Selasa, 18 April 2023 09:28 WIB

Alergi Terhadap Anestesi, Apakah Mungkin?

Responsive image
1087
Dr. Putu Agus Surya Panji, Sp.An, KIC - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

Anestesia atau yang lebih dikenal masyarakat umum dengan istilah “pembiusan” adalah tindakan medis untuk membuat mati rasa di bagian tubuh tertentu, atau menghilangkan kesadaran sementara saat menjalani tindakan medis atau operasi. Pada tindakan pembiusan, seseorang tidak hanya mendapatkan obat anestesia tapi juga berbagai macam obat seperti obat anti penggumpalan darah, antibiotik, obat anti nyeri, obat antiseptik dan lain sebagainya, yang dapat menyebabkan reaksi alergi.

Sama dengan reaksi alergi pada umumnya, segala macam bahan atau senyawa yang tidak dapat diterima oleh tubuh dapat menimbulkan reaksi alergi. Reaksi alergi selama tindakan anestesia bisa terjadi pada beberapa orang meskipun kejadiannya sangat jarang. Menurut artikel yang diterbitkan pada tahun 2018 oleh British Journal of Anaesthesia, diperkirakan reaksi alergi hanya terjadi satu diantara 10,000 kasus pemberian obat anestesia. Perlu diingat hal ini mungkin terjadi karena sejumlah obat yang digunakan selama prosedur tindakan, bukan hanya karena obat yang dapat memberikan efek pembiusan.

Reaksi alergi selama tindakan anestesia mirip dengan reaksi alergi pada umumnya yang bervariasi dari gejala ringan hingga gejala berat yang mengancam nyawa. Reaksi alergi ini, sekali lagi, bisa jadi karena efek samping dari obat lain selama proses anestesi. Berbagai reaksi yang biasanya terjadi mulai dari gejala ringan seperti gatal-gatal, bengkak, atau ruam merah di kulit hingga gejala serius yang berbahaya seperti turunnya tekanan darah yang drastis atau kesulitan bernafas yang diakibatkan karena tertutupnya saluran pernafasan. Gejala-gejala tersebut biasa disebut dengan reaksi anafilaksis yang dapat menyebabkan kematian ataupun cacat permanen.

Meskipun reaksi alergi karena obat bius jarang terjadi, sebagian besar kasusnya tidak dapat diprediksi. Menegakkan diagnosa saat reaksi alergi timbul selama tindakan sangat sulit. Kecurigaan terhadap alergi obat anestesi tidak boleh sampai menghambat tindakan medis yang darurat. Sehingga risiko timbulnya reaksi alergi selama tindakan anestesi harus diminimalisir sampai batas tertentu yaitu dengan penilaian awal yang cepat dan penanganan dengan menggunakan obat yang tepat. Kuncinya adalah dengan memastikan bahwa tenaga medis profesional yang menangani Anda mengetahui dengan lengkap segala reaksi alergi terhadap obat anestesi yang pernah Anda alami sebelumnya. Agar tenaga medis dapat membuat diagnosis yang tepat dan menentukan obat mana yang dapat digunakan dengan aman di masa mendatang, sangat penting bahwa semua paparan obat mulai dari jenis obat, waktu kejadian timbulnya alergi yang jelas, untuk didokumentasikan. Hal ini memerlukan kerjasama yang sinergis antara pasien, ahli alergi dan ahli anestesi.

Apabila Anda akan menjalani tindakan medis atau operasi yang mengharuskan pemberian obat anestesi, konsultasikan kepada dokter yang menangani Anda, seputar anestesi yang akan digunakan, riwayat medis serta riwayat alergi yang pernah Anda alami untuk meminimalisir risiko terjadinya reaksi alergi.

 

 

Referensi:

Harper N.J.N, et al. (2018). Anaesthesia, surgery, and life-threatening allergic reactions: epidemiology and clinical features of perioperative anaphylaxis in the 6th National Audit Project (NAP6), British Journal of Anaesthesia, Volume 121, Issue 1, 2018, Pages 159-171, ISSN 0007-0912, https://doi.org/10.1016/j.bja.2018.04.014.

Savic, L., Stannard, N., & Farooque, S. (2020). Allergy and anaesthesia: managing the risk. BJA education20(9), 298–304. https://doi.org/10.1016/j.bjae.2020.04.005

Lene H.G, et al. (2019). Management of suspected immediate perioperative allergic reactions: an international overview and consensus recommendations, British Journal of Anaesthesia, Volume 123, Issue 1, 2019, Pages e50-e64, ISSN 0007-0912, https://doi.org/10.1016/j.bja.2019.04.044.