Rabu, 15 Februari 2023 15:04 WIB

ERB Palsy

Responsive image
6677
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Erb-Duchenne Palsy atau Erb's Palsy adalah salah satu bentuk dari brachial plexus palsy atau cidera pada saraf bahu dimana level saraf yang terkena ialah Cervikal 5 - Cervikal 6. Jenis palsy ini paling sering terjadi pada bayi, terutama akibat kesulitan saat proses persalinan sehingga leher sedikit meregang. Erb’s Palsy pada bayi umumnya ditandai dengan keterbatasan gerak pada bahu, lengan kaku, dan berotasi ke arah dalam dengan pergelangan tangan bengkok namun masih mampu menggerakkan jari-jari tangan. Dengan kata lain, akibat cedera saraf, otot-otot anggota gerak atas pun ikut terganggu sehingga sering diperlukan pemeriksaan EMG (Electromyography) untuk mengevaluasi seberapa luas otot yang mengalami kerusakan. Terapi fisik (latihan) harian adalah perawatan utama bagi Erb’s Palsy. Tujuannya ialah menjaga jangkauan gerak (range of motion) atau fleksibilitas sendi mulai dari bahu sampai tangan sehingga dapat mencegah / mengurangi kontraktur (kekakuan) sendi. Saraf membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pulih sehingga pemulihan dapat terjadi bervariasi, artikel menyebutkan sekitar 3-4 bulan hingga 2 tahun untuk pulih, tergantung pula pada level kerusakan saraf yang terjadi. Tingkat kerusakan saraf juga akan menjadi penentu untuk pemilihan terapi selanjutnya. Pada bayi yang belum pulih dalam 6 bulan atau lebih, mungkin dokter akan mempertimbangkan langkah operasi bedah saraf. Kasus Erb’s Palsy terjadi pada 1-2 bayi dari setiap 1.000 kelahiran. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menimbulkan penurunan fungsi saraf secara permanen. Meski biasanya terjadi pada bayi baru lahir, tetapi Erb’s Palsy juga bisa terjadi pada anak-anak hingga orang dewasa. Erb’s Palsy pada anak-anak atau orang dewasa paling sering terjadi akibat kecelakaan atau cedera.

Penyebab Erb’s Palsy

Erb’s Palsy terjadi akibat cedera pada pleksus brakialis. Pleksus brakialis sendiri adalah kumpulan saraf yang membentang dari leher hingga bahu. Kumpulan saraf ini berasal dari cabang saraf leher, yaitu saraf C5, C6, C7, C8, dan T1.

Berdasarkan tingkat keparahan cedera, Erb’s Palsy dapat terbagi dalam 4 (empat) jenis, yaitu :

1.      Neuropraxia

Neuropraxia merupakan jenis cedera saraf pleksus brakialis yang paling ringan. Jenis ini terjadi ketika saraf pleksus brakialis meregang tetapi tidak sampai robek. Neuropraxia biasanya terjadi ketika akar saraf tertarik, misalnya ketika kepala terdorong ke satu sisi.

2.      Neuroma

Neuroma adalah pembentukan jaringan parut dari rusaknya saraf yang telah sembuh. Terbentuknya neuroma dapat mengganggu jalannya sinyal saraf sehingga fungsinya terganggu.

3.      Ruptur

Pada jenis ini, saraf pleksus brakialis meregang kuat sehingga menimbulkan robekan, baik robekan sebagian maupun sepenuhnya. Berbeda dengan avulsi, robekan ini terjadi tidak pada akar saraf. Meski begitu, jenis ini lebih parah dari neuropraxia sehingga biasanya membutuhkan operasi.

4.      Avulsi

Avulsi merupakan jenis cedera yang paling parah. Pada jenis ini, robekan terjadi sangat dekat dengan akar saraf pleksus brakialis di leher. Avulsi umumnya terjadi akibat cedera yang parah, seperti kecelakaan berkendara.

Faktor Risiko Erb’s Palsy

Pada bayi baru lahir, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya Erb’s Palsy, yaitu :

1.      Bayi berukuran besar (makrosomia).

2.      Bayi dalam posisi sungsang saat persalinan, yang juga bisa terjadi pada kehamilan kembar.

3.      Persalinan berlangsung lama atau terjadi distosia bahu.

4.      Ibu menderita diabetes.

5.      Ibu mengalami banyak kontraksi selama persalinan (uterine tachysystole), biasanya karena induksi persalinan menggunakan obat.

6.      Penggunaan oksitosin, yaitu hormon untuk memicu terjadinya kontraksi.

Gejala Erb’s Palsy

Saraf-saraf pada pleksus brakialis membawa sinyal yang diberikan oleh otak untuk bahu dan lengan. Erb’s Palsy menyebabkan fungsi saraf tersebut terganggu sehingga sinyal dari otak tidak sampai ke bahu dan lengan. Akibatnya, salah satu bahu dan lengan bayi lemah atau lumpuh sehingga tampak tidak bergerak.

Sementara itu, pada anak-anak dan orang dewasa, beberapa gejala yang dapat timbul pada bahu dan lengan yang terkena adalah :

1.      Lemah atau lumpuh.

2.      Lengan terkulai dengan jari-jari tangan menekuk ke dalam.

3.      Kesemutan atau mati rasa.

4.      Rasa sakit dan sensasi terbakar.

Apabila cedera terjadi pada saraf pleksus brakialis di dekat leher, baik orang dewasa maupun bayi baru lahir dapat mengalami tanda-tanda sindrom Horner, yaitu :

1.      Kelopak mata dan tangan pada sisi yang terkena terkulai.

2.      Pupil mata yang pada sisi bahu yang terkena mengecil.

3.      Wajah dan bahu pada sisi yang terkena tidak berkeringat (anhidrosis).

Pemeriksaan Erb’s Palsy

Dokter juga dapat melakukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis, misalnya :

1.      Foto rontgen leher dan bahu, untuk mendeteksi patah tulang atau cedera lain pada tulang dan jaringan di sekitar bahu dan leher.

2.      Pemindaian dengan MRI atau CT myelografi, untuk melihat kondisi saraf dan otot dalam tubuh, serta mendeteksi adanya kelainan pada saraf dan otot.

3.      Elektromiografi, untuk mengetahui seberapa baik aliran saraf ke otot.

Pengobatan Erb’s Palsy

1.      Untuk mempercepat dan mengoptimalkan penyembuhan, dokter akan menyarankan terapi fisik (fisioterapi) dan rehabilitasi untuk memperbaiki rentang gerak sendi (range of movement) dan kekuatan otot. Fisioterapi dan rehabilitasi ini bisa dimulai setelah bayi berusia 3 minggu.

2.      Jika fisioterapi dan rehabilitasi selama 3-6 bulan tidak efektif untuk mengatasi Erb’s Palsy, dokter dapat menyarankan operasi. Sementara pada orang dewasa, operasi harus dilakukan tidak lebih dari 6 bulan setelah cedera terjadi.

Beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan adalah :

1.      Operasi perbaikan saraf (nerve repair), dengan menghubungkan kembali dua ujung saraf yang mengalami robekan.

2.      Operasi cangkok saraf, baik dari tubuh sendiri (nerve graft) maupun dari orang lain (oberlin transfer).

3.      Operasi perbaikan otot, tulang, dan tendon, jika cedera parah menyebabkan kerusakan otot, tulang dan tendon bahu, atau jika penanganan Erb’s Palsy terlambat.

4.      Neurolisis, untuk mengangkat neuroma.

 

Referensi :

Arif Sugiarto. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Erb Paralisis Dektra di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Suroto, H., et al. 2022. Traumatic Brachial Plexus Injury in Indonesia : An Experience from a Developing Country. Journal of Reconstructive Microsurgery, 38 (7).

Wells, M., Tihista, M., & Diamond, S. 2022. Brachial Plexus Birth Injury: Trends in Early Surgical Intervention over the Last Three Decades. Plastic and Reconstructive Surgery. Global Open, 10(5), pp. 1-6.

National Institutes of Health. 2021. MedlinePlus. Brachial Plexus Injury in Newborns.

Johns Hopkins Medicine. 2022. Conditions and Diseases. Brachial Plexus Injury.

Cleveland Clinic. 2021. Disease & Conditions. Erb's Palsy.

Mayo Clinic. 2022. Diseases & Conditions. Brachial Plexus Injury.

The Royal Children’s Hospital Melbourne. 2018. Kids Health Information. Brachial Plexus Palsy or Erb’s Palsy.

Healthline. 2022. Everything You Need to Know About Brachial Plexus Injuries.