Senin, 27 Februari 2023 15:14 WIB

Terapi Gizi pada Gastropareris

Responsive image
1973
Eka Yuliana Kurnia Dewi, S.Tr.Gz, Dietisien - RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Gastroparesis atau pengosongan lambung yang tertunda, adalah gangguan pada otot lambung yang menyebabkan gerakan lambung untuk mendorong makanan ke usus menjadi lebih lambat. Gastroparesis ditandai dengan keluhan mual, muntah dan mudah kenyang. Normalnya, lambung berfungsi untuk menampung makanan dan menyalurkannya sedikit demi sedikit ke usus.

Gastroparesis merupakan gangguan pada proses penyaluran makanan tersebut, yang diduga terjadi akibat kerusakan pada saraf vagus (saraf yang mengatur penyaluran dan kontraksi). Hal ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi, termasuk malnutrisi. Gejala klinis yang dialami pasien Gastroparesis seperti nafsu makan menurun / anoreksia, mual dan muntah, kembung, rasa kenyang (terutama di pagi hari setelah puasa semalaman), cepat kenyang, halitosis (bau mulut), hipoglikemia post-prandial, atau fluktuasi kadar glukosa pada pasien diabetes mellitus yang terkontrol dengan baik.

Penilaian Status Gizi Pasien Gastroparesis

Penilaian status gizi dan pengobatan malnutrisi merupakan faktor penting dalam pengelolaan pasien dengan gastroparesis. Gejala gastroparesis berupa mual dan muntah yang berkepanjangan dapat menyebabkan malnutrisi.

Penurunan berat badan yang tidak disengaja dari waktu ke waktu merupakan salah satu parameter paling penting untuk menilai status gizi secara keseluruhan pada pasien dengan gastroparesis. Tingkat kehilangan berat badan tersebut menunjukkan tingkat keparahan malnutrisi, sehingga perlu diperhatikan bahwa berat yang dievaluasi adalah berat badan aktual pasien (tidak dehidrasi ataupun edema). Sebagai contoh, seorang pasien dengan diabetes mellitus (DM) yang datang dengan muntah, diare dan kontrol glukosa yang buruk mungkin memiliki berat badan yang sebenarnya rendah karena dehidrasi.

Riwayat Diet

Riwayat diet dapat sangat membantu dalam mengidentifikasi pasien untuk mendapat dukungan nutrisi dan untuk menentukan tingkat dukungan nutrisi yang diperlukan. Sebagai contoh, seorang pasien yang mengalami mual saat makan seperti biasa dengan frekuensi tiga kali makan besar per hari, tetapi dapat tetapi dapat dimodifikasi dengan memberikan makanan yang lebih kecil dan lebih sering. Sebaliknya, pasien dengan gastroparesis berat yang mengalami muntah signifikan setelah konsumsi air mungkin memerlukan dekompresi lambung dan pemberian makanan jejunum enteral untuk meredakan gejala.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat menggali informasi riwayat diet pasien gastroparesis antara lain perubahan nafsu makan, mual/muntah/diare, masalah mengunyah dan/atau menelan yang dapat mempengaruhi, kemampuan mereka untuk menelan makanan tertentu, asupan makanan harian pasien yang khas, penggunaan nutrisi tambahan (oral, enteral atau parenteral), intoleransi atau alergi makanan, penggunaan suplemen, seperti vitamin, mineral, herbal atau bubuk protein, penggunaan bahan penggemuk tinja atau pencahar dan obat-obatan yang diketahui memperlambat pengosongan lambung.

Nilai Laboratorium Pasien Gastroparesis

Nilai laboratorium adalah salah satu parameter penting dalam evaluasi awal dan manajemen lanjutan pada pasien dengan gastroparesis. Penilaian awal pasien dengan gastroparesis harus mencakup glukosa dan hemoglobin glikosilasi (HgbA1C) jika pasien menderita DM, ferritin, Vitamin B12 dan 25-OH vitamin D (khususnya dengan gastroparesis lama atau pada pasien pascagastrektomi).

Kontrol glikemik berkaitan dengan pengelolaan gastroparesis diabetik. Hiperglikemia (>200 mg%) dapat menyebabkan gastroparesis sementara pada beberapa pasien dan pengosongan lambung yang tertunda ini dapat merespon dengan cepat terhadap normalisasi kadar glukosa serum. Selain itu, hiperglikemia juga dapat melemahkan efek prokinetik (obat yang mempercepat proses pengosongan lambung). Sehingga dapat dikatakan bahwa hiperglikemia adalah proses katabolik yang pada akhirnya menggagalkan upaya pemenuhan gizi. Oleh karena itu, kontrol glikemik harus dievaluasi secara hati-hati pada penilaian nutrisi awal dan dipantau dengan baik.

Anemia defisiensi juga besi sering terjadi pada populasi pasien ini. Etiologinya kemungkinan multifaktorial. Penyerapan zat besi secara signifikan ditingkatkan oleh asam lambung. Berkurangnya keasaman lambung mengganggu konversi besi besi makanan menjadi bentuk besi yang lebih mudah diserap. Gejala gastroparesis, terutama refluks asam sering diobati dengan obat penekan asam seperti penghambat pompa proton. Vagotomi juga mengurangi produksi asam, yang diperlukan untuk penyerapan zat besi yang efisien. Peningkatan pH lambung dan motilitas yang buruk juga dapat meningkatkan risiko pertumbuhan bakteri usus kecil yang berlebihan, yang secara signifikan dapat menurunkan penyerapan zat besi duodenum.

Defisiensi Vitamin B12 sering terjadi pada pasien gastroparesis yang telah gastrektomi parsial atau total. Penurunan kadar faktor intrinsik (protein yang diproduksi oleh sel parietal lambung yang mengikat vitamin B12) dan asam lambung setelah gastrektomi merusak pembelahan protein terikat B12 mengakibatkan sedikit atau tidak ada penyerapan usus. Pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan berkurangnya asupan vitamin B12 makanan kaya juga berkontribusi terhadap kekurangan vitamin tersebut. Anemia yang dihasilkan bisa parah dan sering muncul sebagai komplikasi akhir dari reseksi lambung. Kelelahan, kelelahan, kedinginan, mati rasa pada ekstremitas, pusing dan gejala neurologis juga merupakan gejala umum defisiensi vitamin B12.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pasien dengan gastrektomi (sub-total atau total) dapat mempercepat pengeroposan tulang, sehingga meningkatkan risiko osteoporosis. Persentase pasien yang menjalani gastrektomi subtotal kemudian berkembang gastroparesis. Osteopenia (kepadatan tulang rendah) dan osteomalasia (tulang melunak) juga sering terjadi pada populasi ini.

Tatalaksana Gizi

Pasien, ahli diet, dan klinisi pada dasarnya lebih memilih untuk memberikan nutrisi melalui rute oral. Namun dalam tatalaksana gizi, dietisien akan berkolaborasi dengan dokter dan PPA lainnya menentukan target berat badan dan jangka waktu di mana berat ini harus dicapai. Jika berat badan pasien mulai bertambah, maka pemberian nutrisi oral dilanjutkan dan terus ditingkatkan. Jika target tidak tercapai dan berat badan terus menurun maka dilanjutkan dengan dukungan nutrisi enteral.

Keuntungan dari nutrisi enteral yaitu memperpendek masa rawat pasien di rumah sakit, mengurangi risiko infeksi nosokomial, meningkatkan asupan dan meningkatkan hidrasi. EN lebih murah dan dikaitkan dengan komplikasi infeksi yang lebih sedikit daripada nutrisi parenteral total (TPN). Pasien mungkin cenderung tidak menyukai nutrisi enteral, terutama yang pemberiannya melalui selang/tabung di hidung atau yang ditempatkan secara endoskopi. Sehingga banyak pasien maupun keluarga yang menolak tindakan/terapi tersebut. Namun perlu ditekankan kepada pasien kelebihan dari nutrisi enteral.

Nutrisi parenteral total jarang diperlukan untuk pasien dengan gastroparesis. TPN harus dipertimbangkan sebagai pilihan terakhir pada pasien yang memiliki saluran GI fungsional distal lambung. Jika TPN diperlukan, pemantauan klinis dan laboratorium yang ketat sangat penting untuk mencegah kekacauan metabolik dan komplikasi yang signifikan. Transisi ke nutrisi enteral harus dilakukan bila memungkinkan secara klinis dan harus menjadi prioritas. Nutrisi parenteral perifer (PPN) sering dianggap lebih mudah daripada TPN, terutama karena diberikan melalui vena perifer. Penggunaannya, bagaimanapun, dibatasi oleh sensitivitas vena perifer terhadap larutan hipertonik.

 

Referensi :

Kalas, M., Galura, G., & McCallum, R. (2021). Medication-Induced Gastroparesis: A Case Report. Journal of Investigative Medicine High Impact Case Reports, 9, pp. 1–3.

Usai–Satta, P. et al. (2020). Gastroparesis: New Insights into an Old Disease. World Jounal of Gastroenterology, 26(19), pp. 2333–48.

National Institute of Health (2018). National Institute of Diabetes, Digestive and Kidney Diseases. Gastroparesis.

National Health Service UK (2019). Health A to Z. Gastroparesis.

Mayo Clinic (2020). Diseases & Conditions. Gastroparesis.

Fosso, C. L., & Quigley, E. M. . (2018). A Critical Review of the Current Clinical Landscape of Gatroparessis. Gastroenterology & Hepatology, 14(3), 140–147.

Pawlotsky, J. M. (2014). Reviews in Basic and Clinical Gastroenterology. Gastroenterology, 1–17. https://dx.doi.org/10.1053/j.gastro.2014.03.003