Selasa, 31 Oktober 2023 13:47 WIB

Mengenal Lebih Dekat Pembiusan pada Bedah Kepala

Responsive image
1324
Dr. Tjahya Aryasa EM, Sp.An, KAO - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

Tingginya jumlah kecelakaan lalu lintas di jalan raya menyumbang peningkatan kasus cedera kepala yang ditemui di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit. Penyebab utamanya tidak lain adalah karena kelalaian pengguna jalan dan tidak menggunakan helm saat berkendara.

Korban dengan cedera kepala biasanya datang dalam kondisi tidak sadar dan membutuhkan pertolongan segera. Seringkali korban perlu dilakukan tindakan operasi emergensi untuk menyelamatkan nyawa, sehingga dapat mengurangi angka kematian akibat cedera kepala. Tindakan operasi yang dilakukan membutuhkan dokter ahli anestesi untuk membius pasien, membuat pasien tidur dalam, menghentikan proses nyeri yang terjadi, serta merelaksasikan pasien selama tindakan pembedahan.

Pada umumnya pembiusan yang dikerjakan pada pasien dengan cedera kepala adalah dengan teknik bius total atau general anesthesia dimana pasien dalam kondisi tertidur dalam selama tindakan pembedahan. Seringkali pembiusan dikombinasi antara bius total dan bius lokal yang dikenal dengan Scalp Block. Tujuan bius lokal disini sebagai modalitas lain yang harapannya dapat mengurangi penggunaan dosis dari obat-obatan yang lain.

Teknik bius total pada kasus cedera kepala pada umumnya tidak jauh berbeda dengan tindakan bius untuk pembedahan pada bagian tubuh yang lain. Sebelum operasi, pasien akan diperiksa terlebih dahulu untuk menentukan rencana pembiusan serta edukasi persiapan sebelum dilakukan operasi. Beberapa hal perlu menjadi pertimbangan pembiusan pada kasus bedah kepala. Penting untuk menjaga tekanan darah selama tidakan operasi. Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan meingkatnya risiko perdarahan pada lapangan operasi, sementara jika terlalu rendah dapat mengurangi asupan nutrisi ke jaringan otak, sehingga target tekanan darah optimal harus dijaga selama tindakan pembedahan. Target tersebut dapat dicapai dengan menggunakan pemilihan obat yang sesuai dengan kondisi klinis pasien saat diruang operasi. Obat-obatan yang dipilih adalah obat bius yang dimasukkan ke pembuluh darah melalui selang infus. Namun gas anestesi juga dapat digunakan sebagai kombinasi untuk tercapainya kondisi optimal selama tindakan bedah kepala. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga kedalaman anestesi atau pengaruh obat bius pada tubuh pasien. Pasien dipantau dengan ketat selama operasi, menjaga agar pasien tidak terbangun selama tindakan untuk menghindari resiko komplikasi yang mungkin terjadi.

Paska tindakan bedah kepala, pasien dirawat di ruang terapi intensif untuk mendapatkan perhatian dan pemantauan khusus dari tim medis, hingga kondisi pasien dipastikan stabil dan dapat pindah ke ruang perawatan biasa.

 

Referensi :

Tuchinda L, Somboonviboon W, Supbornsug K, Worathongchai S, Limutaitip S. Bupivacain scalp nerveblock: hemodynamic response during craniotomy, intraoperative and postoperative analgesia. Asian Biomedicine.  2010;4(2):243–51.

Said E, Aboulfetouh I, Ibrahim H. Preemptive combined tramadol/bupivacaine scalp block fascilitates operative procedure and post-operative neurologic assessment after elective supratentorial brain tumor resection. Ain Shams J Anesth. 2010;3(1):53–63.

Zetiaoui PJ. Head and neck: intracranial surgery. Regional anesthesia handbook. ESRA. 2007.

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Anestesiologi dan Terapi Intensif. Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia. 2015

American Society of Anesthesiologist.https://www.asahq.org/