Rabu, 25 Oktober 2023 09:06 WIB

Upaya Menurunkan Mortalitas pada Infark Miokard Akut: Sudah Sampai Dimana?

Responsive image
538
dr. Thomas Rikl - RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta

Penyakit kardiovaskular masih merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia, menyumbang sekitar 25?ri seluruh kematian di seluruh dunia. Penyakit jantung iskemik (PJI) menjadi presentasi terbanyak pada spektrum penyakit kardiovaskular, dan menyumbang lebih dari 50?ri angka mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. Meskipun angka mortalitas di negara-negara maju telah turun sampai 50% selama empat puluh tahun terakhir, tetapi dampak morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan akibat PJI masih tetap signifikan. Modifikasi faktor risiko, perbaikan strategi pengobatan, dan peningkatan strategi pencegahan sekunder adalah tiga komponen utama yang berkontribusi pada tren penurunan angka mortalitas PJI.

Sebanyak 25% penurunan dari angka mortalitas PJI disebabkan oleh penurunan insidensinya dan hampir tiga perempatnya disebabkan oleh penurunan kematian pada pasien dengan PJI yang sudah diketahui. Infark miokard (IM) menyumbang 33?ri total mortalitas yang terkait dengan PJI. Angka mortalitas jangka pendek setelah IM, termasuk kematian di rumah sakit dan kematian dalam 30 hari, telah menurun drastis dari lebih dari 30% pada tahun 1950-an menjadi sekitar 5-8% saat ini. Prognosis jangka panjang juga telah membaik dalam beberapa dekade terakhir: angka kematian antara 1 sampai 12 bulan setelah IM terus menurun dan diperkirakan sekitar 10-12%.

Tidak ada pendekatan khusus untuk mengobati "serangan jantung" sebelum tahun 1960-an. Pasien yang menderita IM, diagnosis patologis yang baru dikonfirmasi melalui pemeriksaan post-mortem, hanya dirawat di lorong-lorong rumah sakit tanpa gangguan. Dalam kasus-kasus sederhana, satu-satunya pengobatan yang mereka terima adalah istirahat fisik dan emosional total selama setidaknya enam minggu, dan kemudian diikuti dengan istirahat yang lebih lama di rumah. Pada saat itu, angka kematian di rumah sakit mencapai 30%. Kebanyakan kematian disebabkan oleh komplikasi mekanis dan, lebih sering, oleh aritmia fatal.

Angka kematian jangka panjang juga tinggi: pasien yang selamat dari fase akut sering berkembang menjadi gagal jantung, dan lebih dari 40?ri mereka meninggal karena gagal jantung. Pengembangan unit perawatan koroner (CCU) pada tahun 1961, telah menghasilkan pengurangan separuh angka mortalitas di dalam rumah sakit, dimana angka mortalitas turun dari 30% menjadi sekitar 15%. Konsep perawatan pada CCU memperkenalkan pengawasan elektrokardiogram (ECG) secara terus-menerus, ketersediaan defibrilasi eksternal yang siap digunakan, dan resusitasi jantung. Oleh karena itu, CCU menjadi jawaban yang efisien untuk mengatasi komplikasi paling ditakuti dari IM seperti aritmia ventrikel.

Meski demikian, prognosis jangka panjang masih tetap sangat buruk. Faktanya, penurunan signifikan angka mortalitas jangka pendek tanpa adanya strategi reperfusi yang efektif menyebabkan peningkatan paradoksal dalam jumlah pasien dengan gagal jantung. Kegagalan pompa akibat kerusakan miokard yang luas dan perubahan ventrikel kiri yang merugikan menjadi penyebab kematian utama. Sekitar 20?ri pasien dengan riwayat IM meninggal karena gagal jantung dalam waktu 1 tahun. Dengan demikian, mengurangi ukuran infark akhir menjadi tujuan berikutnya untuk meningkatkan prognosis setelah IM.

Meskipun terdapat peran perbaikan tata laksana farmakologis dalam penurunan mortalitas akibat serangan jantung, sebagian besar perbaikan prognosis kemungkinan dicapai setelah pengenalan terapi reperfusi. Bukti bahwa IM disebabkan oleh berhentinya aliran darah ke miokardium secara mendadak akibat perubahan sklerotik pada arteri koroner, mengarah pada hipotesis bahwa pemulihan aliran darah yang cepat dapat mengurangi ukuran infark dengan mengoreksi ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan oksigen miokardium. Ternyata, kejadian buruk kardiovaskular terbukti secara langsung berhubungan dengan luas kerusakan miokardium. Oleh karena itu, tujuan pengembangan dari strategi reperfusi adalah untuk mengurangi luas area infark.

Pengobatan trombolitik intravena dengan streptokinase pada tahun 1986 menunjukkan kemampuannya untuk meningkatkan aliran darah dan mengurangi luas area infark serta menurunkan mortalitas dini pasien dengan IM. Trombolisis, sayangnya, memiliki beberapa komplikasi (terutama pendarahan berat), hanya mengembalikan aliran darah pada 50-60% kasus, dan yang paling penting, belum terbukti secara efektif mengurangi mortalitas jangka panjang. Karena itu, meskipun terapi fibrinolitik memiliki manfaat dibandingkan dengan terapi tanpa reperfusi, masalah efikasi dan keamanan telah membatasi penggunaannya. Batasan ini selanjutnya membawa kepada pengenalan strategi perkutan untuk mengembalikan aliran darah ke miokardium.

Alat diagnostik arteriografi koroner pertama kali diperkenalkan pada tahun 1958 untuk mengevaluasi anatomi pembuluh darah. Namun, Dotter dan Judkins pertama kali menerangkan pendekatan transluminal untuk penyumbatan aterosklerotik arteri koroner pada tahun 1964, dan pada tahun 1979, Grüntzig dianggap sebagai bapak kardiologi intervensi perkutan. Tetapi baru pada tahun 1993 bahwa intervensi koroner perkutan primer (PCI) lebih baik daripada fibrinolisis dalam mengurangi kematian akibat IM.

Peningkatan teknis yang terus berkembang, diikuti oleh pengenalan penggunaan stent koroner (stent berlapis logam dan stent berlapis obat) untuk mengurangi insiden rekurensi awal dan restenosis lambat, sangat penting dalam pengurangan kematian akibat IM. Strategi reperfusi tampaknya memiliki manfaat yang lebih besar untuk prognosis jangka pendek daripada jangka panjang. Sebuah studi observasional besar menunjukkan bahwa dari tahun 1985 hingga 2008, kematian jangka panjang hanya berkurang 40%, sementara kematian jangka pendek berkurang hingga 80%.

Perubahan ventrikel kiri yang patologis menjadi penyebab utama gagal jantung, dan menyebabkan prognosis yang buruk setelah IM pada sebagian besar kasus. Tingkat kejadian gagal jantung setelah IM tetap relatif stabil dari tahun 1975 hingga 1991 (sekitar 26%), tetapi berkurang setelah itu, dan saat ini gagal jantung setelah IM berkembang pada sekitar 12% pasien. Trombolisis dan PCI tentu memiliki peran mendasar dalam pengurangan komplikasi ini, tetapi banyak penelitian telah menunjukkan bahwa terapi reperfusi memiliki beberapa batasan dalam meningkatkan prognosis jangka panjang.

 

Referensi:

Laforgia PL, Auguadro C, Bronzato S, Durante A. The reduction of mortality in acute myocardial infarction: From bed rest to future directions. Int J Prev Med 2022;13:56.

Sumber gambar: https://www.freepik.com/free-photo/hands-holding-heart-decoration-front-view_6209644.htm#query=decreased mortaility of heart attack&position=26&from_view=search&track=ais