Kamis, 31 Agustus 2023 16:07 WIB

Cegah Kista Bartholin

Responsive image
8719
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Bartholin adalah kelenjar yang terletak di kedua sisi bibir vagina. Kelenjar ini berukuran kecil sehingga tidak mudah terdeteksi oleh tangan atau mata. Kelenjar Bartholin berfungsi mengeluarkan cairan yang berperan sebagai pelumas saat berhubungan seksual. Kista Bartholin adalah benjolan berisi cairan akibat tersumbatnya kelenjar Bartholin. Kista Bartholin umumnya berukuran kecil dan tidak menimbulkan rasa sakit. Meski demikian, jika cairan di dalam kista Bartholin terinfeksi, maka dapat terjadi abses atau penumpukan nanah. Kelenjar Bartholin menghasilkan cairan yang bermanfaat untuk lubrikasi vulva dan vagina sehingga mencegah iritasi akibat gesekan saat hubungan intim. Jika kelenjar Bartolin tersumbat, cairan akan menumpuk dan memicu terjadinya kista. Tersumbatnya kelenjar Bartholin dapat disebabkan oleh trauma, episiotomi, proses melahirkan, atau bahkan tidak diketahui penyebabnya. Selain hal-hal di atas, penyebab kista Bartolin adalah infeksi di daerah kelamin. Meski tidak selalu disebabkan oleh penyakit menular seksual, penyebab paling sering kista Bartholin adalah infeksi gonore. Kista biasanya berisi cairan tidak purulen (pekat dan kental) yang mengandung bakteri Staphylococcus, Streptococcus, dan E. coli.

Penyebab Kista Bartholin

Kista Bartholin disebabkan oleh penyumbatan pada saluran kelenjar Bartholin. Saat saluran tersumbat, cairan akan tertampung di dalam saluran atau kembali masuk ke dalam kelenjar. Lama-kelamaan, hal itu akan menyebabkan saluran atau kelenjar membengkak dan membentuk kista.

Belum diketahui secara pasti penyebab tersumbatnya saluran kelenjar Bartholin. Akan tetapi, kondisi tertentu, seperti luka, cedera, iritasi yang berulang, dan operasi, pada vagina bisa meningkatkan risiko tersumbatnya kelenjar Bartholin.

Pada beberapa kasus, kista Bartholin juga dikaitkan dengan infeksi menular seksual, yaitu gonore dan chlamydia. Selain itu, infeksi Escherichia coli juga sering dikaitkan dengan munculnya kista Bartholin. 

Kista Bartholin bisa terjadi pada semua kelompok usia. Namun, kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita usia 20-30 tahun yang aktif secara seksual. Kista ini jarang terjadi pada wanita yang telah menopause, karena kelenjar Bartholin telah menyusut.

Gejala Kista Bartholin

Kista Bartholin jarang menimbulkan gejala. Gejala baru akan muncul jika ukuran kista telah cukup besar. Namun, secara umum, sumbatan pada kelenjar Bartholin dapat menimbulkan gejala berupa :

1.      Benjolan kecil yang tidak terasa sakit, dan umumnya terjadi hanya pada salah satu bibir vagina.

2.      Kemerahan dan pembengkakan di sisi bibir vagina.

3.      Rasa tidak nyaman ketika berjalan, duduk, atau berhubungan seksual.

Jika kista mengalami infeksi dan berkembang menjadi abses, akan muncul beberapa gejala lain, yaitu :

1.      Benjolan terasa nyeri dan lunak.

2.      Vagina terlihat membengkak.

3.      Keluar nanah pada benjolan.

4.      Demam

Pemeriksaan Kista Bartholin

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, terutama di bagian panggul dan vagina, untuk melihat kista secara langsung. Umumnya, kista hanya terjadi pada satu sisi vagina, sementara sisi lainnya tetap berukuran normal.

Jika diperlukan, dokter juga akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang berikut ini :

1.      Usap (swab) vagina, untuk mendeteksi infeksi menular seksual, dengan mengambil dan meneliti sampel cairan dari kista atau leher rahim (serviks).

2.      Biopsi, untuk mendeteksi sel-sel abnormal, termasuk sel kanker, dengan mengambil sampel jaringan kelenjar Bartholin.

Penanganan Kista Bartholin

Pengobatan kista Bartholin disesuaikan dengan ukuran kista dan gejala yang muncul. Kista kecil yang tidak menimbulkan gejala biasanya tidak memerlukan penanganan dan dapat sembuh dengan sendirinya.

Sebaliknya, kista membutuhkan pengobatan lebih lanjut jika menimbulkan gejala atau mengalami infeksi dan berkembang menjadi abses. Berikut adalah beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan :

1.      Berendam di air hangat atau sitz bath

Pada tahap awal, dokter akan menganjurkan pasien untuk duduk berendam di dalam air hangat setinggi panggul atau sitz bath, selama 3-4 hari. Cara ini dapat membantu meredakan nyeri dan rasa tidak nyaman di organ intim, dan terkadang bisa mengatasi kista yang masih berukuran kecil.

Sitz bath dapat dilakukan secara mandiri di rumah.

2.      Obat-obatan

Obat pereda nyeri, seperti paracetamol, dapat dikonsumsi untuk meredakan rasa sakit. Selain itu, dokter juga dapat memberikan obat antibiotik untuk meredakan infeksi yang menyebabkan timbulnya abses pada kista.

Antibiotik juga dapat digunakan jika infeksi menyebar ke kulit atau jaringan di sekitar abses atau ketika penderita mengalami infeksi menular seksual.

3.      Operasi insisi dan drainase

Operasi insisi dan drainase perlu dilakukan jika ukuran kista cukup besar, terlebih jika terjadi infeksi. Operasi dilakukan dengan membuat sayatan kecil (insisi) pada kista agar cairan nanah di dalamnya dapat keluar.

4.      Pemasangan kateter

Pemasangan selang dengan balon kateter dilakukan untuk mengeluarkan cairan nanah. Pada prosedur ini, sayatan kecil dibuat untuk memasukkan kateter ke dalam kista. Setelah itu, balon dikembangkan untuk menjaga agar kateter tidak lepas dan dapat bertahan selama 2-6 minggu.

5.      Marsupialisasi kista

Prosedur ini dilakukan dengan membuat sayatan pada kista untuk mengeluarkan cairan nanah. Setelah itu, dokter akan menjahit ujung irisan pada kulit di sekitarnya agar kista tetap terbuka secara permanen.

Marsupialisasi kista dapat dikombinasikan dengan pemasangan kateter.

6.      Pengangkatan kelenjar Bartholin

Prosedur ini dilakukan jika prosedur lain tidak berhasil. Operasi dilakukan dengan mengangkat seluruh kelenjar Bartholin.

Selama proses penyembuhan, penting untuk selalu menjaga kebersihan area kista sesuai dengan anjuran dokter. Sebaiknya hindari aktivitas seksual selama proses penyembuhan. Selain itu, gunakan pembalut selama kateter masih terpasang, karena nanah akan terus mengalir seiring dengan hilangnya infeksi.

Pencegahan Kista Bartholin

Mengingat penyebabnya belum diketahui secara pasti, kista Bartholin sulit untuk dicegah. Akan tetapi, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya abses atau infeksi pada kista, yaitu :

a.      Jaga kebersihan organ intim, dan biasakan untuk membersihkan organ intim dari arah depan ke belakang.

b.      Hindari memakai pakaian dalam dan celana yang terlalu ketat atau berbahan kasar.

c.      Gunakan kondom saat berhubungan intim untuk mencegah infeksi menular seksual.

 

Referensi :

Riska Permatasari, dkk. 2020. Case Report, Kista Bartholin Berukuran Besar pada Kehamilan dengan Tatalaksana Eksisi. Jurnal Kesehatan Universitas Tadulako, Palu Indonesia.

Nurfani D Sarafudin, dkk. 2021. Manajemen Asuhan Kebidanan pada Nn. R dengan Kista Bartholin. Program Studi Kebidanan Universitas Muslim Indonesia Makasar.

Omole, F. 2019. Bartholin Duct Cyst and Gland Abscess : Office Management. American Family Physicians, 99(12), Pp. 760-766.

Soares, R., et al. 2019. Bartholin's Gland Abscess Caused by Streptococcus Pneumoniae in a Sexually Active Young Woman. BMJ Case Reports, 12(4), Pp. 1-4.

National Health Service UK. 2021. Health A to Z. Bartholin’s Cyst.

American Academy of Family Physicians. 2019. Family Doctor. Bartholin’s Gland Cyst.