Selasa, 28 Februari 2023 15:27 WIB

Lawan Stigma Mengenai Gangguan Jiwa

Responsive image
346
Muhammad Adwin Luthfian Noor, S.Tr.Sos - RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Orang pada umumnya akan menganggap kata "penyakit" sebagai keluhan fisik yang dialami ketika seseorang memiliki keluhan pada kesehatannya. Masyarakat umum jarang sekali menemukan seseorang yang mengeluh tentang masalah kejiwaan yang dialami. Sebab, seseorang bisa saja diberi stigma buruk oleh orang-orang disekitarnya. Seringkali, seseorang dengan stigma gangguan jiwa seringkali dianggap mengada-ngada atau melebih-lebihkan.

Penyandang "penyakit" gangguan jiwa akan sering dipermasalahkan atas apa yang mereka alami. Banyak dari mereka yang sering kali mendapatkan ejekan, dianggap seperti sampah, bahkan dilecehkan. Stigma menyebabkan penyandang gangguan jiwa merasa malu untuk mengungkapkan masalahnya. Padahal, ia sangat membutuhkan pertolongan medis.

Tak jarang seseorang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri akibat tidak tahan dengan beban mental yang dipikulnya sendiri. Penyandang gangguan jiwa akan mengalami serangkaian gejala, seperti perubahan suasana hati yang signifikan, merasa tidak cukup tidur, terlalu banyak tidur, jantung berdetak lebih cepat, serta mengalami sakit kepala. Gejala yang ditimbulkan akan membutuhkan pertolongan dengan segera.

Gangguan jiwa sendiri sebenarnya dapat muncul karena beberapa hal, termasuk cedera pada otak, gangguan fungsi pada otak, otak kekurangan nutrisi, kekurangan oksigen pada otak anak saat proses persalinan, pernah merasakan pelecehan seksual, merasa disia-siakan saat kecil, kurang bergaul dengan orang lain, serta merasa minder, rendah diri, tidak mampu, atau merasa kesepian.

Jangan merasa malu atau berkecil hati. Anggaplah bahwa gangguan jiwa tidak berbeda dengan gangguan fisik yang harus segera diobati. Bila gejala yang telah disebutkan di atas tidak kunjung hilang, bicarakan segera dengan orang-orang terdekat, karena beban akan terasa hilang setelah bercerita. Namun, jika kamu sudah tidak dapat mengontrol apa yang dirasakan, mintalah pertolongan kepada ahlinya agar kamu tidak salah langkah mengambil keputusan.

 

Referensi:

Mayo Clinic Staff. 2017. Mental Health: Overcoming the Stigma of Mental Health Ilness. USA: Mayo Foundation. Diakses pada https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/mental-illness/in-depth/mental-health/art-20046477 pada tanggal 13 Juni 2022.

Rokom. 2014. Stigma dan Diskriminasi terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Jakarta: Kementerian Kesehatan. Diakses pada https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20141011/5211289/stop-stigma-dan-diskriminasi-terhadap-orang-dengan-gangguan-jiwa-odgj/ pada tanggal 13 Juni 2022.