Selasa, 24 Oktober 2023 08:04 WIB

Mengenal Impostor Syndrome

Responsive image
1944
Promosi Kesehatan, Tim Kerja Hukum dan Humas - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Impostor syndrome didefinisikan sebagai perasaan bersalah akan kesuksesan, kurangnya penerimaan terhadap keberhasilan, ketakutan akan evaluasi, perasaan tidak berharga dan perasaan ketidakmampuan pada pendidikan. Impostor syndrome bisa terjadi pada siapa saja sebagai contoh mahasiswa baru. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal, di antaranya mereka belum akrab dengan peran atau posisi baru, daya saing antar mahasiswa, isolasi dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan tekanan lain yang sering ditemukan dalam budaya akademik lainnya.

Kita ketahui bahwa Mahasiswa baru merupakan salah satu kalangan akademis yang rentan terhadap tekanan psikis. Tekanan-tekanan tersebut muncul dikarenakan mereka mengalami perubahan peran dan lingkungan akademis. Saat mereka memasuki jenjang pendidikan di universitas, mahasiswa baru dihadapkan dengan proses belajar dan mengajar yang berbeda dengan lingkungan sekolah mereka yang dulu. Di lingkungan inilah mereka akan mengetahui berbagai kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa lain yang belum mereka ketahui. Pada tahap ini mahasiswa baru rentan terhadap kemampuan dirinya sendiri karena mereka membandingkan kemampuan yang mereka miliki tidak layak jika dibandingkan dengan mahasiswa yang lainnya. Ketika mahasiswa baru merasa ragu terhadap kemampuannya, hal ini akan memicu suatu perasaan bersalah terhadap kesuksesan yang telah didapat.

Dalam sebuah ulasan disampaikan meskipun studi awal impostor syndrome hanya ditujukan sebagai masalah yang terjadi di kalangan wanita yang berprestasi tinggi, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa pria juga mengalami perasaan impostor pada tingkat yang sebanding. Hal ini menggambarkan bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor yang berkontribusi terhadap munculnya impostor syndrome. Individu dengan impostor syndrome merasa bahwa prestasi yang diraih sebenarnya bukan untuk mereka, sehingga penderita impostor syndrome cenderung khawatir bahwa mereka mungkin jadi terlihat seperti penipu. Dampaknya adalah, muncul perilaku mal-adaptif dan distress. Individu dengan impostor syndrome dapat dikenali lewat karakteristik seperti mereka adalah orang-orang yang biasanya memulai pekerjaan lebih awal, akan tetapi proses penyelesainnya lama karena terlalu berlebihan dalam proses persiapan. Saat mereka meraih prestasi dalam tugasnya mereka menganggap bahwa itu hanya keberuntungan bukan dari kemampuan mereka. Perasaan takut akan kegagalan dan takut bahwa mereka akan dianggap sebagai seorang penipu oleh orang lain akan selalu ada.

Individu yang mengalami impostor syndrome biasanya memiliki keinginan kuat untuk terlihat pintar dalam bidang akademik, akan tetapi mereka justru mengalami ketakutan saat mengahadapi kesulitan dalam proses belajarnya. Dalam hal ini sejalan dengan ulasan yang menyampaikan bahwa perasaan itu dapat menjadi stresor bagi individu tersebut. Saat individu mengalami perasaan sebagai seorang impostor, dan mereka tidak mampu mengatasinya maka hal tersebut juga dapat memicu munculnya suatu kecemasan. Impostor syndrome memiliki hubungan erat dengan tingginya tingkat depresi dan kecemasan.

Penyebab Impostor Syndrome

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami sindrom ini adalah sebagai berikut :

1.      Tinggal di lingkungan yang kompetitif.

2.      Pola asuh orang tua yang selalu mengutamakan pencapaian ketimbang proses.

3.      Memiliki sifat perfeksionis.

4.      Memiliki sifat ambisius dengan standar kesuksesan yang tinggi.

5.      Sedang menjalani peran baru, misalnya sebagai mahasiswa atau pekerja kantoran.

Impostor syndrome adalah permasalahan yang sering dialami oleh orang dengan sifat perfeksionis dan ambisius. Karena standar yang ia ciptakan untuk diri sendiri cukup tinggi, pencapaian yang sudah diraih saat ini hanya dianggap sebagai suatu kebetulan, bukan atas dasar kemampuannya.

Adapun beberapa ciri-ciri yang ditunjukkan oleh orang dengan impostor syndrome adalah sebagai berikut :

1.      Terlalu fokus pada pekerjaan saat ini, sehingga mengabaikan pekerjaan lain yang sebenarnya dapat meningkatkan kinerjanya.

2.      Tidak bisa menilai kemampuan diri sendiri secara realistis.

3.      Memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah.

4.      Mudah merasa frustasi, yang berujung pada depresi apabila mengalami kegagalan.

5.      Mudah merasa cemas.

6.      Tidak merasa puas dengan kinerjanya.

7.      Menghindari promosi posisi karena merasa ia tidak pantas menerimanya.

Melihat beberapa ulasan di atas sebenarnya, sindrom ini bisa memotivasi seseorang untuk bekerja lebih baik lagi demi mencapai target yang ditentukan. Hanya saja, sering kali dorongan tersebut juga disertai dengan rasa cemas yang terjadi secara terus-menerus sehingga ketika target telah tercapai, mereka akan merasa bahwa hal itu dapat diraih bukan karena kemampuannya. Perasaan tersebut tentu akan membuat seseorang menjadi sulit berkembang dan selalu merasa ragu-ragu dalam mengambil keputusan ataupun memaksimalkan peluang baru. Karenanya Agar tidak terus terjadi dalam jangka panjang, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi impostor syndrome adalah sebagai berikut :

1.       Mengubah Pola Pikir

Orang dengan sindrom impostor perlu mengubah pola pikirnya dengan menekankan pada diri sendiri bahwa tidak ada hal yang sempurna di dunia ini. Alih-alih mengejar hasil yang sempurna, fokuslah pada prosesnya dalam menghasilkan sesuatu secara optimal sesuai dengan kemampuan diri sendiri.

2.       Bercerita dengan Orang Terpercaya

Sindrom ini sering kali memunculkan pikiran yang tidak rasional pada pengidapnya. Jika hanya dipendam seorang diri, pikiran negatif tersebut bisa saja semakin memburuk, dan membuat pengidapnya terjebak dalam ketakutan dan kecemasan.

Hal ini bisa diminimalkan dengan membuka diri dan mau berdiskusi dengan orang-orang terdekat. Dengan begitu, munculnya pikiran yang tidak rasional tersebut bisa diminimalkan dengan sudut pandang yang lebih positif dari orang lain.

3.       Memberikan Penghargaan pada Diri Sendiri

Sindrom impostor adalah gangguan psikologis yang kerap membuat pengidapnya mengabaikan kesuksesannya sendiri. Sebaiknya, cobalah untuk menerima ucapan selamat atau apresiasi dari orang lain atas kesuksesan yang sudah diraih.

4.       Mengontrol Pikiran Negatif yang Muncul

Jika muncul pikiran negatif tentang pencapaian diri sendiri, cobalah untuk mengontrolnya dengan melakukan positive self-talk. Cobalah mengingat kerja keras yang sudah dilewati untuk mencapai kesuksesan tersebut sehingga pikiran negatif tentang diri sendiri bisa menghilang.

5.       Mindfulness

Jika muncul perasaan yang mengarah pada impostor syndrome, cobalah mencari tahu apa pemicunya. Kemudian, buat langkah untuk melatih mindfulness mengenai apa yang bisa dilakukan untuk menghadapinya. Hal ini dapat membantu melatih pengidap sindrom ini untuk lebih fokus dalam mengerjakan tugas berikutnya tanpa memikirkan kesalahan di masa lalu atau di masa depan nanti.

Dengan demikian melihat beberapa ulasan di atas tentunya setiap kerja keras yang dilakukan pantas mendapatkan apresiasi yang sepantasnya, jadi selayaknya kesuksesan dan usaha yang diraih merupakan kerja keras yang harus diapresiasi. Bahwa hal yang dilakukan bukan suatu sebuah keberungtungan ataupun kebetulan semata. Cobalah untuk menerapkan berbagai cara menghadapi impostor syndrome, tetapi jika keraguan dan kekhawatiran kian mengganggu, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.

 

Referensi :

Clance, P.R., & Imes, S. 1978. The Impostor Phenomenon in High Achieving Women Dynamics and Therapeutic Intervention. Psychotherapy Theory, Research and Practice, 15 (3), 1-8. Diunduh dari : http://www.paulineroseclance.com/ pdf/ip_high_achieving_women.pdf

Clark, M., Vardeman, K., & Barba, S. 2014. Perceived Inadequacy : a Study of the Impostor Phenomenon among College and Research Librarians. College and Research Libraries, 75 (3), 255-271. doi: 10.5860/crl12-423.

Langford, J., & Clance, P.R. 1993. The Impostor Phenomenon : Recenr Research Findings Regarding Dynamics, Personality and Family Patterns and Their Implications for Treatment. Psychotherapy, 30 (3), 496-501). Diunduh dari. http://www.paulineroseclance.com/pdf/-Langford.pd.

Zorn, D. 2005. Academic Culture Feeds The Impostor Phenomenon. Leaders : The Newsletter for Academic Deans and Departement Chairs, 21 (8). Diunduh dari : http://www.yorku.ca/zorn/files/Aca demicLeader.pdf.

Endah Suryaning Ati, Yunita Kurniawati, Ratri Nurwanti. Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. 2015. Peran Impostor Syndrome dalam Menjelaskan Kecemasan Akademis pada Mahasiswa Baru. Jurnal MEDIAPSI Volume 1 Nomor 1, HAL 1-9.