Rabu, 15 Februari 2023 10:02 WIB

Perilaku Remaja Masa Kini, Bagaimana Memahami dan Menyikapinya?

Responsive image
7398
dr. Lahargo Kembaren, Sp.KJ - RS Jiwa dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor

Banyak sekali perilaku remaja masa kini yang viral di media akhir-akhir ini. Ada remaja yang menghadang truk demi konten, ada yang membunuh untuk menjual organ tubuh, dan ada yang mandi lumpur untuk mendapat uang. Hal ini cukup banyak menarik perhatian warganet.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pernah berujar, “Harapan dunia bergantung pada orang-orang muda. Kedamaian, dinamisme ekonomi, keadilan sosial, toleransi - semua ini dan lebih banyak lagi, hari ini dan besok, bergantung pada kekuatan pemuda.”

Anak remaja adalah anak yang berumur 10-24 tahun, jumlahnya adalah proporsi terbesar dari populasi yang ada. Masa remaja adalah masa transisi, peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Perubahan-perubahan yang banyak dialami oleh anak remaja adalah perubahan fisik, perubahan psikologis, perubahan hormonal, perubahan masalah kehidupan, serta perubahan kognitif (cara berpikir).

Setiap perubahan memerlukan proses penyesuaian. Remaja butuh ruang dalam melakukan penyesuaian terhadap berbagai perubahan yang terjadi pada dirinya. Saat ini banyak remaja yang merasa bahwa mereka memiliki ruang yang sangat terbatas untuk dapat mengekspresikan apa yang ada dalam diri mereka. Kesibukan di sekolah, rumah, tugas tugas, dan kesibukan lainnya menjadi rutinitas membosankan yang menghabiskan waktu dan masa remaja mereka.

Anak remaja butuh ruang yang aman untuk dapat mengembangkan dirinya dalam berinteraksi dengan teman sebayanya, dengan orang tua, dalam mengekspresikan hobi dan talentanya, dan dalam mencoba hal-hal yang baru. Di sisi lain, banyak remaja yang mengekspresikan dirinya dengan berbagai perilaku yang cenderung negatif seperti kecanduan games, judi online, pornografi, narkoba, dll.

Menurut Erik Erikson, dalam perkembangan psikososial, masa remaja adalah masa mencari identitas diri, yang apabila tidak tercapai dapat menimbulkan kebingungan dalam peran di kehidupan. Bagian otak manusia mengalami perkembangan mulai dari bayi sampai usia dewasa (25 tahun). Pada anak remaja, bagian otak prefrontal cortex belum matang perkembangannya. Hal ini menyebabkan:

-  Kemampuan anak remaja dalam membuat keputusan yang rasional belum cukup baik

- Sangat sensitif terhadap tekanan teman sebaya (bullying)

- Mudah melakukan perilaku berisiko atau impulsif, gampang marah, sensitif, baper

- Sulit memahami ekspresi emosi seseorang sehingga terkesan cuek/tidak peduli

Perubahan hormon pubertas pada anak remaja pun memberikan berbagai perubahan dalam fisik, emosi, perilaku, dan pikirannya. Ya, anak remaja butuh ruang untuk mengekspresikan semuanya. Satu lagi, mereka juga butuh dimengerti secara positif dan bukan dihakimi. Remaja butuh diarahkan dan difasilitasi untuk melakukan perilaku dan kegiatan positif dalam tumbuh kembangnya.

Orang tua, guru, dan kita semua memegang peranan dalam perkembangan remaja yang sehat. Hal-hal yang bisa dilakukan adalah:

- Menjaga komunikasi yang baik dan suportif dengan anak remaja, tidak berkomunikasi seperti kepada anak yang lebih kecil, beri ruang untuk berdiskusi

- Terima dan validasi berbagai ekspresi yang muncul pada anak remaja, dan menahan diri untuk menghakimi atau memberikan nasihat secara cepat. Dengarkan masalah yang mereka alami, karena konflik dan masalah sering tidak dapat dihindari

- Berikan kepercayaan pada anak remaja untuk membuat keputusan. Sesekali mungkin mereka salah dalam melakukan keputusan, tetap dampingi dengan penuh kasih sayang

- Jangan memberikan hukuman secara fisik, memukul atau berteriak. Itu tidak membuat pesan kita lebih bisa didengar. Gunakan metode hukuman seperti mengurangi uang saku, membatasi waktu bermain dengan teman, atau mengambil hal-hal yang nyaman dimiliki selama ini.

Mari berikan ruang bagi remaja dengan tetap mendampingi dan memberikan arahan yang positif sehingga mereka dapat belajar untuk bertanggung jawab dalam hidupnya.

 

Referensi :

Angold, A., and Costello, E. J. (1995). A test-retest reliability study of child-reported psychiatric symptoms and diagnoses using the Child and Adolescent Psychiatric Assessment (CAPA-C). Psychol. Med. 25.