Selasa, 18 April 2023 13:38 WIB

Fokus pada Faktor Penyebab Obesitas

Responsive image
3877
Wira Gotera, Ida Bagus Aditya Nugraha - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

Obesitas disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, lingkungan dan obat-obatan, dan hormonal. Berdasarkan data Riskesdas tentang analisis survei konsumsimakanan individu (SKMI, 2014) sebesar 40,7% masyarakat Indonesia mengonsumsi makanan berlemak, 53,1% mengonsumsi makanan manis, 93,5%kurang konsumsi sayur dan buah, dan 26,1%aktivitas fisik kurang. Konsumsi sayur dan olahannya hanya sebesar 57,1 gram per orang per hari (dari anjuran 200-300 gram per orang per hari) dan kosumsi buah-buahan dan olahannya sebesar 33,5 gram per orang per hari (dari anjuran 3-5 penukar). Angka ini masih rendah sehingga belum mencukupi kebutuhan tubuh akan vitamin, mineral, dan serat.

Faktor genetik adalah faktor keturunan yang berasal dari orang tuanya. Menurut penelitian, anak-anak dari orang tua yang mempunyai berat badan normal ternyata mempunyai 10% risikoobesitas. Bila salah satu orang tuanya menderita obesitas, maka peluang itu meningkat menjadi 40–50%. Dan bila kedua orang tuanya menderita obesitas maka peluang faktor keturunan menjadi 70–80% (Purwati, 2001).

Berdasarkan penelitian Nugraha 2010, pencetus obesitas dari faktor genetik 30%, namun demikian faktor keturunan sebenarnya belum terlalu jelas sebagai penyebab obesitas. Pola makan mencakup jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolahan bahan makanan. Jumlah asupan energi yang berlebih secara kronis akan menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas. Jenis makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak, gula, serta kurang mengandung serat) turut menyebabkan ketidakseimbangan energi (Gibney, 2009). Jadwal makan yang tidak teratur, tidak sarapan, dan suka mengemil sangat berhubungan dengan kejadian obesitas. Teknik pengolahan makanan dengan menggunakan minyak yang banyak, santan kental, dan banyak gula berisiko terhadap peningkatan asupan energi.

Pola Aktivitas Fisik, pola aktivitas fisik sedentary (kurang gerak) menyebabkan energi yang dikeluarkan tidak maksimal sehingga meningkatkan risiko obesitas. Beberapa hal yang mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik antara lain adanya berbagai fasilitas yang memberikan berbagai kemudahan yang menyebabkan aktivitas fisik menurun. Faktor lainnya adalah adanya kemajuan teknologi diberbagai bidang kehidupan yang mendorong masyarakat untuk menjalani kehidupan yang tidak memerlukan kerja fisik yang berat. Hal ini menjadikan jumlah penduduk yang melakukan pekerjaan fisik sangat terbatas menjadi semakin banyak (Moehyi, 1997).

Faktor Obat-obatan dan Hormonal

(1) Obat-obatan. Obat-obatan jenis steroid yang sering digunakan dalam jangka waktu yang lama untuk terapi asma, osteoartritis dan alergi dapat menyebabkan nafsu makan yang meningkat sehingga meningkatkan risiko obesitas. Obat-obatan yang mengandung hormon untuk meningkatkan kesuburan dan sebagai alat kontrasepsi berisiko menyebabkan penumpukan lemak dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan obesitas.

(2) Hormonal. Hormonal yang berperan dalam kejadian obesitas antara lain adalah Pedoman Umum Pengendalian Obesitas 13 hormon leptin, ghrelin, tiroid, insulin dan estrogen. Hormon leptin yang dihasilkan oleh sel lemak berfungsi sebagai pemberi sinyal berhenti makan. Leptin tidak berfungsi pada resistensi insulin walaupun kadar leptinnya tinggi. Kurang tidur juga meningkatkan kadar kortisol yang berdampak pada resistensi leptin sehingga sulit untuk berhenti makan. Hormon leptin mempunyai peran dalam mengontrol nafsu makan. Jika jumlahnya rendah maka seseorang sulit merasakan kenyang sehingga keinginan makan menjadi lebih. Hormon ghrelin mempunyai peran meningkatkan nafsu makan. Jika jumlahnya tinggi maka seseorang mempunyai nafsu makan yang meningkat. Hormon estrogen mempunyai peran dalam metabolisme energi, jika jumlah estrogen berkurang terutama pada wanita menopause maka akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuh, sehingga mempunyai kecenderungan untuk meningkat berat badannya (Wirakusumah, 1997). Hormon insulin bersifat anabolik dan menfasilitasi masuknya glukosa dalam sel otot dan lemak. Jika asupan tinggi karbohidrat maupun lemak (densitas energi tinggi) akan menstimulasi insulin sehingga memfasilitasi energi tinggi tersebut menjadi lemak terutama lemak visceral. Dengan membesarnya sel lemak visceral, akan meningkatkan derajat peradangan (chronic low grade inflamation), yang berdampak pada resistensi insulin.

Baik kelebihan berat badan maupun obesitas akan meningkatkan risiko berbagai macam penyakit komorbid, seperti diabetes mellitus tipe 2, kanker dan penyakit kardiovaskular. Obesitas akan meningkatkan risiko penyakit diabetes tipe2, semua jenis kanker kecuali kanker esofagus dan prostat, semua jenis penyakit kardiovaskular, asma, penyakit kandung empedu, osteoarthritis dan penyakit nyeri pinggang bawah. Semoga informasi yang diberikan dapat bermanfaat. Salam Sehat.

 

 

Referensi :

https://www.worldobesity.org/resources/journals. World Obesity Website. 06 Maret 2023.

Buku Pedoman Umum Pengendalian Obesitas.2015. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Akses 06 Maret 2023. Sumber : https://extranet.who.int/ncdccs/Data/IDN_B11_Buku Obesitas-1.pdf.