Kamis, 26 Oktober 2023 11:35 WIB

Pentingnya mobilisasi Dini pada Pasien Post Operasi Laparatomi

Responsive image
2400
Mawaddah, S.Tr.Kep., Ns. - RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

Laparatomi adalah prosedur bedah untuk membuka rongga perut yang melibatkan sayatan pada dinding perut untuk mengakses organ-organ di dalamnya yang bertujuan untuk mendiagnosis, memperbaiki, atau mengangkat organ-organ yang sakit atau cedera, mengangkat tumor dan memberikan perawatan pada gangguan tertentu pada organ di rongga perut. Ada beberapa kasus laparatomi yang lain seperti hernia, kanker lambung, Apendiksitis, kanker usus besar, radang usus dan dinding perut kronis. Laparatomi dapat menyebabkan penghentian gerakan intestinal sementara yaitu keadaan tidak mampu melakukan kontraksi/gerakan peristaltik untuk menyalurkan isinya. Keadaan ini biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam.

World Health Organization (WHO) menyebut pasien laparatomi di dunia meningkat setiap tahunnya 10% meningkat secara signifikan. Pada tahun 2017, terdapat 90 juta pasien operasi laparatomi diseluruh rumah sakit di dunia, tahun 2018 menjadi 98 juta. Di Indonesia tahun 2018, laparatomi menempati peringkat ke 5, tercatat dari 1,2 juta jiwa yang melakukan operasi 42% diantaranya merupakan pembedahan laparatomi.

Laparotomi seringkali menyebabkan masalah pencernaan, nafsu makan menurun dan terjadi sembelit. Seorang pasien yang belum pulih gerakan ususnya setelah pembiusan dapat menderita ileus / obstruksi usus (gangguan pada usus) bila pada waktu tersebut diberikan asupan nutrisi maka pasien sering mengeluh rasa lapar dan haus yang cukup lama karena harus menunggu waktu yang lama untuk dapat makan dan minum. Hal tersebut berdampak pada pemulihan luka, kesegaran dan kebugaran, dan berakibat perawatan semakin lama. Pada kasus laparatomi banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh pascaoperasi karena karena takut jahitan sobek atau takut luka operasinya lama sembuh, keadaan ini mengakibatkan lambatnya terjadi perangsangan usus atau peristaltik usus sehingga pasien lambat untuk kentut.

Salah satu solusi untuk mempercepat kembalinya peristaltik usus pascaoperasi adalah mobilisasi dini. Mobilisasi dini menyebabkan terjadinya rangsangan peristaltik otot polos usus. Selain sinyal saraf yang dapat mempengaruhi peristaltik, terdapat beberapa faktor hormon yaitu gastrin, CCK, insuin, motilin, dan serotine yang meningkatkan gerakan usus. Apabila mobilisasi dilakukan lebih awal, maka aktifasi peristaltik usus pasien juga akan lebih cepat. Mobilisasi dini berperan penting untuk mengurangi nyeri dengan cara menghilangkan konsentrasi pasien pada lokasi nyeri daerah pembedahan, mengurangi aktivasi mediator kimiawi pada proses peradangan yang meningkatkan respon nyeri, serta meminimalkan transmisi saraf nyeri menuju saraf pusat.

Mobilisasi dini merupakan faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan dan mencegah terjadinya komplikasi pasca bedah. Mobilisasi dini juga sangat penting dalam mempercepat hari rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama. Rencana mobilisasi dini dilakukan setelah mendapat analgetik atau saat pasien merasa nyaman.

Mobilisasi dini pasca operasi laparatomi dapat dilakukan secara bertahap setelah operasi yaitu: 4-6 jam pasca operasi menggerakkan tangan atau kaki dengan bantuan orang lain,  8- 10 jam pasca operasi melakukan mobilisasi dini miring kanan dan miring kiri, 12-24 jam pasca operasi melakukan duduk, berdiri dan jalan.

 

Referensi:

Anggreini, R. (2018). Pengaruh Penyuluhan Manfaat Mobilisasi Dini Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien Pasca Pembedahan Laparatomi. Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(2), 107–121.

Burgess, & Wainwright. (2019). What Is the Evidence for Early Mobilisation in Elective Spine Surgery? A Narrative Review. Healthcare, 7(3), 92.

Hall, J. E., & Guyton, A. C. (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Elsevier Inc.

Heru, P., Mu’awanah, & Nor, M. (2020). Perbedaan Mobilisasi Dini 6 Jam dan 8 Jam Terhadap Peristaltik Usus Pada Pasien Post Operasi Dengan Anestesi Umum di RS. dr. R. Soeprapto Cepu. Jurnal Studi Keperawatan, 6–9.

Katuuk, M. E., & Bidjuni, H. (2018). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peristaltik Usus Pada Pasien Pasca Laparatomi Di Rsu Gmim Pancaran Kasih Manado. 6(April), 1–7.

Kozier, B., & Berman, S. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep. In Proses, dan Praktik, Jakarta: EGC.

Ministry of Health Republic of Indonesia. (2018). RISKESDAS 2018: Executive Summary.

Mayna, N. P., & Hidayat, Y. (2020). Mobilisasi Dini Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus dan Skala Nyeri Pasien Post Pembedahan. 7(1), 21–31.