Rabu, 15 Februari 2023 15:05 WIB

Kiat Berteman dengan Anak Usia Remaja

Responsive image
571
dr. Widi Primaciptadi, SpKJ - RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Karakteristik utama dari masa remaja adalah perubahan. Walaupun hal ini sudah banyak dibahas dan diteliti oleh professional di bidang kesehatan jiwa, kedalaman yang sebenarnya pada perubahan yang dialami remaja belum dipahami sepenuhnya. Penelitian menunjukkan adanya transformasi signifikan pada fungsi dan struktur neurologis. Produksi dopamine dan kadar fungsional neurotransmitter lain akan mengalami perubahan pada periode remaja, dan mencapai tingkat stabilisasi saat setidaknya berusia 16 tahun. Transformasi signifikan juga terjadi pada fungsi korteks prefrontal, mendukung adanya peningkatan kapasitas kemampuan berpikir abstrak, menyelesaikan masalah dan inhibisi respons yang strategis. Perubahan hormonal juga menjadi ciri pada periode perkembangan ini. Perubahan hormone tidak secara langsung menyebabkan perubahan perilaku pada masa remaja. Namun, perubahan struktur neurologis dan fungsi neurotransmitter akibat adanya perubahan hormone, telah diimplikasikan menjadi penyebab meningkatnya iritabilitas, anhedonia, dan perilaku berisiko.

Perubahan neurologis, kognitif dan sosial akan menimbulkan suatu dilemma sosial dan kognitif untuk remaja, yaitu integrasi dari pengalaman baru dan beragam yang berhubungan dengan dunia dan dirinya sendiri. Remaja juga akan mengalami dilema terkait kelekatan, yaiut mempertahankan hubungan dengan orang tua namun disisi lain melakukan eksplorasi peran sosial yang baru, yang jauh dari keluarga dan membentuk hubungan kelekatan dengan teman sebaya dan pasangan romantis. Salah satu hal penting yang diperlukan untuk keberhasilan pada masa transisi remaja adalah kelekatan yang aman dan keterhubungan emosional dengan orang tua.

Kelekatan yang aman sangatlah penting untuk penyesuaian di masa remaja. Pertanyaannya adalah apa yang dibutuhkan oleh remaja untuk mempertahankan kelekatan yang sehat dengan orang tua? Penelitian menunjukan bahwa fungsi kelekatan pada orang tua mengalami perubahan di beberapa aspek, namun tetap stabil pada aspek lainnya. Sebagai contoh, pada anak yang lebih mudah akan membutuhkan kedekatan secara fisik dan penentraman dari orang tua saat mereka sedang merasa tidak nyaman, namun pada remaja tidak membutuhkan kedekatan secara fisik yang sama, dan dapat tetap merasa nyaman dengan mengetahui bahwa orang tuanya tetap memberikan dukungan walau tidak ada secara langsung. Kemampuan orang tua untuk mempertahankan hubungan yang berorientasi terhadap tujuan dengan anak remajanya menjadi sangat penting dan khususnya cukup menantang karena konflik antara orang tua dan anak akan meningkat pada periode remaja. Konflik bukanlah tanda dari kualitas hubungan yang buruk, karena konflik akan selalu ada pada hubungan yang sehat. Orang tua akan selalu memiliki aturan sebagai kendali perilaku remajanya, melakukan negosiasi sejalan dengan meningkatnya kompetensi dan rasa tanggung jawab remaja.

Terdapat beberapa Langkah yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk membentuk hubungan kelekatan yang baik dengan remajanya. Diantaranya adalah sebagai berikut.

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Konsisten menjalani aturan yang telah dibuat

Apabila kita mengatakan bahwa sesuatu akan terjadi sebagai konsekuensi dari perilaku yang tidak dapat diterima, pastikan sesuatu tersebut benar-benar terjadi. Jangan mengatakan apapun, kecuali kita memang akan betul-betul melakukannya. Saat orang tua mengatakan bahwa akan ada konsekuensi dari pengambilan keputusan yang kurang baik, dan tidak memastikan hal tersebut benar-benar terjadi, maka hal tersebut merupakan salah satu kesalahan yang paling besar. Ketika orang tua tidak konsisten menjalankan aturan, maka akan mengajarkan pada anak bahwa kata-kata orang tua tidak ada artinya. Ketika remaja menyadari hal ini, maka mereka akan mengambil keuntungan dari situasi, mereka akan mematuhi permintaan orang tua hanya jika hal tersebut menguntungkan. Dan remaja akan memiliki kekuatan dan kesempatan yang lebih banyak untuk mengeksploitasi kelemahan kita. Untuk kebaikan anak kita, pikirkan baik-baik sebelum kita membuat suatu ancaman. Apabila ada keputusan besar yang harus diambil, beri waktu satu hingga dua hari, bicarakan dengan pasangan sebelum memutuskan suatu konsekuensi. Jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan atau memberikan izin. Saat otang tua sudah sepakat untuk menentukan suatu konsekuensi, makan orang tua harus konsisten.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Batasi Ekspektasi Kita

Orang dewasa yang cerdas, kadang akan menjadi orang tua dengan standar yang tinggi. Bahkan dua orang tua yang sangat cerdas, dapat memiliki anak dengan kecerdasan rata-rata. Satu anak mungkin memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dibanding yang lain, namun genetik tidak menjamin bahwa kecerdasan yang tinggi akan selalu diturunkan pada generasi selanjutnya. Sering kali orang tua secara tidak sadar memiliki ekpekstasi yang tidak realistis terhadap anak-anaknya. Standar orang tua harus selalu realistik. Kita tidak dapat menetapkan ekspektasi yang sangat tinggi pada anak-anak dan mempertahankan kehidupan di rumah yang mendukung.

Sayangnya kita hidup di dunia yang perfeksionis. Orang tua kadang sangat mahir dalam mencari kesalahan anaknya dan pada saat yang sama, mengecilkan kekuatan yang dimiliki oleh anak. Apabila kita tidak berhati-hati, anak akan merasa seperti peliharan atau benda untuk dipamerkan, bukan sebagai anak.

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Terima remaja Apa adanya

Menerima anak kita apa adanya bukan lah hal yang mudah. Kita tidak mengalami kesulitan saat menerima keterbatasan anak orang lain, namun disisi lain kita mengetahui apa yang kita inginkan tentang anak kita, bagaimana kita mengingankan anak kita berpikir dan bertindak, dan apa pencapaian yang harus mereka raih. Ketika mereka gagal memenuhi ekspektasi, orang tua akan merasa kecewa dan menganggapnya sebagai sesuatu yang personal. Tujuan kita sebagai orang tua adalah membantu anak untuk menjadi versi mereka yang terbaik. Bukan membuat mereka merasa bersalah karena tidak menjadi sesuatu yang diluar kemampuan mereka. Apabila mereka senang bermain sepak bola, tetapi mereka tidak ingin berlatih secara serius, maka terimalah fakta tersebut, bahwa bermain untuk bersenang-senang adalah sesuatu hal yang normal, tanpa harus menjadi bintang utama dari tim.

Coba untuk sensitif terhadap tahapan perkembangan remaja. Walaupun mereka memiliki suara dan fisik orang dewasa, remaja laki-laki berusia 17 tahun masih memiliki berbagai aspek anak-anak. Sikap tidak dewasa akan selalu kita temukan. Pahami bahwa anak kita memiliki hak atas perasaannya. Dengarkan pendapat mereka, dan terima mereka apa adanya. Apabila mereka tidak dewasa dalam cara berpikirnya, hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah berusaha keras mencari tahu apa penyebabnya dan menerima hal tersebut apa adanya. Hal ini akan membantu mereka untuk mengendalikan perasaannya, walaupun mereka tidak perlu selalu setuju dengan pendapat orang tua.

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Ambil Waktu untuk Mendengarkan

Apabila kita ingin memiliki hubungan yang baik dengan anak, apabila ingin tetap menjadi teman dengan anak kita saat mereka menjadi orang dewasa, belajarlah untuk mendengarkan. Mendengarkan artinya adalah semua energi yang kita punya digunakan untuk mendengarkan dan merasakan apa yang anak kita coba sampaikan. Jangan bersikap menghakimi, dan jangan menghabiskan waktu untuk mempersiapkan apa yang akan kita katakana saat anak remaja kita selesai menyampaikan pendapatnya. Dengarkan dengan seksama, dan buat diri kita untuk lebih tenang.

Mendengarkan mencakup menyesuaikan diri kita dengan jadwal anak. Mendengarkan tidak hanya berarti kita duduk di depan anak-anak saja, tetapi juga mencari tahu kapan mereka akan lebih terbuka dan kita berada pada waktu-waktu tersebut. Setiap anak akan berbeda.

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Hargai Pilihan Mereka

Hal ini adalah sesuatu yang tidak mudah. Karena seringkali orang tua mengetahui baju mana yang terlihat paling bagus pada anaknya, teman-teman seperti apa yang harusnya menjadi pilihan anak remaja kita, aktivitas apa yang sebaiknya dilakukan. Kadang kita merasa mengetahui semua hal yang sebaiknya dilakukan dan dikatakan oleh anak remaja kita.

Salah satu tugas terberat untuk orang tua adalah menghargai pilihan anak kita. Kadang orang tua berasumsi bahwa anaknya akan selalu mengambil keputusan yang salah, mungkin sesekali mereka memang akan salah. Tetapi jika kita dapat membesarkan mereka dengan cara yang benar, anak akan medapatkan kebijaksanaan sebagai tujuan jangka panjangnya.

<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->Minta Maaf

Banyak orang tua yang merasa bahwa mereka tidak perlu meminta maaf pada anak-anaknya, karena mereka meyakini bahwa sebagai orang tua, mereka berada di posisi yang lebih superior. Namun hal tersebut tidak sepenuhnya benar, orang tua dapat saja melakukan kesalahan. Dan saat kita melakukan kesalahan, kita harus dapat memberikan contoh untuk memberikan respon yang sesuai, yaitu meminta maaf. Beberapa anak yang paling memberontak bahkan akan melembut saat orang tuanya akhirnya mengatakan maf ya kalau selama ini kami sudah terlalu keras. Walaupun kadang kita berpikir bahwa anak tidak akan menghargai kita jika kita mengakui bahwa kita tidak sensitif, kejam, tega atau pelupa, kita perlu melihat bahwa pengakuan kita justru akan membuat kita lebih berharga dimata remaja. Meminta maaf akan membuka sejumlah jalan untuk anak agar mau lebih terbuka pada kita.

<!--[if !supportLists]-->7. <!--[endif]-->Berkomunikasilah dengan Jelas

Karena remaja dan orang dewasa tumbuh dalam generasi yang berbeda, potensi salah paham dan miskomunikasi menjadi cukup tinggi. Kesalahpahaman sederhana dapat bereskalasi menjadi konflik yang besar. Jangan biarkan hal ini terjadi. Belajar bagaimana berkomunikasi dan mendengarkan. Berbicaralah dengan jelas, jujur dan pastikan bahwa anda dan remaja anda dapat saling memahami.

<!--[if !supportLists]-->8. <!--[endif]-->Jangan bersikap seperti remaja

Kadang kita tergoda untuk bersikap tidak sesuai dengan usia dan beridentifikasi dengan anak agar mereka merasa lebih nyaman. Namun kenyataannya tidak demikian, anak dengan orang tua yang bersikap, terlihat dan berbicara seperti remaja akan membuat anak merasa sangat sadar diri dan malu ketika orang tua mereka mencoba tampil sebagai remaja. Sebagian besar remaja ingin orang tuanya bersikap, berpenampilan dan berbicara seperti orang dewasa. Mereka sudah memiliki cukup banyak teman, yang mereka butuhkan adalah orang tua.

<!--[if !supportLists]-->9. <!--[endif]-->Jangan Memamerkan atau Mempermalukan Mereka

Semua keluarga biasanya memiliki setidaknya satu orang anak yang berbakat, cerdas, lucu atau luar biasa di salah satu aspek kehidupan. Tapi tolong, jangan mempermalukan anak dengan meminta mereka memamerkan kelebihannya. Anak akan menyadari, bahwa orang tua mereka lah yang akan mendapat pujian karena telah “berhasil mendidik” anak dengan baik. Merasa bangga atas pencapaian anak merupakan suatu hal yang sangat normal dan alamiah, tetapi jangan pernah meminta mereka menunjukkan prestasi mereka tanpa persiapan sebelumnya.

Di sisi lain, jangan pernah mempermalukan mereka. Saat mereka membuat kesalahan atau mengecewakan, kadang akan membuat orang tua ingin menyampaikannya di depan banyak orang. Remaja kita akan ditertawakan dan diolok-olok oleh teman-temannya atau orang yang kita kenal, oleh karena itu, ambil waktu yang tepat saat sedang berdua saja untuk menyampaikan sesuatu yang bersifat negatif.

<!--[if !supportLists]-->10. <!--[endif]-->Jangan mencari-cari kesalahan

Remaja sudah melihat kekurangan dirinya dan bahkan membesar-besarkan hal yang sebenarnya tidak terlalu signifikan. Mereka tidak perlu orang tua yang selalu mengusik semua hal kecil yang dilakukan. Harga diri biasanya berada di titik terendah pada periode remaja, dan orang tua yang tidak mengetahui dapat semakin menurunkan citra diri positif anak yang tersisa tersebut. Remaja perlu diingatkan dan didorong untuk melakukan apa yang perlu mereka lakukan, namun mereka tidak perlu seseorang yang secara terus menerus menunjukkan kelemahan, kegagalan dan ketidaksempurnaannya.

 

Referensi:

Marlene M Moretti, PhD, Maya Peled, MA, Adolescent-parent attachment: Bonds that support healthy development, Paediatrics & Child Health, Volume 9, Issue 8, October 2004, Pages 551–555.

Leman K. Adolescence isn’t terminal it just feels like it. Tyndale house Publishers, inc : illinois. 2002.