Selasa, 18 April 2023 10:08 WIB

Mengenal Lebih Dekat Malignant Hyperthermia Paska Operasi

Responsive image
1585
Dr. Putu Agus Surya Panji, Sp.An, KIC - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

Malignant Hyperthermia atau hipertermia maligna (HM) adalah kelainan pada otot rangka yang menyebabkan keadaan hipermetabolik yang disebabkan oleh pemberian obat anestesi inhalasi (sevofluran, halotan, isofluran, enfluran dan propofol, dengan atau tanpa pemberian suksinilkolin) pada individu dengan kerentanan genetik terhadap HM. Selain itu, HM juga dapat dipicu oleh olahraga berat, suhu tinggi dan stress emosional. Orang dengan kerentanan genetik terhadap HM biasanya tidak sadar mereka memilikinya sampai mereka mengalami reaksi parah setelah mendapatkan obat anestesi atau menjalani uji kerentanan obat anestesi tersebut.

Pada kebanyakan kasus HM, gen yang membuat seseorang memiliki risiko mengalami HM biasanya diwariskan dari salah satu orang tua yang juga memilikinya, meskipun kadang-kadang merupakan hasil dari perubahan genetik secara acak. Gen yang terpengaruh meningkatkan risiko HM saat Anda terpapar obat anestesi tertentu yang memicu reaksi. Gen yang diduga paling sering menyebabkan kerentanan pada HM adalah gen RYR1, sedangkan gen lain yang lebih jarang adalah gen CACNA1S dan STAC3. Pengujian genetik dapat menunjukkan apakah Anda memiliki gen yang terpengaruh.

Beberapa penelitian melaporkan perkiraan insiden HM selama anestesi umum yaitu 1/5.000 (kecurigaan HM) hingga 1/100.000 (HM dengan gejala jelas). Namun, insiden HM mungkin lebih besar dari perkiraan karena diagnosa HM ringan tidak mudah. Selain itu kejadian HM tidak selalu terjadi setiap kali individu yang rentan terhadap HM mendapatkan anestesi pemicu HM. Sekitar setengah dari pasien yang mengalami gejala HM akut, sebelumnya mempunyai pengalaman mendapatkan anestesi pemicu HM tanpa timbul gejala sama sekali. Data demografis tentang distribusi usia dan jenis kelamin pasien yang dirujuk untuk pengujian menunjukkan bahwa 68?alah laki-laki dan 32?alah perempuan, dapat terjadi pada semua kelompok etnis, dengan usia rata-rata 21-23 tahun.

Hipertermia maligna adalah salah satu komplikasi anestesi yang jarang terjadi namun berpotensi menjadi fatal sampai mengancam nyawa. Gejala dan tanda klinis HM biasanya terjadi selama anestesi atau setelah operasi, dan ditandai dengan kondisi hipermetabolik seperti kenaikan suhu tubuh secara cepat, kaku otot pada seluruh tubuh atau pada otot bagian rahang, denyut jantung cepat dan tidak teratur, keringat berlebihan dan kesulitan bernafas. Gejala hipertermia ganas biasanya terjadi dalam satu jam pertama setelah terpapar obat pemicu. Namun, gejalanya bisa tertunda sampai 12 jam. Karena gejala klinis HM sangat bervariasi, sulit untuk menegakkan diagnosis HM. Namun, diagnosis dan perawatan yang cepat sangat penting untuk menghindari hasil yang fatal.

Oleh karena itu, sangat penting bagi ahli anestesi untuk meningkatkan kesadaran tentang HM dan memahami karakteristik HM. Menurut tata cara penatalaksanaan HM yang diterbitkan oleh European Malignant Hyperthermia Group tahun 2021, evaluasi pasien pra-operasi tentang riwayat gejala HM sebelumnya atau riwayat keluarga, pemilihan obat anestesi yang tepat untuk inidividu yang rentan HM, pemantauan ritme jantung, tekanan darah, suhu tubuh, level oksigen tubuh selama operasi, serta persiapan penatalaksanaan HM di ruang operasi sangatlah penting untuk meminimalisasi risiko timbulnya HM ataupun komplikasi fatal dari HM. Dengan perawatan segera, gejala dapat diatasi dalam waktu 12 sampai 24 jam. Gejala HM yang tidak segera teratasi dapat menyebabkan komplikasi seperti termasuk gagal ginjal atau gangguan pernafasan. Komplikasi ini mungkin tidak membaik selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Beberapa kerusakan mungkin bersifat permanen.

Jika seseorang dalam keluarga Anda diketahui berisiko mengalami HM dan Anda perlu menjalani anestesi, penting untuk memberi tahu penyedia layanan kesehatan dan spesialis anestesi Anda. Dan jika Anda berisiko mengalami HM dan tidak mengalami reaksi serius saat pertama kali terpapar obat anestesi tertentu, Anda masih berisiko jika menerima obat ini di masa mendatang.

 

 

Referensi:

Yang, L., Tautz, T., Zhang, S., Fomina, A., & Liu, H. (2019). The current status of malignant hyperthermia. Journal of biomedical research, 34(2), 75–85

https://doi.org/10.7555/JBR.33.20180089

Ndikontar, R., Etoundi, P. O., Tochie, J. N., Bengono, R. S. B., & Minkande, J. Z. (2020). Malignant hyperthermia, a rare perioperative complication: case series and literature review. Oxford medical case reports, 2020(11).  https://doi.org/10.1093/omcr/omaa101

Rüffert, H., Bastian, B., Bendixen, D., Girard, T., Heiderich, S., Hellblom, A., Hopkins, P. M., Johannsen, S., Snoeck, M. M., Urwyler, A., Glahn, K. P. E., & European Malignant Hyperthermia Group (2021). Consensus guidelines on perioperative management of malignant hyperthermia suspected or susceptible patients from the European Malignant Hyperthermia Group. British journal of anaesthesia, 126(1), 120–130. https://doi.org/10.1016/j.bja.2020.09.029

In, J., Ahn, E. J., Lee, D. K., & Kang, H. (2017). Incidence of malignant hyperthermia in patients undergoing general anesthesia: Protocol for a systematic review and meta-analysis. Medicine, 96(49), e9115. https://doi.org/10.1097/MD.0000000000009115