Tulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting pada pembentukan tulang yaitu osteoclas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas pada proses resorpsi tulang. Matriks ekstra seluler terdiri atas dua komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40?n matrik inorganik yaitu garam mineral sekitar 60-70 %. Matrik inorganik yang terpenting adalah kolagen tipe 1 ( 90%), sedangakan komponen anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfat, disampinh magnesium, sitrat, khlorid dan karbonat.
Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami perubahan selama kehidupan melalui tiga fase: Fase pertumbuhan, fase konsolodasi dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan sebanyak 90?ri massa tulang dan akan berakhir pada saat eepifisi tertutup. Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa tulang bertambah dan mencapai puncak ( peak bone mass ) pada pertengahan umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang berkrang ( bone Loss ) sebanyak 35-50 tahun
Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari Adanya massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetic, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat obatan atau aktifitas fisik yang kurang serta faktor genetik. Akibat massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan Densitas tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.
Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya adalah akibat terjadinya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang kehidupan. Satu dari dua wanita akan mengalami osteoporosis, sedangkan pada laki-laki hanya 1 kasus osteoporsis dari lebih 50 orang laki-laki. Dengan demikian insidensi osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini di duga berhubungan dengan adanya fase masa menopause dan proses kehilangan pada wanita jauh lebih banyak.
Selama ini osteoporosis sering kurang mendapat perhatian, meskipun demikian kami berusaha sebagai klinisi memberikan edukasi mengenai bagaimana pencegahan osteoporosis sehingga dapat dicapai kualitas hidup pasien yang lebih baik.
Referensi :
Mirza F, Canalis E. Management of endocrine disease: secondary osteoporosis: pathophysiology and management. Eur J Endocrinol. 2015;173:131-51.
Starup-Linde J, Vestergaard P. Diabetes and osteoporosis:cause for concern. Eur J Endocrinol. 2015;173:93–9.
M. Janghorbani, R. M. Van Dam, W. C.Willett, F. B. Hu, “Systematic review of type 1 and type 2 diabetes mellitus and risk of fracture,” AmJEpi. 2007;166(5):495–505.
Wongdee K, Charoenphandhu N. Osteoporosis in diabetes mellitus: possible cellular and molecular mechanism. World J Diabetes. 2011; 2(3): 41-48.
Roy B. Biomoleculer basis of the role of diabetes mellitus in osteoporosis and bone fractures. World J Diabetes. 2013; 15 (4):101-13.
Permana, H. Artikel in Press. Patogenesis Dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula.