (faktor pranatal) dan setelah anak lahir (faktor postnatal). Contoh pranatal meliputi gizi ibu ketika hamil, trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi, zat kimia yang dikonsumsi selama hamil, stres yang dialami ibu saat hamil, dan sebagainya. Sementara itu pada faktor postnatal,dibagi menjadi empat kategori yaitu lingkungan biologis, faktor fisik, faktor keluarga dan adat istiadat, serta faktor psikososial.

Adapun Pada faktor psikososial, di antaranya meliputi pemberian stimulasi yanng tepat terhadap tumbuh kembang anak. Anak yang mendapatkan stimulasi yang baik, maka akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang terarah dan lebih cepat dibanding daripada anak yang kurang atau tidak mendapatkan stimulasi. Selain itu, pemberian hukuman atau ganjaran yang tidak wajar juga menjadi salah satu faktor psikososial yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Anak yang selalu mendapatkan hukuman yang tidak wajar akan berpotensi mengalami stres. Hal ini akan membuat anak menarik diri dari lingkungannya, rendah diri atau tidak percaya diri, terlambat bicara, nafsu makan menurun, dan sebagainya.

Salah satu hukuman yang kadang tidak disadari oleh orang tua adalah menyalahkan anak dengan kalimat menyakiti hati dan perasaan anak. Kesalahan tersebut diulang-ulang hingga menyebutkan semua kekurangan anak. Kondisi inilah yang menjadi awal terjadinya kekerasan verbal pada anak. Pada kondisi yang lain ada juga orang tua yang berniat ingin mendisiplinkan anaknya, tetapi dengan cara yang keliru. Caranya dengan berteriak, menakut-nakuti hingga mengancam anak. Ketika anak mendapatkan perlakuan tersebut, maka semua itu akan tersimpan dalam ingatannya dan akan membentuk karakternya sehingga bisa menghambat perkembangan anak.

Dalam sebuah penelitian mengklasifikasikan bahwa bentuk perlakuan salah terhadap anak ke dalam beberapa kategori, yaitu penganiayaan fisik, kelalaian, penganiayaan emosional, penganiayaan seksual, dan sindrom munchusan. Kekerasan verbal pada anak digolongkan dalam penganiayaan emosional. Penganiayaan emosional ini ditandai dengan kata-kata yang merendahkan anak. Kondisi ini biasanya berlanjut dengan melalaikan anak, mengisolasi anak dari hubungan sosialnya, atau menyalahkan anak secara terus menerus. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kekerasan verbal termasuk kategori kekerasan psikologis pada klasifikasi penghinaan atau humiliation. Penghinaan yang dimaksud adalah menghina, mengejek, menyebut nama-nama yang tidak pantas,membuat anak merasa kekanak-kanakan, menentang identitas anak, martabat dan harga diri anak, mempermalukan, dan sebagainya.

Verbal abuse atau biasa disebut emotional child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang merugikan. Verbal abuse terjadi ketika orang tua  menyuruh anak untuk diam atau jangan menangis. Jika anak mulai bicara, ibu terus menerus menggunakan kekerasan verbal seperti “kamu bodoh”. “kamu cerewet”, “kamu kurang ajar”. Anak akan mengingat itu semua kekerasan verbal jika semua kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode.

Dari beberapa ulasan di atas, tentunya kekerasan verbal adalah kekerasan yang dilakukan secara lisan yang dilakukan secara terus menerus hingga menyebabkan terhambatnya perkembangan pada anak usia dini. Beberapa bentuk kekerasan verbal yang sering terjadi pada anak diantaranya mengancam, memfitnah, menghina, membesar-besarkan kesalahan yang dilakukan oleh anak, dan sebagainya. Jika anak mendapatkan kekerasan verbal secara terus menerus, maka akan menyebabkan terhambatnya perkembangan anak. Anak akan merasa terkucilkan, merasa tidak dibutuhkan, hingga membuat anak menjadi rendah diri. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada aspek perkembangan yang lain.

Faktor-faktor penyebab kekerasan verbal pada anak :

Kekerasan verbal pada anak biasanya diawali dengan munculnya perilaku yang buruk dari anak sehingga menyebabkan orang tua melakukan hal tersebut. Namun, sebagian besar orang tua kadang lupa mengaitkan antara perilaku yang muncul dengan kondisi jiwa anak. Anak hanyalah manusia biasa yang masih membutuhkan banyak bimbingan dari orang dewasa di sekitarnya. Terkadang saat anak memunculkan sebuah perilaku, hal itu dilakukan atas dasar rasa ingin tahu yang tinggi. Namun, tidak mendapatkan respon positif dari lingkungan sekitarnya.

Anak juga terkadang memunculkan perilaku yang buruk karena ingin menarik perhatian dari orang dewasa di sekitarnya. Perilaku tersebut bisa juga menjadi sanksi atas kekerasan yang didapatkan oleh anak dari orang tuanya. Anak memunculkan perilaku buruk tersebut karena tidak pernah mendapatkan penghargaan atau pun perhatian dari orang tuanya. Anak lebih banyak mendapatkan kalimat berupa mencela dari orang tuanya dan inilah yang menjadi wujud dari kekerasan verbal yang kadang tidak disadari oleh orang tua.

Kekerasan verbal juga bisa muncul ketika anak menunjukkan ketidakmampuan dirinya dalam menyelesaikan suatu tugas yang terbilang mudah. Pada saat itu juga anak mendapatkan kalimat menyakitkan terkait ketidakmampuannya tersebut. Seharusnya orang tua memberikan dukungan positif saat anak menunjukkan ketidakmampuannya dengan memberikan pujian karena anak sudah mau belajar untuk mencoba. Saat anak mendapatkan kekerasan verbal pada kondisi tersebut, maka anak akan merasa gagal dan bisa menyebabkan tidak adanya keinginan untuk bisa menjadi lebih baik.

Dalam sebuah ulasan mengungkapkan bahwa karakter orang tua juga menjadi salah satu penyebab munculnya perilaku kekerasan verbal pada anak. Orang tua yang memiliki karakter yang keras memiliki potensi yanng besar untuk melakukan kekerasan verbal terhadap anak. Kondisi ini dipengaruhi oleh pola asuh yang didapatkan dari orang tua sebelumnya. Pola asuh yang keras di masa lalu akan berpengaruh terhadap cara mendidik dan membimbing pada anak di masa depan.

Salah satu faktor penyebab anak mendapatkan perlakuan yang salah dari orang tua, yaitu hubungan orang tua dengan anak tidak lebih dari hanya sekadar hubungan biologis saja atau bisa juga karena kondisi rumah yang menyedihkan. Sebagian besar orang tua melampiaskan rasa frustasinya kepada anaknya, salah satunya dengan melakukan kekerasan verbal. Kondisi seperti ini biasanya akan berlanjut pada kekerasan fisik.

Oleh karenanya orang tua harus memahami perannya sebagai orang tua untuk selalu memenuhi kebutuhan anaknya. Salah satu kebutuhannya adalah anak membutuhkan untuk diterima dengan semua kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Wujud penerimaan terhadap anak adalah dengan memberikan kasih sayang, memberikan pujian ketika anak berhasil melakukan sebuah kebaikan, dan memberikan semangat untuk terus belajar menjadi lebih baik ketika anak menghadapi kegagalan dalam menyelesaikan suatu tugas. Ketika kebutuhan anak terpenuhi, maka perilaku kekerasan verbal terhadap anak bisa dicegah sejak dini.

Dampak kekerasan verbal pada anak

Proses tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh stimulasi yang didapatkannya dari lingkungannya. Termasuk proses pembentukan karakter anak juga sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Anak cenderung lebih cepat meniru hal-hal yang dilihatnya dari lingkungannya. Ketika anak mendapatkan kekerasan verbal, maka besar kemungkinan anak pun akan melakukan hal yang sama ketika dewasa.

Sebuah ulasan yang sama mengungkapkan bahwa penganiayaan secara emosional dengan cara kekerasan verbal akan menyebabkan gangguan emosi pada anak. Anak akan mengalami perkembangan konsep diri yang kurang baik, hubungan sosialnya dengan lingkungannya akan bermasalah, dan membuat anak lebih agresif serta menjadikan orang dewasa sebagai musuhnya. Anak akan menarik diri dari lingkungannya dan lebih senang menyendiri. Anak bisa jadi akan suka ngompol, hiperaktif, sulit tidur, bahkan bisa membuat anak mengalami tantrum. Anak juga akan mengalami kesulitan belajar, baik di rumah maupun di sekolah.

Anak yang mengalami kekerasan verbal memiliki kecenderungan meniru perilaku orang tuanya. Anak akan lebih agresif terhadap teman-teman sebayanya. Anak akan mengalihkan perasaan agresifnya tersebut kepada teman-temannya sebagai hasil dari miskinnya konsep diri. Hal ini tentunya akan berdampak juga pada hubungan sosialnya. Anak lebih senang menyendiri, memiliki sedikit teman, dan senang mengganggu orang dewasa.

Orang tua yang terbiasa mencela anaknya, maka akan membuat sang anak kemungkinan besar akan berperilaku buruk dikarenakan mengikuti kebiasaan orang tuanya. Oleh karena itu, seorang ayah harus menjaga wibawanya dalam berucap dihadapan anak-anaknya. Seorang ibu harus memberi teladan kepada anak dengan cara menegur dengan cara yang lembut, bukan dengan kata-kata yang menyakiti anak.

Ketika anak mengalami kekerasan verbal secara terus menerus, maka anak akan merasa bahwa dirinya jelek, tidak dibutuhkan, tidak dicintai, muram, tidak bahagia, dan tidak menyukai aktivitasnya. Dampak terburuk dari kekerasan verbal adalah saat anak mencoba untuk melakukan bunuh diri karena merasa dirinya sudah tidak berharga lagi.

Banyaknya dampak yang disebabkan oleh kekerasan verbal terhadap anak, maka dibutuhkan peran dari orang tua dan pendidik untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Keluarga yang selalu berinteraksi dengan anak juga harus mendapatkan edukasi tentang dampak dari kekerasan verbal tersebut. Hal ini disebabkan karena biasanya anak tidak mendapatkan kekerasan verbal dari orang tuanya, tetapi dari lingkungan keluarganya. Sebagai contoh, kadang ada anggota keluarga yang suka membanding-bandingkan anak. Oleh karena itu, semua pihak yang selalu berinteraksi dengan anak harus memiliki pemahaman tentang dampak dari kekerasan verbal terhadap anak.

Dengan melihat beberapa ulasan diatas, dari dampak kekerasan verbal anak tentunya upaya mencegah kekerasan verbal pada anak menjadi hal yang harus dilakukan. Upaya pencegahan ini sebaiknya dilakukan sejak dini. Semuanya bisa dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan verbal terhadap anak adalah dengan memperbaiki cara komunikasi antara ibu dan anak. Orang tua harus mampu mengendalikan emosinya ketika berkomunikasi dengan anak, khususnya apabila kondisinya kurang menyenangkan. Saat anak melakukan sebuah kesalahan, maka jangan terburu-buru untuk memarahi anak. Tanyakan terlebih dahulu kepada anak alasannya melakukan tindakan tersebut.

Orang tua juga bisa belajar dari pengalaman masa lalunya dari pola asuh yang pernah didapatkannya. Orang tua sebaiknya tidak mengulang kesalahan yang sama terhadap anaknya. Jika dulunya orang tua mendapatkan pola asuh yang keras dan selalu mendapatkan kekerasan verbal, maka sebaiknya hal tersebut tidak dilakukan kepada anaknya. Orang tua sebaiknya menjadi pemutus mata rantai dari kekerasan verbal yang pernah didapatkannya di masa lalu. 

Upaya lain yang bisa dilakukan yaitu orang tua harus memahami bahwa setiap anak adalah bintang di bidangnya masing-masing. Ketika anak menunjukkan ketidakmampuannya dan tidak sesuai dengan harapannya, maka orang tua tidak perlu terburu-buru mencela anak karena kegagalannya. Anak mungkin gagal atau tidak mampu melakukan tugas tertentu di satu bidang, tetapi mampu menyelesaikan tugas di bidang yang lain. Sebagai contoh, saat anak diminta untuk menyelesaikan suatu tugas yang berkaitan dengan kemampuan logika matematikanya dan ternyata anak tidak mampu menyelesaikan hal tersebut. Orang tua tidak perlu terburu-buru mencela bahwa anaknya tidak mampu menyelesaikan tugas tersebut. Anak tersebut boleh jadi kurang dalam bidang logika matematika, tetapi ketika anak diminta untuk menceritakan kembali suatu cerita dan ternyata anak mampu melakukan hal tersebut. Hal ini berarti anak memiliki kelebihan di bidang bahasa.

Apabila orang tua telah melakukan kekerasan verbal kepada anak, maka hendaknya meminta maaf kepada anak. Ketika orang tua melukai perasaan anak dengan cara kekerasan verbal, maka ada hati anak yang terluka dan inilah nantinya yang akan mempengaruhi proses tumbuh kembang anak. Orang tua tidak perlu sungkan untuk meminta maaf kepada anak. Contoh kalimat yang bisa diterapkan adalah “Ibu/ayah minta maaf nak karena sudah melakukan kesalahan dengan melukai perasaanmu tadi”. bahwa melalui ungkapan permohonan maaf, maka orang tua bisa mengembalikan tabungan yang sempat berkurang dari bank perasaan anak.

Kekerasan verbal adalah kekerasan yang dilakukan secara lisan yang dilakukan secara terus menerus hingga menyebabkan terhambatnya perkembangan pada anak usia dini. Beberapa bentuk kekerasan verbal yang sering terjadi pada anak diantaranya mengancam, memfitnah, menghina, membesar-besarkan kesalahan yang dilakukan oleh anak, dan sebagainya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mendapatkan kekerasan verbal. Beberapa diantaranya adalah orang tua yang memiliki pendapatan yang rendah memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku negatif, pengetahuan orang tua tentang tumbuh kembang anak, dan lingkungan yang tidak kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak serta kurangnya penerimaan orang tua terhadap semua kelebihan dan kekurangan anak. Anak yang mengalami kekerasan verbal secara terus menerus akan mengalami gangguan emosi, anak tidak memiliki konsep diri yang baik, dan bisa membuat anak lebih agresif. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama yang baik antara pihak keluarga, sekolah, dan masyarakat agar anak tidak mengalami kekerasan verbal.

 

Referensi:

Bustan, R., Nurfadilah, N., & Fitria, N. 2017. Pelatihan Optimalisai Tumbuh Kembang Anak pada Orangtua Anak Usia Dini. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Humaniora, 3(3), 274-282.

Fitriana, Y., Pratiwi, K., & Sutanto, A. V. 2015. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku orang tua dalam melakukan kekerasan verbal terhadap anak usia pra-sekolah. Jurnal Psikologi, 14(1), 81-93.

Maknun, L. 2017. Kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua (child abuse). MUALLIMUNA : Jurnal Madrasah Ibtidaiyah, 3(1).

Putri, A. M., & Santoso, A. 2012. Persepsi orang tua tentang kekerasan verbal pada anak. Jurnal Keperawatan Diponegoro, 1(1), 22-29.

Wirawan, A., Sunartini, S., Suryawan, B., & Soetjiningsih, S. 2016. Tumbuh Kembang Anak Hipotiroid Kongenital yang Diterapi Dini dengan Levo-tiroksin dan Dosis Awal Tinggi. Sari Pediatri, 15(2), 69-74.  

Bonita Mahmud. Kekerasan Verbal pada Anak. Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD), Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone, Jl. Hos Cokroaminoto, Macanang, Tanete Riattang Barat, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan-92711, Indonesia.

Gambar : https://indonesiabaik.id/motion_grafis/dampak-kekerasan-terhadap-anak